melakukan pendampingan karena meskipun bukan hal yang bari bagi penyadap, penggunaan teknologi yang lebih baik merupakan hal baru bagi penyadap.
Aspek lingkungan menunjukkan limbah bioetanol tidak akan merusak lingkungan karena limbah dapat dimanfaatkan untuk menjadi pupuk, dan
pengembangan perkebunan nipah dapat menjadi penyangga ekosistem yang ada di sekitar tanaman nipah. Segi pola kemitraan juga menunjukkan adanya hubungan
kerjasama yang baik antara pemerintah, penyadap, dan pengusaha terutama dari segi permodalan dan pemasaran. Diharapkan hubungan ini bisa terus dilakukan
dengan baik tanpa ada yang merasa dirugikan dari adanya kegiatan ini. Analisis finansial dan ekonomi menunjukkan pengembangan nipah dari subsistem
usahatani hingga subsistem industri pengolahan layak dilakukan. Berdasarkan hasil ketiga analisis memberikan gambaran bahwa nipah memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai bahan baku bioetanol, dan Teluk Bintuni sebagai Kabupaten baru di Provinsi Papua Barat mampu menjadi daerah pengembangan
desa mandiri energi. Dengan demikian diharapkan penelitian ini mampu menjadi bahan pertimbangan dalam rangka pengembangan nipah dari subsistem usahatani
hingga subsistem industri pengolahan untuk mendukung desa mandiri energi di Kabupaten Teluk Bintuni.
6.5. Arah Pengembangan Nipah dalam Mendukung Desa Mandiri
Energi di Kabupaten Teluk Bintuni Hasil penelitian menunjukkan bahwa skenario 1 merupakan alternatif
terbaik untuk pengembangan nipah di Teluk Bintuni, namun sesuai dengan program desa mandiri energi, maka skenario 5 dan 6 yang adalah skenario
pengembangan perkebunan nipah dan pabrik bioetanol adalah hal yang perlu
diperhatikan oleh pemerintah maupun investor. Hasil analisis menunjukkan bahwa manfaat yang diperoleh untuk skenario 6 adalah paling rendah
dibandingkan skenario lainnya baik untuk nilai finansial maupun ekonomi. Hal ini disebabkan karena ada dua kali investasi yang harus dilakukan, yaitu investasi
produksi nipah dan produksi bioetanol sehingga harus menjadi perhatian pemerintah dalam pengembangannya.
Mengacu pada data-data yang diperoleh dari berbagai aspek non finansial dan finansial-ekonomi, maka dapat dibuat arah pengembangan nipah dalam
mendukung desa mandiri energi di Kabupaten Teluk Bintuni sebagai berikut : 1 penerima manfaat utama adalah masyarakat kurang mampu untuk memenuhi
kebutuhan sendiri dengan tujuan mengurangi beban hidup akibat harga bahan bakar minyak yang tinggi, 2 pemanfaatan lahan diutamakan pada lahan kritis
yang kurang produktif, 3 pengembangan mulai dari skala kecil hingga besar
dilakukan secara bertahap dan dikembangkan sesuai dengan kondisi ekonomi.
Ilustrasi arah pengembangan nipah dalam mendukung desa mandiri energi dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan arah pengembangan
nipah yang dapat dilakukan di Teluk Bintuni. Pembahasan mengenai arah pengembangan telah dijelaskan pada skenario 5 dan 6 yang merupakan skenario
pengembangan nipah. Untuk memberdayakan penyadap nipah, selain dari hutan nipah yang telah ada, maka pembukaan perkebunan nipah harus memanfaatkan
penyadap melalui hubungan kemitraan sebagai pemasok bahan baku. Hal ini yang harus menjadi perhatian bagi pemerintah maupun pihak swasta yang akan
mengelola nipah. Untuk memperlancar investasi pengembangan nipah, kelengkapan data-data mengenai nipah maupun yang melakukan kegiatan
penyadapan di Teluk Bintuni, kuota bahan bakar minyak, dan pertimbangan dari berbagai aspek-aspek pasar, teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta lingkungan
merupakan hal yang harus diperhatikan oleh pengambil kebijakan. Namun diharapkan melalui pengembangan nipah dari subsistem usahatani hingga
subsistem industri pengolahan bisa membawa pengaruh positif bagi penyadap nipah, terutama untuk budidaya nipah dan penggunaan teknologi baru. Bagi
masyarakat bisa memenuhi kebutuhan bahan bakar terutama daerah terpencil dan membuka kesempatan kerja, dan bagi pemerintah adalah menambah pendapatan
bagi daerah.
Gambar 6. Arah Pengembangan Nipah Dalam Mendukung Desa Mandiri Energi di Teluk Bintuni
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bustaman 2008 mengenai potensi bioetanol berbasis sagu di Maluku. Hasilnya
menunjukkan bahwa Maluku mempunyai kekuatan dan kelemahan sebagai daerah untuk mengembangkan bioetanol. Semuanya tercakup dalam kesimpulan
Bibit Nipah
Lahan Rakyat
Lahan Khusus : -
Swasta -
Pemerintah Industri
Nira – Bioetanol 60 – 70 Persen
Non Komersial
Komersial “Non SPBU”
Pertamina Industri
Nira – Bioetanol 96 – 98 Persen
Komersial “SPBU”
Pertamina
sebagai berikut : 1 tersedianya teknologi pembuatan bioetanol dan lahan sagu seluas 31 360 hektar dengan tingkat pemanfaatannya yang masih rendah
10 persen, memungkinkan dilakukannya pembangunan industri bioetanol di Maluku, 2 kehadiran industri bioetanol akan memberi manfaat peningkatan
pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat, serta menghemat dalam pemakaian bahan bakar minyak dengan harga relatif lebih murah. Bagi masyarakat yang
tinggal di pulau-pulau tidak perlu takut akan terlambatnya pasokan bahan bakar minyak dari Pertamina Ambon akibat buruknya kondisi laut, dan 3 kebutuhan
bioetanol sangat tinggi, dengan pasar yang menjanjikan berapapun hasil produksinya akan ditampung oleh Pertamina. Saat ini Pertamina membeli
Rp 5 000 per liter sedangkan harga penjualan langsung ke pemakai Rp 10 000 per liter dengan kadar kemurnian 100 persen.
6.6. Analisis Sensitivitas