Kelayakan Investasi Pengembangan Bahan Baku sebagai Bahan

alternatif masih sedikit yang melakukannya. Tulisan-tulisan dalam penelitian menggambarkan bagaimana potensi suatu tanaman atau ternak menjadi sumber energi alternatif dan juga proses pengolahannya. Berbagai penelitian baik skripsi, tesis, publikasi jurnal, maupun prosiding mengenai analisis kelayakan usaha baik secara umum dan yang dikhususkan sebagai bahan bakar alternatif dan potensi pengembangan bahan bakar nabati diuraikan dibawah ini.

2.3.1. Kelayakan Investasi Pengembangan Bahan Baku sebagai Bahan

Bakar Nabati Penelitian mengenai kelayakan usaha ditulis oleh Palupi 2009, mengenai analisis kelayakan usaha pengembangan jarak pagar sebagai sumber energi alternatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil analisis kualitatif aspek-aspek non finansial pada pengembangan bahan bakar minyak jarak pagar desa di Desa Lempopacci menunjukkan bahwa usaha tersebut layak dilakukan. Analisis pada aspek pasar menunjukkan bahwa usaha jarak pagar memiliki kepastian pasar dengan adanya permintaan dari perusahaan. Analisis aspek manajemen menunjukkan aspek-aspek manajemen telah dilakukan dengan cukup baik, dan analisis sumber daya manusia menunjukkan bahwa secara umum masyarakat setempat telah memenuhi syarat untuk pelaksanaan program tersebut. Sedangkan hasil analisis finansial pada usaha yang sedang berjalan dinyatakan tidak layak pada tingkat discount rate 14 persen. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurmalina et al. 2009 b tentang kelayakan pengusahaan bioetanol ubikayu dan molases di Jawa Tengah dan Jawa Barat menyimpulkan untuk aspek-aspek non finansial baik untuk bioetanol ubikayu dan molases layak untuk dikembangkan. Analisis finansial menunjukkan bahwa produksi bioetanol berbahan baku ubikayu dan molases layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan nilai dari kriteria kelayakan investasi dari kedua skenario telah memenuhi kriteria investasi. Hasil perbandingan kriteria investasi antara ubikayu dan molases, ternyata lebih menguntungkan bila memproduksi bioetanol dengan menggunakan bahan baku molases dibandingkan ubi kayu. Kesimpulan hasil penelitian oleh Morris et al. 2009 yang menuliskan suatu studi mengenai economic feasibility of ethanol production from sweet sorghum juice in Texas adalah pengembangan pabrik bioetanol dengan bahan baku sorgum manis lebih menguntungkan layak dengan rata-rata NPV 39 juta dibandingkan bahan baku jagung. Hal ini disebabkan karena tingginya biaya investasi untuk jagung. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Siregar 2009 mengenai analisis kelayakan pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dan pupuk kompos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil analisis kelayakan non finansial untuk usaha peternakan UPP Darul Fallah dan Fakultas Peternakan dalam mengemban perkembangan biogas layak untuk dilaksanakan atau didesentralisasikan. Sedangkan secara finansial, kedua usaha juga menguntungkan sehingga layak untuk dilakukan. Penelitian lain mengenai biogas sebagai energi alternatif dilakukan oleh Wahyuni 2008. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis kriteria investasi dan analisis swot untuk menentukan strategi pengembangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial dengan kapasitas biodigester 5 m 3 dan 17 m 3 dengan tingkat suku bunga 17 persen adalah layak untuk dilaksanakan dan dikembangkan. Penelitian yang dilakukan oleh Maung dan Gustafson 2010 mengenai the economic feasibility of energy sugar beet biofuel production in Central North Dakota menggunakan analisis NPV untuk melihat kelayakan ekonomi terhadap pabrik bioetanol dari bit gula dengan kapasitas 20 MGY dan 10 MGY, dan simulasi monte carlo untuk melihat risiko harga. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan harga 1.84 dan asumsi faktor lain tidak berubah tetap, maka NPV yang dihasilkan adalah lebih besar dari nol, yaitu sekitar 41 540 000 untuk pabrik 20 MGY dan 8 300 000 untuk pabrik 10 MGY, sehingga layak untuk dikembangkan. Harga etanol mencapai titik impas pada harga 1.71 dan 1.52 untuk masing-masing pabrik 20 MGY dan 10 MGY. Penelitian mengenai analisis pengembangan nipah memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Palupi 2009, Siregar 2009, Wahyuni 2008, Nurmalina et al. 2009 b , Morris et al. 2009, dan Maung dan Gustafson 2010 dilihat dari alat analisisnya yang digunakan, yaitu menggunakan analisis manfaat biaya untuk melihat kelayakan usaha, dan persamaan berikutnya dari kepentingan penelitian, yaitu pengembangan komoditi sebagai sumber energi alternatif. Perbedaannya adalah dengan ditambahnya analisis ekonomi yang menilai kelayakan dari sisi pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Perbedaan lain dengan Morris et al. 2009 dan Maung dan Gustafson 2010 adalah perhitungan risiko harga menggunakan simulasi monte carlo tidak dilakukan dalam penelitian ini.

2.3.2. Potensi Pengembangan Bahan Bakar Nabati Sebagai Bahan bakar