Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

108 memperlihatkan bahwa terdapat ketidakadilan dari sistem yang berjalan di tingkat petani pada saluran III.

6.8 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Nilai keuntungan merupakan selisih antara marjin tataniaga dengan biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh setiap lembaga tataniaga, sedangkan biaya tataniaga merupakan penjumlahan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam sebuah saluran tataniaga yang dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram tomat baik grade A, B atau C. Rasio keuntungan dan biaya dalam saluran tataniaga tomat merupakan perbandingan antara keuntungan dan biaya c yang menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh oleh lembaga tatanaiaga setiap mengeluarkan satu rupiah untuk aktivitas tataniaga. Rincian terkait rasio keuntungan dan biaya pada sistem tataniaga tomat Desa Tugumukti disetiap saluran tataniaga yang terbentuk dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan hasil olahan data pada Lampiran 4, saluran tataniaga I mempunyai nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 0,60 yang berarti setiap Rp 100,00 yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga pada saluran I akan memberikan keuntungan sebesar Rp 60,00. Pada saluran I, biaya terbesar ditanggung oleh PKPAB yaitu sebesar Rp 502,00 per kilogram tomat. Hal ini dikarenakan PKPAB banyak melakukan fungsi tataniaga mulai dari mengambil tomat di tingkat petani sampai akhirnya berjualan di pasar. Pada kondisi ini, PKPAB mengalami kerugian apabila menjual tomat grade B dan C kepada pedagang pengecer, namun hal tersebut tetap dilakukan oleh PKPAB untuk menjaga hubungan dengan pedagang pengecer. Keuntungan terbesar dinikmati oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 473,02 per kilogram tomat. Pada saluran II terlihat nilai rasio keuntungan terhadap biaya adalah 1,31. nilai ini memiliki arti bahwa setiap Rp 100,00 biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga selama proses tataniaga berlangsung, maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp 131,00. Total biaya yang dikeluarkan pada saluran ini adalah sebesar Rp 654,08 per kilogram tomat. pada saluran ini lembaga tataniaga yang telibat hanya PKPAB yang menjual langsung tomat dari petani kepada konsumen. Dalam kondisi ini PKPAB berperan sebagai pedagang pengecer dan 109 menjual tomat kepada konsumen dengan harga yang sama dengan pedagang pengecer pada umumnya di Pasar Andir Bandung. Nilai rasio keuntungan dan biaya yang terbentuk pada saluran III adalah sebesar 0,95 yang artinya setiap Rp 100,00 biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp 95,00. Pada saluran ini biaya terbesar dikeluarkan oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 952,14 per kilogram tomat. Biaya sebesar ini dikeluarkan oleh pedagang pengecer untuk aktivitas fungsi tataniaga baik berupa pengangkutan, biaya retribusi pasar, biaya ternaga kerja harian dari siang hingga tengah malam biaya sortasi ulang untuk memisahkan tomat yang susut dan biaya yang harus ditanggung akibat penyusutan tomat yang terjadi. PBPIC hanya menanggung biaya sebesar Rp 64,00 per kilogram yang digunakan untuk retribusi pasar, bongkar muat dan tenaga kerja harian. Biaya yang terjadi pada PBPIC pada saluran ini kecil karena sebagian besar biaya tataniaga dibebankan kepada petani. Saluran tataniaga IV merupakan saluran yang hanya terdapat satu buah lembaga tataniaga dalam salurannya, yaitu PBPIC, namun memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang paling besar dibandingkan dengan saluran tataniaga lain. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran IV adalah sebesar 7,16. Artinya, setiap Rp 100,00 biaya yang dikeluarkan dalam proses tataniaga pada saluran IV, maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp 716,00. Hal ini dapat terjadi karena PBPIC hanya mengeluarkan biaya tataniaga Rp 64,00 per kilogram tomat dan menentukan keuntungan sebesar Rp 381,91 per kilogram tomat. Sebagian besar biaya tataniaga ditanggung oleh petani yang tergabung dalam saluran ini yaitu sebesar Rp 502,00 per kilogram. Namun sebagai informasi, dalam kondisi ini PBPIC menjual langsung tomat kepada konsumen yang menurut keterangan PBPIC rata-rata adalah pengusaha restoran dan kareting makanan. Volume penjualan yang terjadi pada saluran ini relatif sangat kecil dibandingkan dengan PBPIC menyalurkan tomat melalui pedagang pengecer. Hal ini dikarenakan frekuensi transaksi yang dilakukan tidak berlangsung secara rutin dan sistem jual-beli yang terjadi tidak menghendaki adanya hubungan yang khusus antara PBPIC dengan konsumen tersebut. 110 Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran tataniaga V adalah 0,59. Artinya, setiap Rp 100,00 biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga pada saluran tersebut akan memberikan keuntungan sebesar Rp 59,00. Pada saluran ini, biaya tataniaga terbesar dikeluarkan oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 761,22 untuk setiap kilogram tomat yang akan dijual. Pedagang pengecer juga merupakan pihak yang mendapatkan keuntungan terbesar dalam saluran tataniga V yaitu sebesar Rp 477,74 per kilogram tomat. Pada saluran tataniaga terakhir, yaitu saluran tataniaga VI, nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang tebentuk adalah 0,49. Artinya, setiap Rp 100,00 biaya yang dikeluarkan maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp 49,00. Lembaga tataniaga yang beroperasi pada saluran ini hanya PBPIK yang menjual tomat langsung kepada konsumen restoran dan katering makanan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari PBPIK, volume penjualan langsung kepada konsumen tidak terjadi secara rutin. Konsumen hanya datang sesekali untuk membeli tomat kepada PBPIK karena tidak ada ikatan khusus antara PBPIK dan konsumen tersebut sehingga konsumen bebas membeli tomat kepada siapa saja. Akibatnya volume penjualan pada saluran tataniaga VI relatif lebih sedikit dibandingkan dengan volume penjualan pada saluran V.

6.9 Analisis Efisiensi Tataniaga