Analisis Marjin Tataniaga Sistem tataniaga tomat (Kasus di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat

101 konsumen, hanya sebatas hubungan jual-beli lepas. Artinya, tidak terdapat hubungan kerjasama khusus antara PBPIK dan pedagang pengecer. Berdasarkan hasil analisis di atas, terlihat bahwa petani memiliki memiliki kesulitan untuk dapat memilih alternatif saluran lain. Khususnya petani yang pernah meminjam sejumlah uang kepada pedagang pada saluran III dan IV dan pinjamian modal tersebut belum dilunasi. Namun kondisi ini sebenarnya dapat diperbaiki selama petani mau untuk memperbaiki kondisi permodalan usaha mereka. Petani hendaknya mencoba untuk melunasi pinjaman modal yang pernah diberikan oleh pedagang dengan tetap menjaga hubungan baik dengan pedagang tersebut. Dengan demikian petani akan mendapatkan kesempatan untuk memasarkan tomat pada alternatif saluran lain yang relatif lebih baik. Selain itu, petani hendaknya lebih bersikap profesional dalam menjalankan usahanya. Artinya, petani harus bisa membedakan antara hubungan kerjasama bisnis dan hubungan kerluarga. Hal ini bertujuan untuk menjaga kekuatan tawar petani. Di sisi lain petani juga harus lebih profesional dalam mengelola keuangan usahanya dengan mengalokasikan penerimaan dari hasil panen untuk kegitatan budidaya berikutnya. Dengan demikan, petani tidak mengalami kesulitan permodalan untuk masa produksi berikutnya.

6.6 Analisis Marjin Tataniaga

Pendekatan analisis yang dapat digunakan dalam menentukan tingkat efisiensi operasional suatu saluran tataniaga salah satunya adalah dengan melihat marjin tataniaga. Marjin tataniaga total adalah penjumlahan seluruh biaya-biaya operasional tataniaga yang dikeluarkan ditambah dengan besaran keuntungan yang diambil oleh setiap lembaga tataniaga selama proses tataniaga berlangsung. Biaya tataniaga merupakan sejumlah uang yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga selama proses tataniaga tomat berlangsung. Dilihat dari aktivitas yang dilakukan, biaya tataniaga dikeluarkan untuk aktivitas sortasi dan grading tomat, pengemasan, pengangkutan, bongkar muat, tenaga kerja, retribusi pasar dan penyusutan. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh masing – masing lembaga tataniaga dipengaruhi dari banyaknya penanganan yang dilakukan terhadap tomat. Keuntungan tataniaga merupakan selisih antara harga jual dengan harga beli tomat yang telah dikurangi komponen biaya tataniaga, yang diterima oleh masing- 102 masing lembaga tataniaga. Analisis marjin tataniaga dilakukan mulai dari tingkat petani tomat di Desa Tugumukti, PKPAB, PBPIC, PBPIK dan pedagang pengecer di masing-masing pasar. Analisis marjin tataniaga dibedakan menjadi tiga wilayah pasar, yaitu analisis marjin pada saluran tataniaga di Pasar Andir Bandung, Pasar Induk Cibitung Bekasi dan Pasar Induk Kramat Jati Jakarta. Pada setiap saluran di wilayah pasar yang dianalisis, analisis marjin tataniaga tomat juga dibedakan menjadi tiga grade tomat, yaitu tomat grade A, grade B dan grade C. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran spesifik terkait analisis marjin tataniaga pada setiap saluran pemasaran dengan grade tomat yang berbeda pada tiap salurannya yang dapat dilihat pada Tabel 26. Analisis marjin ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Tabel 26. Analisis Marjin Tataniaga Tomat pada Sistem Tataniaga Tomat di Desa Tugumukti Bulan Mei 2012 Uraian Rpkg Saluran Tataniaga I RpKg II RpKg III RpKg IV RpKg V RpKg VI RpKg Petani Harga jual 1991,67 55,97 1991,67 55,97 2117,13 50,35 2117,13 78,85 2306,67 56,32 2306,67 82,18 Biaya 0,00 - 0,00 - 501,25 12,63 501,25 14,16 200,00 16,24 200,00 20,41 Ped. BesarKecil Harga Beli 1991,67 55,97 1991,67 55,97 2117,13 50,35 2117,13 78,85 2306,67 56,32 2306,67 82,18 Biaya 502,00 15,41 654,08 19,52 64,00 1,61 64,00 2,61 318,00 8,12 318,00 12,13 Keuntungan 92,95 0,94 860,44 23,92 458,49 11,50 458,49 18,54 157,81 3,88 157,81 5,68 Harga Jual 2586,61 72,32 3506,19 100 2639,61 63,46 2639,61 100 2782,47 68,32 2782,47 100 Marjin 594,95 16,35 1514,52 44,03 522,49 13,11 522,49 21,15 475,81 12 475,81 17,82 Pengecer Harga Beli 2586,61 72,32 2639,61 63,46 2782,47 68,32 Biaya 443,55 13,65 952,14 24,02 761,22 19,62 Keuntungan 476,02 14,04 505,96 12,51 477,74 12,06 Harga Jual 3506,19 100 4097,71 100 4021,43 100 Marjin 919,57 27,68 1458,10 36,54 1238,96 31,68 Total Biaya 945,55 29,06 654,08 19,52 1517,39 38,27 565,25 23,02 1279,22 32,84 518,00 19,76 Total Keuntungan 568,97 14,97 860,44 23,92 964,44 24,01 458,49 18,54 635,55 15,94 157,81 5,68 Total Marjin 1514,52 44,03 1514,52 44,03 1980,59 49,65 522,49 21,15 1714,76 43,67 475,81 17,82 Informasi pada Tabel 26 memberikan gambaran bahwa harga tomat yang diterima petani berbeda. Hal tersebut terjadi karena tata cara penentuan harga jual tomat di tingkat petani oleh pedagang besarkecil relatif berbeda. Harga tomat terendah di tingkat petani ada pada saluran saluran I dan II yaitu Rp 2625,00 untuk grade A, Rp 2175,00 untuk grade B dan Rp 1175,00 untuk grade C dengan 103 rata-rata harga tomat Rp 1991,67 per kilogram. Pada saluran tersebut petani menjual tomat kepada PKPAB. Hal ini disebabkan oleh petani yang tidak memberikan nilai tambah pada tomat yang dijual dan pedagang memiliki peranan yang dominan dalam menentukan harga tomat dibandingkan dengan petani. Namun apabila harga tomat di tingkat petani telah dikurangi biaya tataniaga, maka harga tomat terendah justru terdapat pada saluran III dan IV yaitu Rp 2282,08 untuk grade A, Rp 1818,75 untuk grade B dan Rp 746,80 untuk grade C dengan rata-rata harga tomat Rp 2117,13 per kilogram. Pada saluran tersebut petani menyalurkan tomat ke Pasar Induk Cibitung Bekasi dimana aturan jual-beli yang berlaku antara petani dan pedagang mengharuskan petani untuk melakukan aktivitas fungsi tataniaga seperti sortasi dan grading, pengemasan dan pengangkutan. Aktivitas ini memerlukan biaya dan petani adalah pihak yang menanggung biaya-biaya tersebut sehinga harga tomat yang sebenarnya diterima justru lebih rendah daripada harga yang diterima oleh petani disaluran lainnya. Dari kondisi ini terlihat ada ketidakadilan dari aturan yang berlaku dimana aktivitas fungsi tataniaga yang dilakukan petani tidak memberikan nilai tambah kepada petani, justru petani mendapatkan nilai yang lebih kecil atas apa yang mereka lakukan. Perbedaan harga jual tomat juga terjadi pada tingkat pedagang besarkecil kepada pedagang pengecer, pedagang besarkecil kepada konsumen maupun harga jual tomat dari pedagang pengecer kepada konsumen. Perbedaan yang terjadi dikarenakan setiap lembaga tataniaga memiliki pertimbangan dan perhitungan masing-masing dalam menentukan harga jual tomat yang dipengaruhi oleh biaya- biaya yang dikeluarkan dan besaran keuntungan yang ini diperoleh. Berdasarkan informasi pada Tabel 28, biaya tataniaga tertinggi dalam sistem tataniaga tomat di Desa Tugumukti Mei 2012 terdapat pada saluran III yaitu sebesar Rp 1517,39 per kilogram tomat. Penyebab tingginya biaya tataniaga yang terjadi pada saluran ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat, banyaknya aktivitas fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga selama proses tataniaga tomat pada saluran III, kurang baiknya manajemen masing-masing lembaga tataniaga dalam menekan biaya efisiensi tataniaga yang mereka lakukan. 104 Biaya tataniaga terkecil terjadi pada saluran tataniaga tomat VI yaitu Rp 518,00 per kilogram tomat. Kecilnya marjin pada saluran VI disebabkan jumlah lembaga tataniaga yang terlibat relatif sedikit dan biaya dari aktivitas fungsi tataniaga juga tidak terlalu banyak. Namun pada saluran ini, volume tomat yang disalurkan relatif sedikit dibandingkan dengan saluran V pada pasar yang sama. Berdasarkan informasi yang diperoleh dan hasil pengamatan di lapangan, sebagian besar tomat disalurkan PBPIK melalui pedagang pengecer, sedangkan tomat yang langsung dijual oleh PBPIK kepada konsumen katering dan restoran relatif lebih sedikit karena frekuensi pembelian yang dilakukan oleh konsumen cenderung tidak rutin. Kondisi serupa juga terjadi pada saluran IV bila dibandingkan dengan saluran III. Volume tomat yang dipasarkan melaui saluran IV relatif lebih sedikit dibandingkan dengan volume tomat yang dipasarkan melalui saluran III. Dilihat dari segi total marjin tataniaga, marjin tataniaga tertinggi pada sistem tataniaga tomat di Desa Tugumukti pada Bulan Mei 2012 terjadi pada saluran tataniaga III yaitu sebesar Rp 1980,59 49,65 untuk setiap satu kilogram tomat diikuti dengan saluran tataniaga V yaitu Rp 1714,76 per kilogram 43,67 dan saluran I dan II sebesar Rp 1514,52 per kilogram . Penyebab tingginya marjin tataniaga dikarenakan biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh setiap lembaga tataniaga cukup tinggi dan setiap lembaga tataniaga menginginkan keuntungan besar sehingga lembaga tataniaga menjual tomat dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi dan menutupi biaya-biaya yang telah dikeluarkan. Di samping itu, apabila ditelusuri di tingkat petani, marjin yang tinggi dapat disebabkan tata cara penentuan harga yang tidak adil dan terbuka, posisi tawar petani yang lebih rendah sehingga petani mendapatkan harga yang rendah. Di samping itu adannya ikatan kerjasama yang berlandaskan hutang memaksa petani hanya menjual tomat kepada satu orang pedagang. Apabila dilihat dari tingkat keuntungan yang diperoleh, maka keuntungan terbesar pada sistem tataniaga tomat terdapat saluran tataniaga III yaitu sebesar Rp 964,44 per kilogram tomat. Kondisi ini dapat terjadi disebabkan sistem jual-beli yang dilaksanakan, khususnya di tingkat petani, cenderung kurang baik. Artinya, sistem jual-beli petani tidak mendapatkan kepastian harga tomat pada saat 105 mengirimkan tomat kepada pedagang, petani tidak mendapatkan nilai tambah akan aktivitas fungsi tataniaga yang mereka lakukan. Di samping itu, pedagang memiliki peranan yang sangat dominan dalam penentuan harga tomat ke petani dan pengecer sehingga kondisi ini dapat dimanfaatkan pedagang besar untuk meraup keuntungan yang besar dalam volume jual yang besar pula. Total kuntungan terkecil dalam sistem tataniaga tomat terjadi pada saluran VI yaitu sebesar Rp 157,81 per kilogram. Hal ini disebabkan lembaga tataniaga yang telibat dalam saluran tersebut relatif sedikit, walaupun petani yang terdapat pada saluran VI hanya satu orang namun petani tersebut memiliki posisi tawar sehingga pedagang tidak bisa seenaknya menetapkan harga yang rendah kepada petani, dan hal lain yang mempengaruhi adalah kondisi Pasar Induk Kramat Jati yang tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Menurut keterangan yang diperoleh, petugas pasar di Pasar Induk Kramat Jati selalu melakukan pemantauan harga-harga sayuran, termasuk tomat, sehingga pedagang tidak bisa seenaknya dalam menentukan harga.

6.7 Analisis Farmer’s Share