Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Karakteristik Petani Responden

49 sedangkan produktivitas tomat di Desa Tugumukti pada tahun 2011 adalah 28 tonha.

5.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Berdasarkan Laporan Profil Desa Tugumukti Tahun 2011, tercatat bahwa jumlah penduduk Desa Tugumukti pada tahun tersebut adalah 6.108 orang yang terdiri dari 3.076 orang laki-laki dan 3.032 orang perempuan. Pada tahun 2011, jumlah kepala keluarga yang terdapat di Desa Tugumukti ini adalah 1.899 kepala keluarga. Dari total jumlah penduduk, kelompok umur terbesar berada di rentang umur 0 – 10 tahun yang berjumlah 1.071 orang. Jumlah penduduk yang berada dalam usia produktif sedikit lebih banyak dibandingkan dengan penduduk yang tidak berada dalam usia produktif. Proporsi penduduk yang berada dalam usia produktif adalah 3.169 orang 51,9 , sedangkan proporsi jumlah penduduk tidak termasuk ke dalam golongan usia produktif adalah 2.939 orang 48,1 dari total penduduk. Menurut Tjiptoherijanto 2001 penduduk yang termasuk kedalam golongan angkatan kerja produktif yakni berkisar antara usia 16 – 64 tahun. Tabel 14. Jumlah Penduduk Desa Tugumukti Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2011 Mata Pencaharian Jumlah Penduduk orang Buruh Tani 1.450 Petani 1.370 Peternak 972 Karyawan Swasta 911 Pedagang Keliling 40 PNS 14 Pengusaha Kecil 20 Pembantu RT 12 Lain-lain 36 Sumber : Laporan Profil Desa Tugumukti, 2011 Apabila dilihat berdasarkan mata pencahariannya pada Tabel 14, sebagian besar penduduk Desa Tugumukti bermatapencaharian di bidang pertanian. Tercatat sebesar 1.370 orang bermatapencaharian sebagai petani dan 1.450 orang sebagai buruh tani. Petani dalam hal ini adalah orang yang melakukan usaha di bidang pertanian di sebidang lahan, baik lahan milik pribadi maupun lahan 50 sewaan, dan memiliki hak atas hasil panen usahataninya. Buruh tani adalah orang yang diupah untuk melakukan pekerjaan tani oleh petani.

5.3 Karakteristik Petani Responden

Dalam penelitian ini, sumber informasi dan data diperoleh dari petani responden. Responden dalam penelitian ini adalah petani yang aktif melakukan usahatani tomat setiap tahunnya. Jumlah petani responden yang dipilih adalah sebanyak 20 orang dimana penentuan responden dilakukan secara sengaja purposive dengan bantuan informasi dari kepala desa dan sesama petani tomat di Desa Tugumukti. Para petani responden pada umumnya menjadikan bertani sayuran sebagai pekerjaan utama dan beberapa dari mereka juga bermatapencaharian sebagai peternak sapi perah ataupun pedagang. Petani responden melakukan budidaya sayuran dengan sistem tumpang sari dua sampai tiga jenis tanaman dalam satuan lahan per satu kali produksi. Sayuran yang dibudidayakan oleh petani responden cukup beragam diantaranya tomat, cabai keriting, brokoli, bunga kol, buncis dan labu siam. Sehingga dalam setahun, petani responden dapat membudidayakan beberapa jenis tanaman sayuran sebagai penghasilan utama mereka. Adapun yang mendasari petani responden melakukan sistem tanam tumpang sari ini adalah untuk meminimalisir terjadinya berbagai risiko yang dapat menurunkan pendapatan mereka, baik itu risiko gagal panen maupun risiko harga yang mereka terima. Dari hasil wawancara, diperoleh karakteristik umum dari petani responden meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman dalam membudidayakan tanaman tomat yang dilihat dari segi waktu dan luas lahan garapan. Data mengenai identitas petani dapat dilihat pada Tabel 15. Dilihat dari segi umur, kelompok usia petani responden mayoritas berada pada rentang usia 31 – 50 tahun yaitu sebanyak 10 orang 50 dari total petani yang menjadi responden dalam penelitian ini. Peringkat kedua ditempati oleh petani dengan rentang usia lebih dari atau sama dengan 51 tahun sebanyak sembilan orang 45 dan sebanyak satu orang responden 5 dari total reponden berusia kurang dari atau sama dengan 30 tahun. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa mayoritas petani masih berada dalam usia produktif, namun di 51 sisi lain cukup banyak petani responden yang akan memasuki usia tua. Kondisi ini tentunya akan berpengaruh kepada kondisi kesehatan dan kinerja petani-petani yang akan memasuki masa tuanya. Tabel 15. Karakteristik Petani Responden di Desa Tugumukti Karakteristik Jumlah orang Persentase Umur 30 tahun 1 5 31 – 50 tahun 10 50 51 tahun 9 45 Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD 1 5 Tamat SD 12 60 Tamat SMP 5 25 Tamat SMA 1 5 Perguruan Tinggi 1 5 Pengalaman Bertani 10 tahun 2 10 10 – 20 tahun 5 25 20 tahun 13 65 Luas Lahan Garapan 0,5 ha 5 25 0,5 – 1 ha 6 30 1 – 2 ha 3 15 2 ha 6 30 Karakteristik petani responden yang diperoleh dari hasil wawancara adalah tingkat pendidikan formal yang mereka jalani. Mayoritas petani hanya menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar SD yaitu 12 orang 60. Satu orang 5 petani tidak menyelesaikan pendidikan SD, lima orang petani 25 telah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama SMP atau sederajat. Dari 20 orang petani responden, satu orang 5 telah menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas SMA atau sederajat dan satu orang 5 merupakan lulusan dari perguruan tinggi. Tingkat pendidikan berpengaruh kepada sikap dan pola pikir serta kemampuan petani dalam melakukan dan mengembangkan usahanya di bidang yang mereka geluti, khususnya di bidang budidaya pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa faktor pengalaman dalam bertani merupakan salah satu modal yang cukup berpengaruh dalam meraih keberhasilan dalam bertani bagi para responden. Berasarkan hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa sebanyak 13 responden 60 telah berpengalaman lebih dari 20 52 tahun. Sebanyak lima orang responden 25 berada dalam rentang pengalaman antara 10 – 20 tahun, sedangkan sisanya yaitu 2 orang responden 10 baru menggeluti bidang pertanian kurang dari 10 tahun. Dilihat dari lahan yang digunakan untuk usahatani sayuran tersebut, luasan lahan yang digunakan cukup beragam, mulai dari 0,15 ha atau lebih dari 0,15 ha. Status kepemilikan lahan yang dikelola petani untuk melakukan kegiatan usahatani pada umumnya milik sendiri yang ditambah dengan lahan sewaan sebagai tambahan lahan untuk melakukan kegiatan pertaniannya. Beberapa petani yang memiliki lahan sendiri mendapatkan lahan tersebut sebagai warisan keluarga, sebagian dibeli oleh petani sebagai pengembangan usaha. Disisi lain, petani juga menyewa lahan dengan sistem sewa dengan jangka waktu tertentu. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, ada sebanyak 6 orang petani 30 masing masing memiliki luas lahan garapan lebih dari dua hektar. Di samping itu, ada tiga orang petani 15 masing-masing memiliki luas lahan garapan antara 1 – 2 hektar, enam orang petani 30 dengan luas lahan garapan masing-masing 0,5 – 1 ha. Sisanya, yaitu lima orang 25 memiliki luas lahan garapan kurang dari 0,5 ha. Lahan ini merupakan lahan yang digunakan petani untuk proses budidaya berbagai tanaman sayuran, tidak hanya tomat. Petani tidak bisa memberikan gambaran spesifik terkait luasan lahan yang digunakan untuk budidaya tomat, karena pola tanam yang mereka lakukan adalah tumpang sari beberapa tanaman sayuran pada satu musim tanam di sebidang lahan yang mereka miliki. Luas lahan garapan ini merupakan akumulasi dari lahan pribadi dan lahan sewa dari masing-masing petani. Luas lahan yang dimiliki petani memberikan gambaran terhadap jumlah produksi tomat dan sayuran lainnya. Semakin luas lahan garapan yang dimiliki petani maka kapasitas produksi yang dapat dihasilkan akan semakin tinggi. Informasi lebih lengkap terkait karakteristik petani responden dapat dilihat pada Lampiran 1.

5.4 Karakteristik Pedagang Responden