Perumusan Masalah Sistem tataniaga tomat (Kasus di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat

7 Pada Tabel 7, luas panen tomat di Kecamatan Cisarua pada tahun 2011 merupakan luas panen nomor dua terbesar setelah Kecamatan Sindangkerta. Luas panen tomat Kecamatan Cisarua pada tahun 2011 adalah 102 ha dan luas panen tomat Kecamatan Sindangkerta adalah 205 ha. Namun pada tahun yang sama, Kecamatan Cisarua mampu memproduksi tomat lebih banyak dan terbesar dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Bandung Barat yaitu mencapai 7474 ton dan kemudian diikuti oleh kecamatan Sindangkerta sebesar 5610 ton. Kondisi ini meberikan informasi bahwa Kecamatan Cisarua merupakan salah satu sentra produksi tomat di Kabupaten Bandung Barat. Salah satu desa di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat dimana petaninya aktif dalam membudidayakan tomat adalah adalah Desa Tugumukti. Pada tahun 2011 tercatat Desa Tugumukti memiliki luas lahan tomat sebesar 42 ha, yang artinya Desa Tugumukti memiliki sekitar 41 persen dari total luas lahan tomat di Kecamatan Cisarua Laporan Profil Desa Tugumukti, 2011. Di sisi lain, petani di desa ini sudah sejak lama membudidayakan tomat dan berbagai tanaman sayuran lainnya. Kondisi agroklimat yang ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat merupakan salah satu faktor pendukung bagi petani di Desa Tugumukti ini untuk terus membudidayakan tomat sampai sekarang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Sayur-sayuran, termasuk di dalamnya tomat, memiliki sifat atau karakteristik yang mudah rusak sehingga mengharuskan sebuah proses tataniaga yang cepat untuk menekan tingkat kerusakan yang mungkin terjadi. Di samping itu, untuk meminimalisir kerusakan pada komoditi tomat, petani harus melakukan penanganan pasca panen yang baik. Penanganan pasca panen yang kurang baik nantinya akan menurunkan kualitas tomat dan akan berimplikasi pada turunnya harga tomat yang dibayar oleh konsumen dalam bentuk harga jual tomat itu sendiri dan akhirnya akan berdampak pada pendapatan yang diterima oleh petani. Berdasarkan data dari DISTANBUNHUT 2012, hasil produksi tomat di Kecamatan Cisarua dari bulan Juni hingga Desember 2011 berfluktuasi. Hasil produksi terendah berada pada bulan Oktober 2011 yaitu sebanyak 420 ton, sedangkan hasil produksi tomat tertinggi panen raya berada pada bulan 8 Desember 2011 yaitu mencapai 665 ton. Kondisi ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Produksi Tomat di Tingkat Petani di Kecamatan Cisarua, Kab. Bandung Barat Juni – Desember 2011 Bulan Ton Juni 570 Juli 630 Agustus 590 September 630 Oktober 420 Nopember 480 Desember 665 Total 3985 Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kab. Bandung Barat, 2012 diolah Di samping petani menghadapi resiko kerusakan produk yang terlihat dari hasil panen tomat, petani juga dihadapkan dengan fluktuasi harga tomat di pasar. Fluktuasi harga tomat pada umumnya dipengaruhi oleh permintan dan penawaran tomat yang terjadi di pasar. Hal ini nantinya akan berpengaruh kepada harga tomat di tingkat petani dan pendapatan petani tomat di Kecamatan Cisarua yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 . Harga Rata-rata per Bulan Komoditi Tomat di Tingkat Petani di Kecamatan Cisarua, Kab. Bandung Barat Juni – Desember 2011 Bulan Harga RpKg Juni 2.000 Juli 3.000 Agustus 1.500 September 2.000 Oktober 2.000 Nopember 3.000 Desember 6.500 Rata-rata 2.857 Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kab. Bandung Barat, 2012 diolah 9 Berdasarkan Tabel 9, harga rata-rata tomat di tingkat petani di Kecamatan Cisarua dalam tiap bulan kurun waktu tujuh bulan, mulai bulan Juni sampai Desember tahun 2011 sangat fluktuatif yang relatif mengikuti harga tomat di pasar. Harga rata-rata per kilogram tomat yang terjadi adalah Rp 2.857,00. Harga terendah terjadi di bulan Agustus yaitu Rp 1.500,00 per kilogram, sedangkan harga tertinggi terjadi di bulan Desember yaitu Rp 6.500,00 per kilogram dimana pada bulan tersebut sedang terjadi panen raya di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Tabel 10 . Harga Rata-rata per Bulan Komoditi Tomat di Pasar Induk Kramat Jati Juni – Desember 2011 Bulan Harga RpKg Juni 5.695 Juli 5.825 Agustus 3.211 September 2.340 Oktober 2.620 Nopember 4.210 Desember 9.350 Rata-rata 4.750 Sumber : Diperta Provinsi Jawa Barat, 2011 diolah Fluktuasi harga juga terjadi di Pasar Induk Kramat Jati PIK. Berdasarkan Tabel 10, harga tomat pada kurun waktu tujuh bulan mulai Juni sampai Desember 2011 di Pasar Induk Kramat Jati PIKJ sangat fluktuatif. Harga rata-rata tomat di PIKJ adalah Rp 4.750,00 per kilogram dimana harga terendah terjadi di bulan September 2011 yaitu Rp 2.340,00 per kilogram dan harga tertinggi bisa mencapai Rp 9.350,00 per kilogram yang terjadi di bulan Desember 2011. Berdasarkan informasi di atas, harga tomat di petani memiliki kecenderungan lebih rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar. Rata-rata harga tomat yang diterima petani di Kecamatan Cisarua dalam kurun waktu tersebut adalah Rp 2.857,00 per kilogram, sedangkan harga rata-rata di PIKJ adalah Rp 4.750,00 per kilogram. Terdapat marjin harga sebesar Rp 1893,00 per kilogram atau sebesar 40 persen dari harga tomat yang dibayarkan 10 oleh konsumen. Rata-rata marjin harga terkecil terjadi pada bulan September dimana marjin hanya sebesar Rp 340,00 per kilogram, sedangkan rata-rata marjin terbesar terjadi pada bulan Juni dimana marjin harga mencapai Rp 3.695,00 per kilogram. Hal ini menandakan bahwa terdapat perbedaan harga yang besar dalam tataniaga tomat yang akan berpengaruh kepada efisiensi harga dalam tataniaga komoditi tomat yang terjadi. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, petani menghadapi keterbatasan akses saluran tataniaga dan informasi pasar. Di samping itu, petani diharusan untuk segera menjual hasil panennya agar terhindar dari risiko kerusakan produk. Hal ini seringkali memaksa petani menjual hasil panennya sesegera mungkin dengan harga yang telah ditentukan oleh lembaga tataniaga yang ada. Hal ini mengindikasikan bahwa petani memiliki posisi tawar yang lebih rendah dibandingkan dengan lembaga tataniaga yang berdampak pada ketidakmampuan petani tomat untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi yang berimplikasi pada penerimaan petani tomat. Berdasarkan hasil survey awal di lapangan, petani Desa Tugumukti memiliki kecenderungan memasarkan produknya hingga konsumen melalui perantara yang biasa disebut dengan lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga merupakan pihak-pihak perantara yang melakukan aktivitas fungsi tataniaga sehingga tomat bergerak dari petani ke konsumen dalam suatu sistem tataniaga. Petani tomat di Desa Tugumukti dihadapkan pada berbagai lembaga tataniaga perantara dalam memasarkan tomat. Keberagaman lembaga tataniaga, baik dari segi jumlah maupun dari segi karakteristik lembaga, yang dihadapi oleh petani pada akhirnya akan berdampak pada beragamnya alternatif saluran tataniaga yang dihadapi dan bedampak pada bervariasinya harga jual, kentungan dan biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini pada akhirnya berdampak pada harga tomat di tingkat konsumen akhir. Analisis sistem tataniaga tomat dilakukan untuk mengetahui kondisi riil di lapangan terkait pelaksanaan sistem tataniaga tomat dan melihat tingkat efisiensi operasional saluran tataniaga yang terbentuk dalam sistem tataniaga tomat di Desa Tugumukti. Di samping itu penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadi margin tataniaga yang cukup tinggi dalam tataniaga tomat. 11 Saluran tataniaga tomat yang relatif lebih efisien dari beberapa saluran tataniaga yang terbentuk diharapkan dapat mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi setiap pihak yang terlibat dalam tataniaga tomat tersebut, termasuk di dalamnya bermanfaat bagi petani. Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana sistem tataniaga tomat di Desa Tugumukti, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat? 2. Dari sistem tataniaga tomat yang terbentuk di Desa Tugumukti, saluran mana yang relatif lebih efisien dilihat dari segi efisiensi operasional?

1.3 Tujuan Penelitian