Aktan XXXVII Skema Aktan dan Struktur Fungsional Cerita Serat Asmarasupi

clvi Situasi akhir dalam skema aktan XXXVI terjadi ketika Prabu Bajohran marah mendengar banyak prajuritnya yang gugur dalam peperangan. Ia mencari informasi siapa senapati perang musuh yang berperang melawan mereka.

4.1.37 Aktan XXXVII

Situasi awal pada skema aktan XXXVII dimulai ketika Pasukan Johanpirman telah sampai di Wandanpura. Demang Bajobali memasuki medan perang menunggang kuda sambil berkata lantang menantang lawan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Bajobali sigra miyosi ayuda anitih kuda putih ngagem pangawinan angrapaken turangga asumbar-sumbar ngajrihi anguwuh lawan papagen tandang mami Pupuh XLII, Pupuh Durma, bait ke 12, hlm. 420 „Bajobali segera masuk medan perang, menunggang kuda putih, membawa tombak, dikencangkan larinya kudanya, menantang-nantang menakutkan, menantang lawan, sambutlah perbuatan kami.‟ Tantangan Demang Bajobali Tombak Ki Patih Udara Demang Bajobali Ki Patih udara Demang Bajobali 143 clvii Tahap uji kecakapan dalam transformasi terjadi ketika Ki Patih Udara segera meminta ijin kepada raden untuk maju berperang melawan Bajobali. Ia lalu maju bersenjatakan tombak. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Kyanapatih gya pamit marang Rahadyan ingiden marang gusti anulya mring rana angagem pangawinan kudanira cinamethi mring rananggana samya wanter ing jurit Pupuh XLII, Pupuh Durma, bait ke 13, hlm. 420 „Ki Patih segera minta diri kepda Rahadyan, meminta ijin kepada sesembahan, lalu menuju peperangan, membawa tombak, kudanya dipecut, menuju peperangan, bersama cepat di peperangan.‟ Tahap utama dalam transformasi terjadi ketika Ki Patih Udara bertempur melawan Bajobali. Bajobali menusukkan tombak ke tubuh Patih Udara, namun ia tak bergeser. Tombak tersebut disambut dengan dada. Pertempuran Ki Patih Udara dengan Bajobali terlihat dalam kutipan berikut. Dangu campuh Sang Bajobali anumbak kipatih datan gingsir tinadhahan dhadha malah kongsi ping tiga gya males rekyanapatih dennya anumbak jaja anrus ing gigir Pupuh XLII, Pupuh Durma, bait ke 14, hlm. 420 „Lama bergelut Sang Bajobali menombak, ki patih tidak bergeser, ditahan dengan dada, malah sampai tiga kali, segera membalas ki patih, segera ditombak, dada terus ke punggung.‟ Tahap kegemilangan dalam transformasi terjadi ketika Ki Patih Udara berhasil membunuh Bajobali. Bajobali tewas tertembus tombak dari dada sampai ke punggung. Kematian Bajobali terlihat dalam kutipan berikut. Bajobali aniba pan kapisan gumuling aneng siti sigra ginosongan marang ing wadyanira wadya Islam surak sami kadi ampuhan anglir karengeng langit Pupuh XLII, Pupuh Durma, bait ke 15, hlm. 420-421 „Bajobali terjatuh sekali, berguling di tanah, segera digotong oleh bala tentaranya, bala tentara Islam bersorak bersama, bagaikan hujan angin, seperti terdengar sampai langit.‟ 144 clviii Situasi akhir dalam skema aktan XXXVII terjadi ketika mayat Bajobali digotong prajuritnya. Prajurit Islam sangat gembira mendengar kematian Bajobali.

4.1.38 Aktan XXXVIII