Aktan I Skema Aktan dan Struktur Fungsional Cerita Serat Asmarasupi

liii

4.1.1 Aktan I

Situasi awal pada skema aktan I dimulai dengan adanya keinginan Ki Arya Jayangtilam pergi berguru, bertapa dan mengembara guna memperdalam ilmu agama Islam. Keinginannya tersebut menyebabkan dirinya selalu bersedih, lupa makan dan tidur. Orang-orang di istana ikut merasa sedih melihat keadaan Ki Arya Jayangtilam. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Mila gung sungkaweng galih miyarsa ing aturira sakathahing para wadon yen kang putra gung sungkawa supe dhahar myang nendra sang Nata grahiteng kalbu emeng tyasira kalintang Sadaya samya prihatin sadaya kang para garwa tanapi wong dalem kabeh tuwin santana myang putra samya singkel sadaya sang Nata kelangkung ngungun … Pupuh I, Pupuh Asmaradana bait ke 10-11, hlm. 186-187 „Maka sang raja lagi bersedih hati, demi mendengar laporan, sebagian besar para wanita, bahwa putranya sedih melulu, lupa makan serta tidur, raja di dalam hati, tanggap akan kesedihan di dalam hati yang luar biasa. Keinginan Ki Arya Jayangtilam memperdalam ilmu agama Islam Prabu Bandariman dan ilmu kesaktian Ki Arya Jayangtilam Ki Arya Jayangtilam Permaisuri, pengawal kerajaan Ki Arya Jayangtilam Berguru, bertapa dan mengembara 40 liv Semua orang menjadi prihatin, semua para istri, dan orang di dalam istana semuanya, beserta kerabat dan putra, tanpa terkecuali sedihlah, sang raja pun sangat h eran sekali…‟ Tahap kecakapan pada transformasi ditandai penolakan permaisuri terhadap keinginan Ki Arya Jayangtilam untuk pergi mengembara. Permaisuri tidak ingin berpisah dengan anaknya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Kang garwa umatur aris kados pundi Srinarendra yen tamtu kesah rahaden kawula tan betah pisah lawan putra paduka… Pupuh I, Pupuh Asmaradana bait ke 18, hlm. 188 „Sang istri bersembah pelan, bagaimana ini sang Raja, bila putra tuan jadi benar-benar pergi, hamba tak tahan berpisah, dengan putra baginda…‟ Sang raja berusaha menenangkan hati permaisuri. Prabu Bandariman berkata bahwa semua itu telah menjadi kehendak Yang Mahakuasa. Prabu Bandariman mengijinkan anaknya mengembara dengan syarat membawa sejumlah pasukan pengawal. Tahap utama pada transformasi ditandai dengan usaha Ki Arya Jayangtilam menyelinap keluar istana pada malam hari. Sang pangeran tidak ingin pengembaraannya mendapatkan pengawalan pasukan kerajaan Bandaralim. Ki Arya Jayangtilam diam-diam menyelinap keluar istana ketika prajurit penjaga tertidur. Ia menggunakan ilmu kesaktiannya agar tembok istana yang tinggi menjadi rendah sehingga dapat dilompatinya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Tengah dalu wayahe kang wengi lir wong pejah kang kemit sadaya supe angreksa gustine mangkana raja-sunu arsa lolos ing tengah wengi anulya lumaksana rahaden ing wau medal anjog pupungkuran pager bata ingusap gya mendhak aglis anulya linumpatan Pupuh II, Pupuh Dhandhanggula bait ke 4, hlm. 189-190 41 lv „Tengah malam waktunya malam, seperti orang yang mati semua penjaga, tidak ingat menjaga gustinya, demikianlah raja-putra, bertekad hendak lolos pada tengah malam, akhirnya terlaksana, raden tadi, keluar sampai di halaman belakang, pagar bata diusap segera merendah kemudian dilompatinya.‟ Tahap kegemilangan pada transformasi ditandai dengan keberhasilan Ki Arya Jayangtilam pergi dari istana kerajaan Bandaralim. Ia lalu berjalan lurus ke arah barat daya sampai di hutan lebat. Situasi akhir pada skema aktan I ditandai dengan kepergian Ki Arya Jayangtilam pergi mengembara guna memperdalam ilmu agama Islam. Ki Arya Jayangtilam ditemani Ki Sangubrangta, abdinya yang berhasil menyusulnya di tengah hutan. Keduanya berjalan lewat tengah hutan ke arah barat laut. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Sigra wau rahaden lumaris lawan ingkang Marbot Sangubrangta katiwang-tiwang lampahe bang-bang wetan kadulu lampahira wau dyan mantri lawan Ki Sangubrangta ngaler-ngilen wau Rahaden angambah jurang tetes toya saking ardi langkung atis peperenging prawata Pupuh II, Pupuh Dhandhanggula bait ke 12, hlm. 192 „Segera tadi rahaden berjalan, dengan Marbot Sangubrangta, terlunta-lunta jalannya, sebelah timur terlihat, perjalanan tadi sang mantri, bersama Ki Sangubrangta, ke utara-barat tadi, rahaden melewati jurang, tetesan air dari gunung terasa dingin, melewati gunung.‟ 42 lvi

4.1.2 Aktan II