cviii „…Raden Asmarasupi, berkata dan menyembah kepada guru, bersedia
melaksanakan tugas, jangankan siang dan malam pun, bersedia melaksanakan perintah raja.
Hamba tinggal bekerja, Hanya ijin Gusti, dan berkah raja saja, itulah yang hamba junjung tinggi, dan yang kedua kemudian, berbuat menurut
petunjuk guru, meski sampai sakit, dan sampai mati, takkan mundur
hamba menyerah kepada takdir.‟ Situasi akhir dalam skema aktan XIX terjadi ketika Kyai Penghulu
Panatagama mengajak Ki Arya Jayangtilam makan bersama sebelum mengembara. Ia juga memberikan doa dan nasehat kepada Ki Arya Jayangtilam
agar selamat selama mengembara.
4.1.20 Aktan XX
Situasi awal pada skema aktan XX dimulai ketika Kyai Penghulu Panatagama meminta Ki Arya Jayangtilam unruk mencari obat untuk Putri
Purbaningsih. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Mila bapa amedal nenggih saking sajroning puri dinuta dhateng sang
Nata animbali sira gusti ing gerahe sang Dewi prayoganira den utus Kyai Penghulu
Panatagama
Ki Sangubrangta Ki Arya
Jayangtilam Retna Salbiyah
Ø
Obat Putri Purbaningsih
cix ngulati kang usada jejampine sang Retnadi darma bae pun bapa dadi
lanjaran Pupuh XXIII, Pupuh Sinom, bait ke 9, hlm. 312
„Maka bapak keluar, dari dalam istana, mendapat tugas dari sang raja, memanggilmu gusti, karena sakitnya sang Dewi, sebaiknya engkau yang
diutus, mencari obat, penyembuh sang cantik, aku hanya menjadi
perantara saja.‟ Tahap uji kecakapan dalam transformasi terjadi ketika Ki Arya
Jayangtilam bersedia melaksanakan tugas yang diberikan Kyai penghulu Panatagama kepadanya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
…Raden Asmarasupi matur manembah ing guru inggih dhateng sandika sampun siyang nadyan ratri anglampahi ayahan Srinaranata
Kawula darmi lumampah anaming idining Gusti kalawan berkahing Nata punika kang kula pundhi lawan ping kalih malih lumampah
sabdaning guru nedyan dhateng ing lara tuwin tekeng ing ngemasi tan suminggah papasthen kawula temah
Pupuh XXIII, Pupuh Sinom, bait ke 10-11, hlm. 312 „…Raden Asmarasupi, berkata dan menyembah kepada guru, bersedia
melaksanakan tugas, jangankan siang dan malam pun, bersedia melaksanakan perintah raja.
Hamba tinggal bekerja, Hanya ijin Gusti, dan berkah raja saja, itulah yang hamba junjung tinggi, dan yang kedua kemudian, berbuat menurut
petunjuk guru, meski sampai sakit, dan sampai mati, takkan mundur
hamba menyerah kepada takdir.‟
Tahap utama dalam transformasi terjadi ketika Ki Arya Jayangtilam memanggil Ki Sangubrangta. Ia mengajak Ki Sangubrangta menemaninya
mencari obat untuk Putri Purbaningsih. Sangubrangta bersedia. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
Pun marebot Sangubrangta ingandikan nuli prapti ing ngarsane Raden Putra Rahaden angandika aris lah paman kadipundi apa pakenira
tumut iya marang wakingwang matur Ki Sangubrangta pejah-gesang kawula tumut paduka
Pupuh XXIII, Pupuh Sinom, bait ke 10-11, hlm. 312 96
cx „Telah abdi Sangubrangta, dipanggil lalu datang, di depan Rahaden Putra,
Rahaden berkata pelan, lah paman bagaimana, apa engakau bersedia ikut, iya ikut aku, berkata Ki Sangubrangta, mati-
hidup hamba ikut paduka.‟ Ratna Salbiyah menangis karena kepergian Ki Arya Jayangtilam. Ia ingin
ikut mengembara mencari obat untuk Putri Purbaningsih. hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
Retna Sulbiyah karuna Rahaden dipun tangisi lah kakang guru kawula paran polahingsun kari kakang yen ta suwawi pejah-gesang lumuh
kantun kawula tumut kakang lara- pati ngong labuhi…
Pupuh XXIII, Pupuh Sinom bait ke 18, hlm. 314 „Ratna Salbiyah menangis, Rahaden ditangisi, oh kanda guru hamba.
Bagaimana tindakanku jika ditinggal, kanda jika berkenan, hidup mati tak ingin ketinggalan, hamba ikut kakang, sakit dan mati hamba bersedia
…‟ Ki Arya Jayangtilam menolak permintaan Ratna Salbiyah yang ingin ikut
dengannya mengembara mencari obat untuk Putri Purbaningsih. ia meminta agar adiknya tersebut mendoakannya agar cepat sampai tujuan. Rahaden memberikan
sembah kepada Kyai Penghulu Panatagama sebelum berangkat mengembara. Tahap kegemilangan dalam transformasi terjadi ketika Ki Arya
Jayangtilam dan Ki Sangubrangta memulai pengembaraannya mencari obat untuk Putri Purbaningsih. hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
Sangubrangta lampahe tansah neng pungkur prapteng jawi lawang lampahira datan nolih kang tinilar Ratna Salbiyah karuna
Pupuh XXIV, Pupuh Pocung bait ke 3, hlm. 316 „Sangubrangta jalannya selalu di belakang, sampai di luar pintu, jalannya
tanpa menoleh, yang ditinggal Ratna Salbiyah menangis.‟ Ki Arya Jayangtilam dalam tahap ini belum berhasil mendapatkan obat
untuk Putri Purbaningsih. ia baru memulai pengembaraannya mecari obat tersebut.
97
cxi Situasi akhir dalam skema aktan XX terjadi ketika Ki Arya Jayangtilam
dan Ki Sangubrangta memulai pengembaraannya untuk mencari obat Putri Purbaningsih. Jalannya lurus ke barat. Mereka sampai di negeri Ponakhusar yang
indah. Keduanya melanjutkan perjalanan dan hanya beristrirahat ketika waktu sholat tiba. Perjalanan Ki Arya Jayangtilam dan Ki Sangubrangta tersebut terlihat
dalam kutipan berikut. Pan kawingking padesan banjur alaju ngambah praja liyan larah-larahe
tulya sri kang den amabah talatah Ponakahusar ...
Amung guru kang kacipteng siyang-dalu lajeng lampahira anerajang wana sungil ngilen bener lampah amurang karya
Raden salat kalane amanjing wektu mung yen sampun bakda nusup wana jurang malih datan ana kaetang sajroning nala
Pupuh XXIV, Pupuh Pocung bait 7, 10 dan 11, hlm. 316-317 „Telah ditinggallkan pedesaan maka perjalanan pun dilanjutkan,
menginjak negeri lain, semuanya benar-benar indah, yang diinjak itu negeri Ponakhusar.
... Hanya guru yang dipikirkan siang malam, perjalanan pun diteruskan.
diterjanglah hutan yang sulit dilalui, lurus ke barat jalannya. Raden bersholat jika saatnya tiba, hanya setelah selesai, menelusup ke
dalam hutan dan jurang lagi, tak ter hitung dalam hati.‟
cxii
4.1.21 Aktan XXI