xcvi
4.1.16 Aktan XVI
Situasi  awal  pada  skema  aktan  XVI  dimulai  ketika  Ki  Arya  Jayangtilam berkeinginan  berguru  kepada  Kyai  Penghulu  Panatagama.  Kyai  Panatagama
adalah  seorang  guru  di  kerajaan  Sam  yang  sangat  terkenal  dan  memiliki  santri sebanyak  tiga  puluh  ribu  orang.  Ki  Arya  Jayangtilam  juga  ingin  mengaji  Kitab
Makali,  sebuah  kitab  yang  di  berikan  Panembahan  Adirasa  kepadanya  ketika menikah  dengan  Ambarullah.  Keinginan  Ki  Arya  Jayangtilam  untuk  berguru
kepada Kyai Penghulu Panatagama terlihat dalam kutipan berikut. Sang nata gupuh andangu apa na karsanireki rahadyan matur wotsekar
kawula miyarsa warti Kyapangulu natagama ing Ngesam pawarti luwih ...
Rajaputra  nembah  matur  kawularsa  teki-teki  puruhita  dhateng Ngesam...
Pupuh XIX, Pupuh Kinanthi, bait 15 dan 21, hlm. 291-292 „Raja tergopoh-gopoh bertanya, apa ada yang engkau kehendaki, rahaden
berkata  menyembah,  hamba  mendengar  berita,  Kyai  Penghulu Panatagama, di Ngesam kaya ilmu.
Berguru kepada Kyai Penghulu
Panatagama
Ki Sangubrangta, Khatib Sanjaya
Ki Arya Jayangtilam
Ambarullah, Panembahan
Adirasa Ki Arya
Jayangtilam Kyai Penghulu
Panatagama 83
xcvii ...
Putra raja menyembah, hamba hendak bertapa berguru, ke negeri Sa m...‟
Tahap  uji  kecakapan  dalam  transformasi  terjadi  ketika  Ki  Arya
Jayangtilam  meminta  ijin  kepada  Ambarullah  dan  Panembahan  Adirasa  untuk berguru  kepada  Kyai  Penguhulu  Panatagama.  Ambarullah  merasa  keberatan  bila
harus  berpisah  dengan  suaminya.  Ia  ingin  agar  dirinya  juga  ikut  serta  dalam pengembaraan  Ki  Arya  Jayangtilam,  namun  suaminya  menolak  dengan  alasan
pengembaraannya  akan  terganggu  bila  istrinya  ikut  serta.  Hal  tersebut  terlihat dalam kutipan berikut.
Tan antuk karya lelaku gusti anggawa pawestri mapan ingong puruhita angaji kitab srikawin duk ningkah kalawan sira srikawin Kitab Makali
Lawan  jangjine  amuruk  yen  ora  kelakon  yayi  yekti  ingsun  aduraka muruk durung pati paham mila arsa kesah yayi
Pupuh XIX, Pupuh Kinanthi, bait 8-9, hlm. 290 „Takkan berhasil tapaku, apabila membawa serta seorang istri, sebab aku
hendak  berguru,  mengaji  kitab  srikawin,  ketika  menikah  dengan  dikau, yakni Kitab Makali.
Aku berjanji hendak berguru, jika tak aku penuhi, maka sungguh durhaka aku ini, mengajar yang diajar belum begitu paham, oleh karena aku hendak
pergi.‟
Panembahan  Adirasa  juga  merasa  keberatan  bila  Ki  Arya  Jayangtilam harus meninggalkan dirinya dan Ambarullah. Panembahan Adirasa ingin agar Ki
Arya  Jayangtilam  tetap  bersamanya  dan  menjadi  raja  di  Baghdad.  Ki  Arya Jayangtilam  sebenarnya  tak  ingin  pergi  namun  terlanjur  suka  terhadap  ilmu.  Ia
bertekad  untuk  tetap  pergi  berguru  kepada  Kyai  Penghulu  Panatagama.  Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
Rajaputra nembah matur kawularsa teki-teki puruhita dhateng Ngesam sang Nata ngandika aris yen kena kulup lah aja paran polahingsun kari
xcviii Sira  umadega  ratu  aneng  Bagedad  Nagari  ingsun  nyawa  manakawan
amomong  jenengireki  kang  putra  apan  lenggana  kedah  kasmaran  ing ngelmi
Pupuh XIX, Pupuh Kinanthi, bait 21 dan 22, hlm.292-293 „Rajaputra menyembah berkata, hamba hendak bertapa, berguru ke negeri
Sam,  sang  raja  Berkata  dengan  halus, Jika  boleh  aku ingatkan  janganlah, betapa aku gelisah jika tinggalkan.
Engkau jadilah raja, di negeri Bagdad, anakku bagaikan nyawaku, menjadi pengasuh  anda,  sang  putra  sebenarnya  tidak  suka  pergi,  tetapi  gandrung
kepada ilmu‟ Panembahan  Adirasa  akhirnya  mengijinkan  Ki  Arya  Jayangtilam  pergi
berguru  dengan  syarat  membawa  pasukan.  Ki  Arya  Jayangtilam  menolaknya karena pengembaraannya akan menjadi sia-sia apabila ia membawa pasukan.  Ki
Arya  Jayangtilam  dan  Ki  Sangubrangta  berangkat  menuju  negeri  Sam  setelah mendapatkan restu dari Panembahan Adirasa.
Tahap  utama  dalam  transformasi  terjadi  ketika  Ki  Arya  Jayangtilam merasa  kebingungan  sesampainya  di  padepokan  milik  Kyai  Penghulu
Panatagama. Jumlah murid yang sangat banyak membuatnya sulit bertemu dengan Kyai  Penghulu  Panatagama.  Khatib  Sanjaya  yang  mengetahui  kebingungan  Ki
Arya  Jayangtilam  kemudian  datang  dan  membantunya  menemui  Kyai  Penghulu Panatagama. Bantuan Khatib Sanjaya kepada Ki Arya Jayangtilam terlihat dalam
kutipan berikut. Rahaden  lumebet  aglis  kalawan  Ki  Sangubrangta  kepethuk  keketib
mangke  kagyad  kiketib  Sajaya  alon  denira  nyapa  paran  karsa  sang binagus punapa karsa mareka
Dhateng  Jeng  Gusti  kiyai  Pangulu  Panatagama  daweg  tumut  kula angger mupung enggene adhakan wonten ing pamurukan Raden anunut
ing pungkur… Pupuh XX, Pupuh  Kinanthi bait ke 15-16, hlm. 296-297
xcix „Rahaden  segera  masuk,  disertai  Ki  Sangubrangta,  bertemu  khatib,
terkejutlah Khatib Sanjaya, perlahan ia menyapa, apa yang anda kehendaki orang tampan, apa kehendakmu.
Terhadap  Paduka  Tuan  Kyai,  Penghulu  Panatagama,  marilah  ikuti  hamba ananda, kebetulan tempat ia duduk, di tempat mengajar, Raden mengikuti
dari belakang.‟ Tahap  kegemilangan  dalam  transformasi  terjadi  ketika  Ki  Arya
Jayangtilam  berhasil  bertemu  Kyai  Penghulu  Panatagama.  Ki  Arya  Jayangtilam segera  menyembah  dan  mencium  kaki  Ki  Penghulu  Panatagama.  Kyai  Penghulu
Panatagama  merasa  Ki  Arya  Jayangtilam  bukanlah  orang  sembarangan  karena terpancar  cahaya  kerajaan  dari  dalam  dirinya.  Ia  kemudian  mengangkatnya
sebagai anak dan di beri gelar Ki Abdul  Asmarasupi. Hal tersebur terlihat dalam kutipan berikut.
...adhuh babo suteng ulun sira tun aku tenaya. Aja sira mondhik jawi tunggala ing jro kewala ana arinira wadon sawiji
atmaniningwang  sung  pengin  putra  lanang  ana  pasihan  Hyang  Agung pan sira putrengong lanang
...Kipangulu ngandika sira salina jejuluk namane santri kewala Ki  Abdul  Asmarasupi  ingsun  kulup  weh  peparab  raden  langkung
panuwune  sumangga  datan  lenggana  nadyan  pejah-gesanga  ing  karsa paduka ulun
Pupuh XX, Pupuh Asmaradana, bait 19-22, hlm. 297-298 …aduh wahai anakku, engkau kuaku anak.
Janganlah  engkau  tinggal  di  luar,  tinggallah  di  dalam  saja,  ada  adik perempuanmu,  seorang  anakku,  aku  ingin  mempunyai  anak  lelaki.  ada
pemberian dari Yang Maha Agung, jadilah anakku lelaki.” … Ki penghulu berkata, engkau berganti gelar, nama santri saja.
Ki  Abdul  Asmarasupi,  aku  ikut  nama  pemberian  itu,  Raden  berterima kasih  sekali,  silakan,  aku  tidak  berkeberatan,  walaupun  hidup  mati,
serahkan kehendak tuan.”‟ Situasi  akhir  dalam  skema  aktan  XVI  terjadi  ketika  Ki  Arya  Jayangtilam
berhasil  menimba  ilmu  di  padepokan  milik  Kyai  Penghulu  Panatagama.  Kitab Makali  pemberian  Panembahan  Adirasa  dapat  diselesaikannya  dalam  waktu  satu
c bulan. Ki Arya Jayangtilam juga sering dijadikan tempat bertanya oleh para santri
yang lain. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Angaji  kitrab  Makhali  wus  tamat  amung  sacandra  gawok  para  santri
kabeh malah dadya patakonan santri kewedan murat atanya mring sang binagus rampung reruweding murat
Pupuh XX, Pupuh Asmaradana, bait 24, hlm. 298-299 „Dikajinya kitab Makhali, telah tamat hanya sebulan, heranlah para santri
semuanya,  malah  dijadikan  tempat  bertanya,  santri  mendapat  malu, bertanya kepada sang tampan, selesailah keresahan santri.
Ki  Arya  Jayangtilam  menjadi  santri  yang  paling  menonjol  di  padepokan.
Kyai  Penghulu  Panatagama  dan  para  santri  sayang  kepadanya.  Ki  Arya Jayangtilam  sering  melakukan  tapa  dengan  cara  menghayutkan  diri  di  air,  dan
pergi  ke  gunung  ketika  panas  untuk  memperdalam  ilmu.  Ki  Sangubrangta diangkat sebagai lurah, kepala pejabat yang memerintah seratus pejabat rendahan.
Ia memerintah desa Gambuhan.
4.1.17 Aktan XVII