Aktan III Skema Aktan dan Struktur Fungsional Cerita Serat Asmarasupi

lix „Berkatalah Sangubrangta dengan hormat, masih menangis, “Ngudubilah aminasaeta a‟udubillahi minas syaitan, aku ikut mati dengan ananda, meskipun harus hancur lebur. Janganlah sampai terpisah dari kaki tuan. Apabila tak mampu mengikuti tuan, bunuhlah hamba….‟

4.1.3 Aktan III

Situasi awal pada skema aktan III dimulai ketika Ki Arya Jayangtilam ingin melakukan tapa guna mendapatkan anugerah dari Yang Mahakuasa. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. …Rahaden alon ngandika yen mangkono payo padha teki-teki menawa kaleresan ” Pupuh II, Pupuh Dhandhanggula bait ke-11, hlm. 192 „...Pangeran pelan berkata, Jika demikian ayo kita lakukan tapa, siapa tahu mendapat anugerah‟ Tahap kecakapan dalam transformasi dimulai ketika Ki Arya Jayangtilam memulai tapa di tepi kolam dekat pohon nagasari, cempaka dan anggrek. Bau harum yang terpancar dari bunga-bunga tersebut menghibur Ki Arya Jayangtilam. Keinginan mendapatkan anugerah dari Yang Mahakuasa Pohon Nagasari, Cempaka, Anggrek, dan Ki Sangubrangta Ki Arya Jayangtilam Ingatan tentang adiknya, gangguan roh halus dan Ki Emban Baharmuka Ø Anugerah Yang Mahakuasa 46 lx Ki Sangubrangta bertugas menyediakan makanan dan memijit tubuh majikannya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Sang Hyang Arka wancine wus bengi Raden kendel lan Ki Sangubrangta neng tepining beji Raden wonten wit nagasantun sumarsana anggrek angapit sekaripun angambar sandhing lunging gadhung ganadanira leng-ulengan katub dening ing lesus midit wor liris gandane langkung ngambar Inggar wau tyase Raden Mantri sinungsungan gandaning puspita angambar trus wardayane nglangut kang brangta wau den peteki mring Sangubrangta tan ana kang kaetang wau sang Abagus denira abanting- raga raja-putra wus anedya labuh pati datan amalih tingal Pupuh II, Pupuh Dhandhanggula, bait ke 16-17, hlm. 193 „Sang Hyang Arka waktu telah malam, Raden dan Ki Sangubrangta, di tepi kolam, ada pohon nagasari, cempaka anggrek mengapit, bunganya semerbak, dekat batang gadung, bau harumnya menusuk hidung, terbawa angin lesus bercampur dengan hujan gerimis, baunya semakin semerbak. Terhibur tadi hati Raden Mantri, terus-menerus mencium bau bunga, semerbak terus ke kalbunya, melamun yang bertapa tadi, dipijat-pijat oleh Sangubrangta, tak bisa dihitung, tadi sang Tampan, membanting tubuhnya, raja- putra sudah bertapa hingga mati, tak berubah kehendaknya.‟ Tahap utama dalam transformasi terjadi ketika Ki Arya Jayangtilam teringat adiknya yang ditinggalkan dirumah. Hatinya sedih sekali. Lalu datanglah bencana berupa gempa, angin ribut, dan bencana lainnya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. …raden angles manahe kemutan kang aneng wisma arine teka rentah kang eluh saking renteng rempuning galih prapta kang gara-gara mendhung angendhanu sirep pan kadya limengan angatisi gurnita wau dhatengi jugrug jurang kang rebah Lindu prahara gora dhatengi gumaludhug swaranekang arga rebah gunung gedhe-gedhe ken kayon kabarubuh prasamya sol kayu geng-alit katimpal kaparapal udane jumegur swarane kang gara-gara gumaredeg udan pancawora riris gerotan kang ampuhan Pupuh II, Pupuh Dhandhanggula bait ke 18-19 hlm. 194 „...raden sedih hatinya teringat, adiknya yang ditinggalkan dirumah, keluar air matanya, dari hatinya yang hancur, maka datanglah gara-gara mendung 47 lxi menggantung yang berat, sunyi bagaikan gelap gulita, terjadilah keadaan yang lebih gegap gempita, banyak jurang yang gugur. Terjadilah gempa, angin rebut yang dahsyat, gunung bersuara gemuruh, bukit-bukit besar bergururan, banyak pohon tumbang, pepohonan besar kecil tumbang sampai ke akarnya, terangkat dan patah oleh angin besar, hujan suaranya bergemuruh bagaikan suara guruh, suara hujan gerimis yang tak keruan, badai bagaikan hujan bercampur kabut. Roh halus juga berusaha menggoda Ki Arya Jayangtilam saat sedang bertapa. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Kemamange beranang pan abrit kang janggitan lan wewe akathah gandarwa prapta angore setan kalawan baung uwil-uwil peting jerawil thekthekan pating blethak bajangkerek brubul wewedhon pating jalengkrak othe-othe akathah pating paringis lan sirah galundhungan Pupuh II, Pupuh Dhandhanggula bait ke 32, hlm. 198 „Kemamang menyala berwarna merah, janggitan dan wewe banyaklah, gandarwa datang dengan rambut terurai, setan dan burung, uwil-uwil menggamit-gamit, thethekan mengeluarkan suara thek-thek, bajangkerek keluar dari tempat persembuyian, wedon menari-nari dengan meloncat- loncat, Othe-othe dalam jumlah besar memperlihatkan gigi mereka, dan kepala bergelindingan.‟ Sang pangeran tetap teguh hatinya menjalankan tapa. Ki Arya Jayangtilam menganggap semua ini hanyalah cobaan yanhg diberikan oleh Tuhan Yang Mahabesar. Tahap kegemilangan dalam transformasi ditandai dengan kegagalan Ki Arya Jayangtilam mendapatkan anugerah Yang Mahakuasa. Ki Arya Jayangtilam menghentikan tapanya setelah Ki Emban Baharmuka muncul. Sang pangeran lalu berbicang-bincang dengan Ki Emban Baharmuka. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. 48 lxii Sirna sagung kang rencana katingalan Ki Emban Baharmukin sigra uluk salam gupuh Raden nauri sigra jawab tangan apan samya tata lungguh matur Emban Baharmuka teja sulaksana gusti Tejane kusuma anyar sulaksana angger wonten ing riki ing pundi angger kapungkur ngarsa pundi kang kasedya kang pinudyeng sinten namane wong agung Rahaden alon ngandika ingsun paman Bandaralim … Pupuh III, Pupuh Pangkur bait 1-2, hlm. 200 „Lenyaplah segala bencana, terlihatlah Ki Emban Baharmukin, segera diucapkanlah ucapan salam, Pangeran pun segera menanggapinya, berjabat tangan seraya duduk, berkatalah Emban Baharmuka, ada sinar pertanda baik Tuanku. Sinar ksatria baru, baik-baik sajakah nanda di sini, dari mana asal nanda, kemana pergi tuan hamba, siapa nama bangsawan yang terpuji, anak raja berkata dengan perlahan- lahan, paman hamba Bandaralim...‟ Situasi akhir pada skema aktan III terjadi ketika Ki Arya Jayangtilam berbincang-bincang dengan Ki Emban Baharmuka. Ki Emban bercerita kepada Ki Arya Jayangtilam bahwa ia mendapat perintah dari Ratna Candrapuspita mencari bantuan mengalahkan Sang Amongharda. 49 lxiii

4.1.4 Aktan IV