Aktan XIV Skema Aktan dan Struktur Fungsional Cerita Serat Asmarasupi

xci

4.1.14 Aktan XIV

Situasi awal pada skema aktan XIV dimulai ketika Ki Arya Jayangtilam berhadapan dengan Prabu Gendara. Prabu Gendara mengetahui bahwa Ki Arya Jayangtilamlah yang telah mencuri Ambarullah dari tangannya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Heh satriya iya kalingane sira ingkang andhusta putri marang Johanpirman dene kapasang yogya lah payo gadaa aglis... Pupuh XV, Pupuh Durma bait ke 14, hlm. 272 „Heh satria ternyata engkau, yang mencuri putri, ke Johanpirman, kebetulan berpasangan, lah ayo gadalah segera...‟ Tahap uji kecakapan dalam transformasi terjadi ketika Ki Arya Jayangtilam bertempur melawan Prabu Gendara. Pertempuran keduanya berlangsung sengit karena kekuatan mereka hampir seimbang. Pertempuran Ki Arya Jayangtilam dan Prabu Gendari terlihat dalam kutipan berikut. …nulya tedhak wau sang Rajapinutra Angampining sukune kuda sang bagus kalihe wus samya prang dharat tangkis tinangkis ting kalemprang swaraning pedhang lumarap Pertempuran kerajaan Johanpirman melawan kerajaan Bagdad Ilmu kesaktian Ki Arya Jayangtilam, Arya Darundana, Pasukan Bagdad Ki Arya Jayangtilam Pasukan Johanpirman dan Baratsirat Ki Arya Jayangtilam Prabu Gendara dan Gendari 78 xcii Tanpa guna buwang pedhang kalihipun gya anyandhak cacap cacap wus tan migunani buwang cacap agenti pajang-rinajang Buwang rajang suraking wadya gumuruh anglir langit rebah suraking Islam lan kapir ramening prang kalihe angtuk sisihan Pupuh XVI, Pupuh Pocung, bait 1-4, hlm.274 „…turun dari kuda sang raja putra. Melindungi kaki kuda sang tampan, keduanya mengadakan, peperangan di daratan saling menangkis, suara pedang berdentangan berkelebatan. tiada guna pedang dibuanglah oleh keduanya, segera memegang cacap, cacap tidak berguna, dibuanglah cacap berganti-ganti saling mengiris. dibuanglah Rajang sorak sorai para prajurit gemuruhlah, bagaikan langit runtuh, sorak sorai orang Islam dan kafir, ramailah perang keduanya mendapat tandingannya.‟ Tahap utama dalam transformasi terjadi ketika pertempuran antara Ki Arya Jayangtilam dan Raja Gendara tiada akhir karena keduanya sama kuat. Ki Arya Jayangtilam kemudian mengajak Raja Gendara mengadu kekuatan saling mengangkat musuhnya. Raja Gendara yang mendapatkan kesempatan pertama gagal mengangkat tubuh Ki Arya Jayangtilam. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Heh Gendara age junjungen wakingsun wau gya cinandhak ingikal sang Raja pekik sru ingangkat-angkat datan kangkat Kinumpulken krosane neng astanipun meksa datan obah apan kadya ngangkat wukir darodosan sang Nata karingetira Pupuh XVI, Pupuh Pocung, bait 9-10, hlm. 275 „Heh Gendara cepat angakatlah tubuhku, tadi segera dipegang, diputar sang pangeran, sekuat tenaga diangkat tidak terangkat. Dikumpulkan tenaganya di tangannya, namun tidak bergerak, seperti mengangakat bukit, deras keluar sang Raja keringatnya.‟ Tahap kegemilangan dalam transformasi terjadi ketika Ki Arya Jayangtilam berhasil mengangkat dan membanting tubuh Raja Gendara sehingga tak sadarkan diri. Kemenangan Ki Arya Jayangtilam terlihat dalam kutipan berikut. 79 xciii Ingsun bobod sira lawan kuwatingsun ywa kongsi kakehan karosanku ingkang mijil Sang Gendara cinandhak wus munggeng asta Sigra petak rahaden lir gelap sewu jumbul Srinarendra ilang tyase mempis-mempis wus den ikal neng tawang kadya likasan. Gya binanting bantala wau sang Prabu kantaka lir pejah Sangubrangta narutuli tinunggangan jajanira srinarendra Pupuh XVI, Pupuh Pocung, bait 16-18, hlm. 275-276 „Aku periksa berat badanmu dengan kekuatanku, jangan sampai terlalu banyak, kekuatanku yang keluar, Sang Gendara pun dipeganglah setelah berada di tangan. Segera raden pun menerapkan ilmu kesaktian petak seru, loncatlah raja hilanglah keberaniannya nafasnya pun memburu, telah diputar-putar di udara laksana kincir angin. Kemudian dibantinglah di tanah sang Prabu, bagaikan mati, Sangubrangta segera menyusulnya, didudukinya dada raja.‟ Situasi akhir dalam skema aktan XIV terjadi ketika Ki Arya Jayangtilam meminta kedua raja tersebut agar memeluk agama Islam bila masih ingin hidup. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Wau sang Narpatanaya ngangdika mring ratu kalih Heh sang Prabu Johanpirman apa kudu angemasi yen sira kudu urip anuta agamaningsun sarengat rasullah Jeng Nabi Mukamadinil kang Mustapa lan para nabi sadaya Kalih sareng atur sembah Raja Gendera Gendari yen karsa den abdekna kawula asrah nagari ing Johanpirman Gusti mring Baratsirat pukulun mesem sang Nataputra kalih wus kinen nguculi sampun sami angucapaken sahadat Pupuh XVII, Pupuh Sinom, bait 1-2, hlm. 278 „Tadi sang raja-putra, Berkata kedua raja, Heh Sang Prabu Johanpirman, haruskah kalian mati, jika kalian menghendaki harus hidup, ikutlah agamaku, syariat rasulullah, Kanjeng Nabi Muhammad, ialah nabi terpilih dan syarat para nabi semua. Kedua raja memberikan sembah, Raja Gendara Gendari, apabila diperkenankan kami hendak mengabdi, kami serahkan negeri, Johanpirman dan Baratsirat Gusti, tersenyumlah sang putra, keduanya dilepaskan, telah bersama- sama mengucapkan syahadat.‟ 80 xciv

4.1.15 Aktan XV