cxxxii
4.1.28 Aktan XXVIII
Situasi awal pada skema aktan XXVIII dimulai ketika perjalanan Ki Arya Jayangtilam dan Ki Sangubrangta telah sampai di bukit Maryukunda. Bukit itu di
huni oleh seorang pendeta raksasa yang sedang bertapa bernama pendeta Darbamaha. Raksasa tersebut tak pernah makan kecuali bila ada tamu. Hal
tersebut terlihat dalam kutipan berikut. Pan awonten ingkang tapa denawa geng luwih kagiri-giri atapa
pucaking gunung iku buta pandhita nora mangan manawa tan lawan tamu arane sang Darbamaba sajene tumpeng sinandhing
Pupuh XXXV, Pupuh Pangkur, bait kedua, hlm. 373 Ada yang sedang bertapa, raksasa yang amat besar menakutkan, bertapa di
puncak bukit, itu raksasa pendeta, tak pernah makan kecuali jika ada tamu, bernama
sang Darbamaha, sajennya tumpeng di samping.‟
Pendeta Darbamaha mengetahui kedatangan Ki Arya Jayangtilam dan Ki Sangubrangta. Ia lalu mengajak Ki Arya Jayangtilam untuk makan dua ribu
Ajakan Pendeta Darbamaha
Ilmu genthong menga
Ki Sangubrangta
Ø
Ki Arya Jayangtilam, Ki
Sangubrangta Seribu buah
tumpeng 119
cxxxiii tumpeng. Seribu untuk Ki Arya Jayangtilam dan seribu lagi untuk pendeta
Darbamaha. Tahap uji kecakapan dalam transformasi terjadi ketika Ki Sangubrangta
menawarkan diri menggantikan Ki Arya Jayangtilam melayani permintaan pendeta Darbamaha untuk makan seribu buah tumpeng. Hal tersebut terlihat
dalam kutipan berikut. Ki Sangubrangta angucap supamine apa kena wewakil Ki Darbamaha
amuwus lah iya kena pisan Sangubrangta angguguk ya ingsun purun micara lamun mangkana tumpengmu sewu mangke ting
Pupuh XXXV, Pupuh Pangkur, bait ke-10, hlm. 374-375 „Ki Sangubrangta berkata, andaikata bolehkah diwakilkan, Ki Darbamaha
menjawab, lah iya boleh saja, Sangubrangta tertawa terpingkal-pingkal iya aku mau, baiklah jika demikian, tumpengmu seribu
nanti habis.‟ Tahap utama dalam transformasi terjadi ketika Ki Sangubrangta dan
pendeta Darbamaha mulai memakan masing-masing seribu buah tumpeng. Ki Sangubranta menggunakan ilmu genthong menga agar dirinya mampu
menghabiskan seribu buah tumpeng. Ki Arya Jayangtilam tertegun melihat keduanya menghabiskan seribu buah tumpeng. Hal tersebut terlihat dalam kutipan
berikut. Anulya lekas amangan tumpeng sewu ngarsane Sangubrangti sarta
lawan ulamipun tumpeng rong ewu ika lagyan doyan amangan ing kalihipun rahaden jenger tumingal
… Pupuh XXXV, Pupuh Pangkur, bait ke 13, hlm. 375
„Maka segera mulai makan, tumpeng seribu buah di hadapan Sangubrangta, serta dengan lauk, dua ribu buah tumpeng seluruhnya,
lagipula suka makan keduanya, rahaden terlihat tertegun…‟
Tahap kegemilangan dalam transformasi terjadi ketika Ki Sangubrangta berhasil melayani ajakan pendeta Darbamaha menghabiskan seribu buah tumpeng.
cxxxiv Pendeta Darbamaha merasa senang. Ia lalu mengantarkan Ki Arya Jayangtilam
dan Ki Sangubrangta menuju Barjuk Marapi. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
Sang Darbamaha ngucap lahta payosira sun terken tumuli rahadyan nulya sinambut apan banjur ingemban Sangubrangta ginendhong aneng
pungkur annuli Sang Darbamaha trangginas angancik wungkir …
Darbamaha lon angucap lahta uwis Raden den ngati-ati ing ngaras ana pakewuh enggon kahyangan buta den aririh aywa sira seru-seru kang
angreksa langkung krura ing alas Barjuk Marapi Pupuh XXXV, Pupuh Pangkur, bait ke 15 dan 17, hlm. 376
Sang Darbamaha berkata, engkau segera aku antarkan, rahaden lalu dipegang, lalu digendong, Sangubrangta digendong di punggung, lalu
Sang Darbamaha, tangkas meloncat ke atas bukit. …
Darbamaha pelan berkata, raden berhati-hatilah, di depan kesulitan, tempat tinggal raksasa, janganlah bercakap-cakap keras-keras, penjaga di sana
amat bengis, di hutan Barjuk Marapi itu.‟
Situasi akhir dalam skema aktan XXVIII terjadi ketika Ki Arya
Jayangtilam dan Ki Sangubrangta telah sampai di hutan Barjuk Marapi atas bantuan pendeta Darbamaha. Mereka lalu melanjutkan perjalanan mencari obat
untuk putri Purbaningsih. 121
cxxxv
4.1.29 Aktan XXIX