lvi
4.1.2 Aktan II
Situasi awal pada skema aktan II dimulai ketika Ki Sangubrangta berkeinginan untuk mencari keberadaan Ki Arya Jayangtilam yang sejak tengah
malam sudah tidak berada di tempat tidurnya. Ki Arya Jayangtilam melarikan diri dari istana. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
...mangkana raja-sunu arsa lolos ing tengah wengi anulya lumaksana rahaden ing wau medal anjlog pupungkuran pager bata ingusap gya
mendhak aglis anulya linumpatan Prapteng jawi rahaden lumaris Sangubrangta kaget dennya nendra
aningali ing gustine asru denira jumbul geragapan sampun andugi kalamun gustinira pan sida anglangut aglis marang pepungkuran pager
bata ingusap gya mendhak aglis lumumpat pager bata
Pupuh II, Pupuh Dhandhanggula bait ke 4-5, hlm. 190 „...demikianlah anak-raja, hendak melarikan diri di tengah malam,
akhirnya terlaksana, keluar melompat ke belakang, pagar bata diusap sehingga menjadi merendah, dan memungkinkan untuk dilompati.
Sesampainya di luar raden itu kemudian pergi, Sangubrangta kaget dari tidurnya, memandang ke majikannya, dia terkejut, sampai kebingungan,
kehilangan majikannya, ia tidak dapat mengeluarkan kata-kata segera dia
ke belakang, pagar bata diusapya sampai merendah, melompat pagar bata.‟ Keinginan Ki
Sangubrangta mengejar Ki Arya
Jayangtilam
Ø
Ki Sangubrangta
Ø
Ki Sangubrangta
Ki Arya Jayangtilam
43
lvii Tahap kecakapan dalam transformasi dimulai ketika Ki Sangubrangta
kebingungan mencari Ki Arya Jayangtilam yang tiba-tiba saja pergi meninggalkan istana. Ki Sangubrangta berusaha menyusul Ki Arya Jayangtilam dengan pergi ke
arah barat daya. Hal ini ditandai oleh kutipan berikut. Sangubrangta wus dugi ing jawi ngidul-ngilen wau lampahira kapontha-
ponthal ing mangke wau ta sang binagus prapta parnah saketheng jawi kang kemit sami nendra kuncine dinamu gogrog kunci sigra medal raja-
putra laju anjog ing wanadri Sangubrangta gya prapta
Pupuh II, Pupuh Dhandhanggula bait ke 6, hlm. 190 „Sangubrangta sudah sampai di luar, ke barat daya dia berjalan, terlunta-
lunta nantinya, tadi sang tampan, sampai tepat di pintu gerbang istana bagian luar, yang lain sedang tertidur, kuncinya ditiup, terlepas kunci
segera keluar, putra raja keluar ke hutan, Sangubrangta sampai di pintu luar is
tana.‟
Tahap utama dalam tahap transformasi terjadi ketika Ki Sangubrangta mengejar Ki Arya Jayangtilam sampai ke tengah hutan. Ki Sangubrangta
menangis dan berteriak sekeras-kerasnya di dalam hutan agar Ki Arya Jayangtilam mendengar teriakannya. Ki Sangubrangta meratap di dalam hutan
jika tidak dapat bertemu dengan majikannya, dia lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.
Munggeng lawang saketheng wus mujil ngidul-ngilen wau pan lumajar lajeng mring wana jujuge panangisira asru adhuh gusti dhateng ing
pundi Raden alingan gurda dulu solahipun Ki Marebot Sangubrangta ingkang nangis ing wuri ajerit-jerit binalang mring rahardyan
Astapirlah angudubilahi lamun ingsun ora kapanggiha lawan gustining sun mangke lah iya raganingsun apa gawe aweta urip tinilar ing
bendara nusul tan kapangguh lumuh aneng alam donya...
Pupuh II, Pupuh Dhandhanggula bait ke 7 dan 8, hlm. 190-191 „Sesampainya di pintu gerbang dia keluar, barat daya itu akan dilalui,
kemudian ke hutan tujuannya, menangis keras-keras, aduh tuan, anda berada di mana, Sang pangeran mengintip di belakang, melihat tingkah
44
lviii laku, Ki Marebot Sangubrangta, yang menangis sambil menjerit-jerit,
terbuang oleh sang pangeran. Astaghfirullah audzubillah, jika aku tak dapat bertemu, dengan majikanku nanti, ah iya ragaku, apa guna untuk
hidup, ditinggal oleh majikan, menyusul pun tak bertemu, maka enggan
berada di alam dunia.‟
Tahap utama kegemilangan dalam transformasi terjadi ketika Ki Sangubrangta berhasil bertemu dengan majikannya. Ki Sangubrangta mengetahui
keberadaan Ki Arya Jayangtilam dari bau semerbak yang terpancar dari tubuh majikannya tersebut. Ki Sangubrangta segera lari dan memeluk Ki Arya
Jayangtilam sambil menangis, memohon agar sang pangeran tak meninggalkan dirinya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
…Sangubrangta wus mulat gumermeng ing ngayun lawan gandane angambar wus anduga anulya den palayoni angrangkul saking wuntat
Apan asru denira anangis adhuh-adhuh angger guti kula dhateng ing pundi karsane baya sira anglangut nungkulaken marang kang abdi
… Pupuh II, Pupuh Dhandhanggula bait ke 9 -10, hlm. 191
„…Sangubrangta telah mengetahui karena membayang di depan dan bau semerbak yang tersebar. Maka telah diduganya kehadiran majikannya dan
lari, kemudian didekatinya majikannya, dipeluknya majikannya dari belakang.
„Menangislah ia dengan kerasnya, “Oh, oh ananda tuanku, hendak kemana gerangan maka tuan telah berada di tempat yang sangat jauh dengan tiba-
tiba dan tidak dike tahui meninggalkan abdi tuan ini.”…‟
Situasi akhir pada skema aktan II terjadi ketika Ki Sangubrangta diijinkan menemani Ki Arya Jayangtilam mengembara guna memperdalam ilmu agama
Islam. Ki Sangubrangta bersedia menemani Ki Arya Jayangtilam walaupun harus berkorban nyawa sekalipun. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
Sangubrangta matur sarwi anangis ngudubilah aminahsaetan tumut mati naking angger ajura kumur-kumur sampun ginggang padaning gusti yen
lumuha tut wuntat pejahana tengsun...
Pupuh II, Pupuh Dhandhanggula bait ke 11 hlm. 191-192 45
lix „Berkatalah Sangubrangta dengan hormat, masih menangis, “Ngudubilah
aminasaeta a‟udubillahi minas syaitan, aku ikut mati dengan ananda, meskipun harus hancur lebur. Janganlah sampai terpisah dari kaki tuan.
Apabila tak mampu mengikuti tuan, bunuhlah hamba….‟
4.1.3 Aktan III