cxvii …kalbu tan kewran sang Pekik matur sarwi wotsantun mangsa boronga
sang Yogi kawula nglanggana pakon Inggih dherek sakarsane sang ngahulun sang Pandhita mesem
angling… Pupuh XXVII, Pupuh Megatruh bait 7-8, hlm. 331
„…hati tak keberatan sang bagus berkata sambil menyembah, masa bodoh sang Pendeta, hamba menuruti perintah.
Iya ikut kehendak tuan, sang pendeta tersenyum berkata…‟ Situasi akhir dalam skema aktan XXII terjadi ketika Seh Binti Bahram
mengadakan pesta setelah menikahkan Ki Arya Jayangtilam dengan Prabasmara. Ki Sangubrangta, Sidk dan Japar makan dengan lahapnya. Hidangan yang
disediakan habis tak bersisa.
4.1.23 Aktan XXIII
Situasi awal pada skema aktan XXIII dimulai ketika Seh Binti Bahram menanyakan mengenai pengembaraan Ki Arya Jayangtilam selama ini. Ki Arya
Jayangtilam lalu menjawabnya bahwa ia bersedia mati demi melaksanakan tugas yang telah diterimanya. Ki Arya Jayangtilam ingin menitipkan Prabasmara kepada
Mencari obat untuk Putri
Purbaningsih
Seh Binti Bahram, Sidik
dan Japar Ki Arya
Jayangtilam Prabasmara
Ø
Obat 104
cxviii Seh Binti Bahram karena ia akan melanjutkan pengembaraannya mencari obat.
Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. …kang rayi umatur kadi boten sapunika nadyan inggih dhatenga lara-
pati naming idi paduka Kalih malih kawula atitip rayi paduka kawula tilar…
Pupuh XXVIII, Pupuh Dhandhanggula bait 2-3, hlm. 334 „…adik ipar berkata, tidak hanya sekarang, walaupun sampai sakit-mati,
hanya ijin paduka. Selain itu hamba ingin menitipkan, adik paduka hamba tinggal…‟
Tahap uji kecakapan dalam transformasi terjadi ketika Prabasmara yang
mendengar pembicaraan itu menjadi sedih dan menangis. Seh Binti Bahram berusaha menenangkan dan menyuruh adiknya mendoakan agar suaminya agar
tak berpaling kepada wanita lain. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. …sang Pandhita ngandika aris sira iku basakna ngeregoni laku jamak
tataning satriya ngalap luhur dedalan lara lan pati wekasan antuk mulya
Nadyan dhingin kang antuk wahyeki lara-pati dedalane mulya balikta riningsun angger den jumurung mring kakung aja toleh marang
pawestri nyumbanga puji-donga den nedya jumurung elekira sawetara sedyakena rahayu wau kang laki ing saban paran
Pupuh XXVIII, Pupuh Dhandhanggula, bait ke 3-4, hlm. 334-335 „…sang pendeta berkata dengan merdu, jika engkau ikut, mengganggu
perjalanan, menjadi adat seorang ksatria, hendak mencapai kemuliaan menempuh perjalanan sakit dan mati, akhirnya memperoleh kemuliaan.
Walaupun telah mendapat anugrah Tuhan pun, sakit-maut jalannya kemuliaan, sebaliknya adikku, sebaiknya doakan suamimu, agar tak
berpaling kepada perempuan, doakan dia, kelemahan meski sedikit, maka doakanlah suamimu agar selamat,
di rantau orang.‟ Ki Arya Jayangtilam mendapatkan beberapa benda pusaka Seh Binti
Bahram. Benda pusaka tersebut adalah panah peninggalan Menak Jayangsetru. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
Sang Pandhita angandika aris heh yayimas suntuturi sira iku pusaka ageme wasiyat tur linuhung gegamane prajurit luwih nanging yayi tan
cxix ana ya gandhewanipun amung jemparing kewala kang ambadhog ditya
diyu du king nguni raseksa myang danawa Pupuh XXVIII, Pupuh Dhandhanggula, bait ke 5, hlm. 335
„Sang pendeta berkata dengan ramah, heh adinda aku memberitahukan kepadamu, ini pusaka, peninggalan warisan dan luhur, senjata prajurit
sakti, tapi dinda tak ada, iya busurnya, hanya anak panah saja, yang mengganyang ditya diyu, raksasa dan danawa.
Seh Binti Bahram selain memberikan panah peninggalan Menak
Jayangsetru juga memberikan baju wasiat milik Sultan Iskandar yang bernama Tanjul Kaniri kepada Ki Arya Jayangtilam. Hal tersebut terlihat dalam kutipan
berikut. Rising wiku angandika aris iki ana kulambi wasiyat tanjul-kaniri
wastane akeh prabawanipun ingkang duwe wasiyat dhingin yayi Sultan Iskandar ya pramilanipun sira yayi kang nganggowa mawa sawab kang
bajo Tanjul Kemiri …
Pupuh XXVIII, Pupuh Dhandhanggula, bait ke 11, hlm. 337 berkatalah sang wiku dengan tenang, ini ada baju wasiat, tanjul-kaniri
namanya, besar pengaruhnya, yang mempunyai wasiat dulu, adinda Sultan Iskandar, oleh Karena itu, hendaklah dinda memakai, mengenakan tanjul
kani ri.‟
Ki Arya Jayangtilam membungkukkan badan dan mencium kaki sang
pendeta setelah menerima benda pusaka tersebut. Sidik dan Japar di perintahkan oleh Seh Binti Bahram untuk mengantar Ki Arya Jayangtilam dan Ki
Sangubrangta sampai ke Kubur Mararah. Keduanya bersedia mengantar ke Kubur Mararah menggunakan perahu kecil. Perjalanan dari Mustaka Kahosar menuju
Kubur Mararah memerlukan waktu sehari semalam. Tahap utama dalam transformasi terjadi ketika Ki Arya Jayangtilam dan
Ki Sangubrangta melanjutkan perjalanan menaiki perahu menuju Kubur Mararah. Keduanya ditemani oleh Sidik dan Japar. Sidik dan Japar yang telah menunaikan
cxx tugasnya mohon diri kepada Ki Arya Jayangtilam. Hal tersebut terlihat dalam
kutipan berikut. Raden Putra tumedhak lan Sangubrangta sarya angandika ris ingsun
amit sira
padhaungkur-ungkuran karone
padha basuki
lan sembahingwang aturena sang yogi
Lawan sira sun titipi anakira den becik sira kari matur Sidik Japar angger pangestu tuwan inggih den aris ing margi
… Pupuh XXIX, Pupuh Durma, bait ke 25-26, hlm. 344
„Raden Putra turun ke daratan dan Sangubrangta, seraya berkata dengan ramah, aku minta maaf kepadamu, harus berpisah di sini, semoga kalian
dan sampaikan sembahku, kepada sang yogi. Dan engkau aku titipkan anakku, lebih baik kalian pulang, berkatalah
Sidik dan Japar, angger anak muda doa restu tuan, agar kami aman di jalan.”
Tahap kegemilangan dalam transformasi terjadi ketika Ki Arya
Jayangtilam dan Ki Sangubrangta belum berhasil menemukan obat untuk Putri Purbaningsih walaupun mereka telah sampai di Kubur Mararah. Subjek belum
berhasil mendapatkan objek yang dicarinya. Situasi akhir dalam skema aktan XXIII terjadi ketika Ki Arya Jayangtilam
dan Ki Sangubrangta melanjutkan perjalanan mencari obat. Jalannya tidak melalui jalan yang bisaa dilewati manusia. Ki Sangubrangta selalu berada di belakang Ki
Arya Jayangtilam.hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. …ingkang kocapa, rahaden lampahneki
Ngilen bener lampahe amurang marga Sangubrangta neng wuri ing Kubur Marakah
… Pupuh XXIX, Pupuh Durma, bait ke 27-28, hlm. 344
„…yang diceritakan perjalanan Rahaden. ke barat benar jalannya tak melalui jalan, Sangubrangta dibelakang, di
Kubur Mararah…‟
cxxi
4.1.24 Aktan XXIV