cxxxviii
4.1.30 Aktan XXX
Situasi  awal  pada  skema  aktan  XXX  dimulai  ketika  Kalahojas  menerima laporan dari Kalasrenggi bahwa ada dua manusia telah membunuh banyak raksasa
Barjuk Marapi. Kalahojas marah dan ingin membalas kematian anak buahnya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
Kalahojas  angling  lawan  arinira  aja  milu  sireki  tan  kena  ginampang kelawan  rosanira  satemah  ambebayani  karep  manira  pan  arsa  ingsun
dhemit Pupuh XXXVI, Pupuh Durma, bait ke 29, hlm. 384-385
„Kalahojas berkata kepada adiknya, jangan ikut engkau, tak bisa dianggap remeh,  melawan  kekuatanku,  sangat  berbahaya,  keinginanku,  akan  aku
ti pu.‟
Tahap uji kecakapan dalam transformasi terjadi ketika Kalahojas merubah
dirinya  menjadi  seorang  pendeta  dengan  pakaian  serba  putih.  Pendeta  palsu  itu membawa  botol  anggur  di  tangan  kirinya.  Hal  tersebut  terlihat  dalam  kutipan
berikut. Balas dendam
kepada Ki Arya Jayangtilam dan
Ki Sangubrangta
Ilmu kesaktian Kalahojas
Kalahojas Tuhan Yang
Mahatahu Kalahojas,
Kalapradiyu dan Kalaprahara
Ki Arya Jayangtilam dan
Ki Sangubrangta 125
cxxxix Kalahojas  amusthi  kasektenira  anuli  salin  warni  jajane  den  usap  ping
tiga  tan  ambegan  apan  sampun  salin  warni  pandhita  sabrang  busana sarwa putih
Arasukan  wates  panggelanganira  dhestar  caweni  putih  pethak nyampingira  salendhangipun  pethak  asta  tengen  nyangking  kopi  tur
maya-maya pandhita gulamilir Pupuh XXXVI, Pupuh Durma, bait ke 31-32, hlm. 385
„Kalahojas memusatkan ilmu kesaktiannya, lalu berganti wujud, dadanya di  usap,  tiga  kali tanpa  bernafas,  setelah berganti  rupa,  pendeta  seberang,
pakaian ser ba putih.‟
Memakai baju sepanjang batas pergelangan tangan, ikat kepala mori putih, putih  kainnya,  selendangnya  putih,  tangan  kanan  terjinjinglah  botol,  dan
hijau jernih, pendeta manislah.‟ Kalahojas  pendeta  palsu  berteduh  di  bawah  pohon  wuni,  menunggu  Ki
Arya  Jayangtilam  dan  Ki  Sangubrangta  lewat  di  depannya.  Ia  berpura-pura menjadi pendeta yang tersesat. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
Eca  guneman  sarya  lumaris  nuli  wau  rahaden  tumingal  ing  karan  ana wong  reren  busana  lir  pangulu  pang  angaub  ngisoring  wuni  angadhep
kopi  gedhah  isi  anggur  madu  nulya  wau  uluk  salam  mring  rahadyan kadya pangulu duk angling raden Putra araraywan
Sampun  tata  genira  alinggih  kang  mindha  kaum  anulya  tanya  dhateng Rahaden  Putra  ge  ya  paman  tambet  ingsun  pakenira  kaum  ing  pundi
matur  ingkang  tinanya  riki  lamenipun  kawula  tiyang  mernyangnyang duk rumuhun kawula ing atas-angin binekta ing seluman
Pupuh XXXVII, Pupuh Dhandhanggula, bait ke 4-5, hlm. 386-387 „Enak-enak  bercakap-cakap  sembari  berjalan,  rahaden  melihat,  di  kanan
jalan  orang  mengaso,  pakaian  bagaikan  penghulu,  sedang  berteduh  di bawah  pohon  wuni,  di  hadapannya  ada  dua  botol  kaca,  berisi  anggur  dan
madu,  itu  tadi  mengucapkan  salam,  kepada  raden  sebagaimana  penghulu sebenarnya, Rahaden Putra dalam hati.
Setelah duduk dengan teratur, santri palsu kemudian bertanya, kepada Raja Putra,  ya  paman  aku  mengenal,  anda  santri  dari  mana,  berkata  yang
ditanya, selamanya di sini, hamba orang di tempat tinggal roh, sebelumnya bertempat tinggal di a
tas angin, di bawa oleh siluman kemari.‟
Tahap  utama  dalam  transformasi  terjadi  ketika  Kalahojas  menawarkan minuman  anggur  kepada  Ki  Arya  Jayangtilam  dan  Ki  Sangubrangta  yang
126
cxl kelelahan  setelah  bertempur  melawan  raksasa  Barjuk  Marapi.  Ki  Arya
Jayangtilam  tanpa curiga  meminum anggur  tersebut  bersama abdinya  hingga  tak bersisa. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.
...Kalahojas umatur pan sumangga punika gusti mila kawula ngandhang katura  pukulun  Raden  sumangga  ing  karsa  sampun  wau  denturken
ponang kopi tinampan mring Rahadyan Dhasar  ngelak  rahadyan    kepati  nulya wau  raden  linarihan  marang  Ki
Marbot  age  lir  sajeng  warnanipun  maya-maya  kanthi  abresih  kuning gandane angambar anulya ingunjuk Raden kalangkung septanya wanti-
wanti genira ngunjuk sang pekik amung kari sadhasar
Pupuh XXXVII, Pupuh Dhandhanggula, bait ke 8-9, hlm. 388 „…Kalahojas  berkata  silakan  mengambil  tuanku,  oleh  karena  itu  hamba
menantikan,  katakan  tadi,  tuanku,  Raden  silakan  yang  dikehendaki, disampaikanlah botol anggur, diterima oleh anak raja.
Karena haus anak raja, lalu tadi raden meminum, kepada Ki Sangubrangta juga,  agak  kehijau-hijauan  warnanya,  semu-semu  sampai  bersih,  kuning
baunya  terpancar  kemana-mana,  telah  diminum,  Raden  dan  abdinya, berkali-kali diminumn
ya sang pangeran, hanya tinggal sedikit di dasar.‟ Tahap kegemilangan dalam transformasi terjadi ketika Kalahojas berhasil
memperdaya  Ki  Arya  Jayangtilam  dan  Ki  Sangubrangta.  Ki  Sangubrangta  jatuh tak  sadarkan  diri  lalu  di  susul  oleh  majikannya.  Kalahojas  bersorak  penuh
kemenangan.  Ia  memanggil  kedua  adiknya.  Kalahojas  memerintahkan  keduanya untuk  melucuti  semua  senjata  Ki  Arya  Jayangtilam.  Pemimpin  raksasa  itu  lalu
menghunus bedama dengan maksud ingin membunuh Ki Arya Jayangtilam dan Ki Sangubrangta.  Keduanya  masih  selamat  walaupun  di  tebas  berkali-kali  oleh
Kalahojas  dan  dilempari  batu  karang  oleh  Kalapradiyu  dan  Kalaprahara  karena masih  mendapat  perlindungan  dari  Tuhan  Yang  Mahatahu.  Hal  tersebut  terlihat
dalam kutipan berikut. ...Kalahojas  anarik  bedhama  Raden  pinarjaya  age  tinitir-titir  asru
Raden  Putra  wan  tan  busik  Kalahojas  semana  lawan  arenipun  tetiga angrubut samya abadhama saweneh abalang curi akathah polahira
cxli Apan  maksih  rineksa  Hyang  Widhi keh badhama  kalawan  bebalang  tan
tumeka sarirane... Pupuh XXXVII, Pupuh Dhandhanggula, bait ke 13-14, hlm. 389-390
„…Kalahojas  menarik  bedhama,  Raden  hendak  dibunuhnya  segera,  di pukul  bertubi-tubi,  Raden  Putra  tidak  terluka  sedikit  pun,  Kalahojas  saat
itu,  dengan  ketiga  orang  adiknya  menyerang,  dengan  bedama  dan  batu karang, bermacam-
macam polahnya.‟ Tetapi masih di jaga Yang Mahatahu, segala bedama dan senjata, tak dapat
dapat mengenai.‟ Situasi akhir dalam skema aktan XXX terjadi ketika Ki Arya Jayangtilam
dan  Ki  Sangubrangta  diikat  di  pohon.  Ki  Arya  Jayangtilam  diikat  di  pohon siwalan sedangkan Ki Sangubrangta di pohon bambu. Mayat-mayat raksasa yang
mati ditimbun di depan Ki Arya Jayangtilam dan abdinya agar menimbulkan bau busuk  yang  menyengat.  Kalahojas,  Kalapradiyu  dan  Kalaprahara  lalu  masuk  ke
dalam gua untuk merayakan kemenangan mereka.
4.1.31 Aktan XXXI