Status dan Perkembangan Pengelolaan Daerah Irigasi Jatiluhur

persen untuk Kabupaten Subang dan Indramayu. Pola migrasi di DI Jatiluhur khususnya Kota Bekasi, 36.00 persen dari penduduk yang bermigrasi merupakan penduduk baru atau 6.77 persen dari total penduduk. Tata guna lahan, pertumbuhan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk menunjukkan bahwa Kota dan Kabupaten Bekasi merupakan wilayah yang perkembangannya paling pesat, dari wilayah sentra produksi pangan menjadi wilayah perkotaan. Penurunan proporsi sawah irigasi tehnis maupun setengah tehnis, dan peningkatan jumlah penduduk yang tinggi, berarti menurunkan kebutuhan air irigasi. Penurunan kebutuhan air irigasi bukan berarti penurunan kebutuhan air baku untuk sektor lainnya, tetapi justru kebutuhan air non pertanian meningkat secara tajam. Gambaran ini menunjukkan bahwa wilayah Tarum Barat merupakan wilayah dengan persaingan antar sektor pengguna air lebih besar dibandingkan dengan 2 wilayah lainnya, dan dibutuhkan pengelolaan sumberdaya air yang efisien.

2.4. Status dan Perkembangan Pengelolaan Daerah Irigasi Jatiluhur

Pada tahun 1956 Ir. Djuanda sebagai Perdana Menteri terakhir Indonesia yang mendeklarasikan tentang Proyek Serbaguna Jatiluhur. Tujuan utama proyek tersebut meningkatkan produktivitas padi untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Proyek pembangunan Waduk Jatiluhur Proyek Jatiluhur dimulai tahun 1957, dibagi dalam dua kegiatan, pertama membangun waduk yang membendung Sungai Citarum dengan kapasitas 3 juta meter kubik, dengan pembangkit tenaga listrik berkapasitas 150 MW. Kedua, membangun sistem irigasi yang mencakup 240 ribu hektar sawah irigasi tehnis di wilayah utara Provinsi Jawa Barat yang dihubungkan dengan sistem irigasi Walahar dan Salamdarma, dengan dua kali panen dalam setahun. Proyek ini selesai pada tahun 1967, waduk ini kemudian dinamakan Waduk Ir. Djuanda sedangkan wilayah pelayanannya disebut Daerah Irigasi DI Jatiluhur. Pengelola waduk Jatiluhur berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 81967 tanggal 24 Juli 1967 diubah menjadi Perusahaan Umum Jatiluhur. Pada tahun 1970 dengan Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1970 diubah menjadi Perum Otorita Jatiluhur, sebagai perusahaan yang bertujuan memperoleh profit. Pengelolaan air irigasi merupakan pengelolaan sosial bukan komersial sehingga terjadi benturan antara tujuan perusahaan untuk mencapai profit dengan tujuan pembangunan waduk untuk menopang ketersediaan pangan. Pengelolaan waduk secara efisien dan efektif perlu dilakukan sehingga konflik kepentingan tidak terjadi. Berdasarkan alasan diatas pemerintah mengubah status Perum Otorita Jatiluhur dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 1980, Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perusahaan Umum, dikeluarkan Peraturan Pemerintah No.94 Tahun 1999 tentang tugas Perum Jasa Tirta II PJT II memberikan pelayanan umum dan secara simultan mencari keuntungan sesuai prinsip pengelolaan perusahaan. Adapun visi PJT II mewujudkan kesejahteraan dan perusahaan pengelolaan air dan sumberdaya air yang berkualitas tinggi dalam melayani suplai air secara luas dan berkontribusi pada ketahanan pangan nasional. Sedangkan misi PJT II untuk mewujudkan visi perusahaan melalui 1 suplai air baku bagi kebutuhan air minum, pembangkit tenaga listrik, pertanian, industri, pencucian dan lain-lain, 2 pembangkit tenaga listrik dan suplai tenaga listrik, 3 pengembangan pariwisata dan pemanfaatan lahan, 4 menjaga ketahanan pangan dalam artian mensuplai air pertanian dan mengendalikan aliran untuk kelestarian lingkungan melalui informasi, rekomendasi dan arahan, dan 5 memaksimumkan profit dan membantu memperoleh benefit berdasarkan prinsip bisnis, serta menjamin keberlanjutan aset pemerintah dan keberlanjutan pelayanan publik.

2.5. Sistem Operasi dan Prosedur Operasional Waduk Jatiluhur