3.3.3. Alokasi Publik
Sumberdaya air termasuk salah satu sumberdaya yang pengelolaannya cukup unik, air sulit diperlakukan sebagai barang yang diperdagangkan
marketed goods. Penyediaan sumberdaya air dalam skala besar seperti pembangunan waduk, bendung dan jaringan irigasi tidak mungkin dilakukan
secara privat tetapi diperlukan campur tangan pemerintah untuk mendanainya. Alokasinyapun dilakukan berdasarkan keputusan pemerintah, menurut
Dinar et.al. 1997 menyatakan bahwa alokasi yang dilakukan publik atau pemerintah dapat menjawab aspek equity, dimana masyarakat miskin dapat
mengakses sumberdaya air tersebut. Alokasi ini diringi dengan pemberian subsidi bagi wilayah yang memberikan nilai rendah terhadap sumberdaya air.
Subsidi inilah yang mengakibatkan inefisiensi terhadap pemanfaatan sumberdaya air, karena adanya faktor ”hidden cost” dimana subsidi tidak
menggambarkan opportunity cost yang sebenarnya dari pengelolaan sumberdaya air.
3.3.4. Alokasi Berdasarkan Pengguna
Alokasi sumberdaya air berdasarkan pengguna user-based seperti subak di Bali. Sistem alokasi ini menggunakan berbagai variasi pengaturan
seperti berdasarkan rotasi waktu bergilir, kedalaman air, kedekatan lokasi, dan sistem pembagian lainnya.
Salah satu karateristik penting dalam sistem alokasi ini adalah pentingnya peran kelembagaan, karena efisiensinya alokasi ini sangat bergantung padaa
berfungsinya kelembagaan di tingkat komunal Meinzen et.al., 1997. Dinar et.al. 1997, menyatakan bahwa norma sosial akan memberikan insentif untuk
konservasi, organisasi yang dilandasi kepercayaan akan menghasilkan tingkat efisiensi yang tinggi serta fleksibilitas terhadap pola perubahan yang terjadi pada
kebutuhan lokal, dan lebih feasible secara administratif, lebih berkelanjutan, dan lebih diterima secara politis.
Kekurangan sistem ini kurangnya kapasitas kelembagaan lokal dalam menangani kebutuhan intersektoral, seperti kebutuhan rumah tangga domestik
dan industri.
3.3.5. Alokasi Berbasis Pasar
Sistem alokasi berbasis pasar ini masih menjadi pertentangan, berbagai pendapat mengenai sumberdaya air dimana sebagai kebutuhan yang essensial,
maka tidak dapat diukur harganya tetapi harus selalu tersedia walaupun tanpa mengeluarkan biaya. Alokasi ini dapat menimbulkan ketidak adilan dimana
masyarakat yang berpenghasilan rendah tidak dapat mengaksesnya jika harga ditentukan dengan mekanisme pasar.
Water market pada prinsipnya adalah pertukaran hak atas pemanfaatan air water use right, dimana water market harus mengikuti kaidah ekonomi dalam
pengoperasian pasar, yang antara lain mencakup penjual dan pembeli memiliki informasi yang sama, pasar yang bersifat kompetitif yang berimplikasi pada
keputusan yang diambil oleh salah satu pihak tidak mempengaruhi keputusan pihak lain, dan pelaku ekonomi memiliki motif untuk memaksimumkan menfaat
ekonomi. Kondisi-kondisi tersebut memungkinkan dicapainya keseimbangan penawaran dan permintaan dalam transaksi air.
Mekanisme ini memiliki beberapa kelebihan antara lain, memungkinkan dilakukan internalisasi biaya eksternal akibat pencemaran misalnya oleh pihak
penyuplai penjual. Kelebihan lainnya sperti yang diungkapkan Rosegrant dan Binswanger 1994, yakni 1 memungkinkan terjadinya pengukuhan atas hak
pengelolaan air, 2 memberikan intensif kepada untuk memperhatikan eksternal yang ditimbulkan akibat penggunaan air, sehingga mengurangi tekanan terhadap
sumberdaya air, 3 memberikan fleksibilitas bagi pengguna dan berekasi terhadap perubahan permintaan dan penawaran, dan 4 sistem pasar
mengaharuskan kedua belah pihak menyetujui perubahan realokasi air, sehingga pengguna air dalam sistem pasar lebih diberdayakan.
Pertukaran antar sektor yang dimungkinkan dalam sistem pasar, seperti pertanian dan industri akan menyebabkan masalah lingkungan, seperti
pencemaran, tetapi juga rawan terhadap dampak negatif lingkungan yang akan ditimbulkannya.
Model sumberdaya air sangat beragam baik dari bentuk fungsi maupun kriteria dan merkanismenya, dari berbagai pendapat dan pemodelan yang
dikemukakan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa karena sifat sumberdaya air yang merupakan gabungan antara barang publik dan ekonomi menyebabkan
kesulitan dalam pemodelannya. Terutama air permukaan dimana untuk membangun sarana penyimpanannya dibutuhkan biaya yang besar dan biasanya
dilakukan oleh pemerintah. Seiring dengan perkembangan perekonomian dan penduduk yang tidak disertai dengan penyediaan air menyebabkan air menjadi
langka dan beralih menjadi barang ekonomi. Sementara sektor pertanian yang merupakan pengguna air terbesar masih menganggap air sebagai barang publik
sehingga petani sebagai pengelola air di petak sawah dalam penggunaannya tidak memperlakukan sebagai barang ekonomi yang mulai langka. Sedangkan
untuk sektor non pertanian memberikan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian dan telah menganggap sebagai barang ekonomi. Perbedaan
pandangan pengguna sumberdaya air inilah yang menyulitkan ketika akan dilakukan valuasi terhadap alokasi sumberdaya tersebut.
3.4. Transisi Mekanisme Alokasi Sumberdaya Air