rendah dibandingkan dengan alokasi aktual, sedangkan alokasi ke sektor domestik hampir sama dengan alokasi aktual Gambar 30.
0.000 5.000
10.000 15.000
20.000 25.000
30.000 35.000
O k
t.I O
kt .II
N op.
I N
o p
.II De
s .I
D e
s .II
Ja n
.I J
a n
.II P
eb. I
P e
b .II
Ma r.
I Ma
r. II
Ap r.
I A
p r.II
Me i.I
M e
i.II Ju
n .I
J u
n .II
Jul .I
Ju l.I
I Ag
s .I
A g
s .II
S ep.
I S
e p
.II Periode
D e
bi t
m 3
det ik
IROPT DOPT
INOPT
Keterangan : IROPT : irigasi optimal; DOPT : domestik optimal, INOPT : industri optimal
Gambar 30. Proporsi Alokasi Optimum di Wilayah Bekasi Ketika terjadi kelangkaan air, Model DIJ mentransfer air dari sektor yang
memberikan nilai air rendah ke sektor yang memberikan nilai air tinggi. Selain kondisi kelangkaan air, dominasi salah satu sektor menurunkan kompetisi
yang terjadi akibat ketidak seimbangan baik dalam proporsi penggunaannya maupun total benefit yang dihasilkan.
7.6. Alokasi Air Optimum di Wilayah Tarum Barat
Pada bagian sebelumnya telah diuraikan alokasi hasil optimasi MODEL DIJ dengan alokasi aktual yang dilakukan PJT II, menunjukkan beberapa perbedaan
baik pola alokasi maupun besarnya air yang dialokasikan ke sektor-sektor pengguna air, terutama sektor pertanian. Perbedaan besarnya alokasi ke sektor
pertanian dapat disebabkan karena bertambahnya sumber setempat baik melalui peningkatan debit sungai yang ada di wilayah tersebut maupun curah hujan yang
terjadi.
- 20,000.000
40,000.000 60,000.000
80,000.000 100,000.000
120,000.000
O kt.I
O kt.II
No p
.I N
o p
.II De
s. I
D e
s.II Ja
n .I
Ja n
.II Pe
b .I
P e
b .II
Ma r.
I M
a r.II
Ap r.
I A
p r.II
Me i.
I M
e i.II
Ju n
.I Ju
n .II
Ju l.I
J u
l.II Ag
s. I
A g
s.II Se
p .I
S e
p .II
Periode V
o lu
me ri
b u
m3
TIRAK TDAK
TINAK
Keterangan : TIRAKT : total irigasi aktual; TDAKT : total domestik aktual; TINAK : total industri aktual
Gambar 31. Proporsi Alokasi Air Aktual di Wilayah Tarum Barat Alokasi optimum ke sektor pertanian, menunjukkan pola yang sesuai
dengan tahapan pertumbuhan tanaman padi, yakni alokasi tertinggi pada masa pertumbuhan dan pembungaan, kemudian menurun sampai pada masa
pematangan dan panen, dan meningkat kembali pada awal musim tanam II Gambar 32. Pola alokasi yang dilakukan PJT II tidak sesuai dengan tahapan
pertumbuhan, pola alokasinya agak berbeda dengan tahapan pertumbuhan yang digunakan sebagai pedoman PJT II, yang juga digunakan ketika membangun
MODEL DIJ Gambar 33.
0.000 20000.000
40000.000 60000.000
80000.000 100000.000
120000.000
Ok t.
I O
k t.
II No
p .I
N op.
II De
s .I
De s
.I I
Ja n
.I J
an. II
Pe b
.I P
eb. II
Ma r.
I Ma
r. II
Ap r.
I Ap
r. II
Me i.
I Me
i. II
Ju n
.I J
un. II
Ju l.
I Ju
l. II
Ag s
.I Ag
s .I
I Se
p .I
S ep.
II
Periode V
o lu
me r
ib u
m3
TIROPT TDOPT
TINOPT
Keterangan : TIROPT : total irigasi aktual; TDOPT : total domestik aktual; TINOPT : total industri aktual
Gambar 32. Proporsi Alokasi Air Optimum di Wilayah Tarum Barat
Perbedaan alokasi antara MODEL DIJ dengan alokasi aktual PJT II, dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain
1 Mekanisme alokasi, mekanisme alokasi yang dilakukan PJT II berdasarkan pada permintaan pengguna serta pengaturan oleh pemerintah terutama
untuk sektor pertanian. PJT II sebagai ”operator” pengelolaan sumberdaya air bukan merupakan ”pemilik sumberdaya” yang dapat mengalihkan alokasi air
dari sektor yang menghasilkan benefit rendah ke sektor yang memberikan benefit yang lebih tinggi. MODEL DIJ mengkondisikan alokasi air ke sektor
pengguna tanpa campur tangan pemerintah atau pihak manapun, sehingga alokasi hasil optimasi hanya berdasarkan pada benefit yang dihasilkan oleh
sektor pengguna, dimana benefit yang dihasilkan oleh sektor tersebut menggambarkan nilai air.
2 Ketersediaan air dari sumber setempat, yakni air yang berasal dari sungai- sungai yang ada ataupun curah hujan yang terjadi di wilayah tersebut.
MODEL DIJ menetapkan bahwa air yang berasal dari sumber setempat sesuai dengan data yang ada, sedangkan PJT II berdasarkan estimasi data
historis. Curah hujan sulit diprediksi dengan tepat, sehingga sering terjadi perbedaan antara estimasi dan kondisi aktual. Ketika terdapat perbedaan
antara estimasi dan kondisi aktual baik pada waktu kekurangan maupun kelebihan air, penyesuaian penyaluran air dari PJT II dalam hal ini Bendung
Curug tidak dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan, karena dibutuhkan sekitar 2 hari perjalanan air dari Bendung Curug ke Bendung
Bekasi. 3 Perbedaan luas lahan yang akan diairi, luas lahan yang dipakai dalam
MODEL DIJ yakni lahan yang tersedia di wilayah tersebut, total luasan tidak berbeda baik pada musim tanam I maupun musim tanam II. Luas lahan yang
digunakan PJT II, berbeda antara musim tanam I dan musim tanam II,
dimana pada musim tanam II lahan yang akan diairi lebih sedikit dibandingkan dengan pada musim tanam I. Telah diuraikan sebelumnya
bahwa secara teknis, apabila sumber setempat sangat sedikit maka saluran Tarum Barat ruas Cikarang Bekasi tidak dapat memenuhi permintaan air
dari sektor pertanian. Luas lahan optimal yang dihasilkan dari MODEL DIJ diperoleh dalam kondisi air yang disalurkan berada pada kapasitas
maksimum. 4 Prioritas, mekanisme alokasi yang dilakukan PJT II memprioritas sektor
pertanian sebagai sektor yang mendapat prioritas utama selanjutnya sektor domestik dan industri. MODEL DIJ menganggap setiap sektor diperlakukan
setara sehingga alokasi optimal diperoleh dalam suatu kondisi yang kompetitif.
Mekanisme alokasi air yang telah diuraikan diatas merupakan mekanisme yang dipakai sebagi pedoman oleh PJT II, meskipun dalam prakteknya seringkali
mekanisme tersebut tidak terlaksana, alokasi air ke sektor pertanian bukan disebabkan karena kendala teknis tetapi besarnya ”return” yang dihasilkan dari
alokasi tersebut. Alokasi air hasil optimasi Model DIJ di seluruh wilayah Tarum Barat, lebih
tinggi dibandingkan dengan alokasi aktual, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa alokasi optimal di semua wilayah yang ada lebih tinggi dari
alokasi aktual. Model DIJ dengan fungsi tujuan memaksimumkan benefit, alokasi optimal yang dipilih akan menghasilkan benefit optimum, yakni alokasi optimal
yang sama dengan batas maksimum permintaan sektor tersebut. Kategori yang diberikan dalam pembentukan Model DIJ tidak
mempengaruhi alokasi optimal untuk sektor domestik, alokasi optimal sesuai dengan air yang tersedia baik untuk PDAM golongan kecil maupun sedang dan
besar, dimana pada tingkat permintaan maksimum ketika air yang tersedia berlimpah dan pada tingkat permintaan minimum ketika air langka.
Kategori berdasarkan volume permintaan sektor domestik, bukan merupakan pertimbangan bagi penentuan alokasi optimum. Selain itu, tarif air
baku yang sama antara kategori kecil dan sedang lebih memperkecil perbedaan antar kategori. Perbedaan terbesar terjadi pada PDAM golongan besar, dimana
kategori ini selain membedakan volume permintaannya juga tarif yang diberlakukan berbeda.
Hasil optimasi Model DIJ menunjukkan bahwa PAM DKI terpilih aktivitasnya dibandingkan dengan sektor pertanian, walaupun akibat pemilihan
ini benefit sektor pertanian menurun, tetapi penurunan benefit pertanian masih lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan benefit sektor domestik dan
pengelola. Alokasi air ke sektor industri yang merupakan hasil optimasi Model DIJ,
tidak sama dengan alokasi optimal pada sektor domestik dimana alokasi optimal sama dengan permintaan maksimum sektor tersebut. Kategori tidak
mempengaruhi alokasi optimal, meskipun terdapat perbedaan parameter permintaan untuk setiap kategori namun tarif air baku industri yang diberlakukan
untuk semua kategori tidak berbeda. Hasil optimasi Model DIJ dengan tujuan memaksimumkan benefit selalu menghasilkan optimasi yang sama dengan batas
maksimum variabel keputusannya baik ketika air yang tersedia berlimpah maupun langka.
Model DIJ yang dibangun dengan memaksimumkan benefit yang merupakan kumulatif benefit yang diperoleh pengguna dan pengelola,
menyebabkan terjadinya kompetisi dalam mengalokasikan sumberdaya air. Kompetisi ini ditimbulkan karena biaya yang dikeluarkan sektor pengguna air
untuk biaya air baku merupakan penerimaan bagi pengelola. Model DIJ akan
memilih aktivitas yang memberikan benefit optimum baik pada pengguna maupun pengelola. Sektor pertanian sebagai pemakai air terbesar namun
kontribusinya paling kecil terhadap penerimaan pengelola tarif air irigasi yang dimasukkan dalam model Rp 5.00 per meter kubik, merupakan sektor yang
dikalahkan dalam pemilihan aktivitas optimum. Model DIJ yang dibangun berdasarkan benefit yang dihasilkan akibat
aktivitas alokasi sumberdaya air, biaya selain air baku dianggap konstan dan bukan merupakan fungsi dari volume air yang dialokasikan.Model DIJ tidak
mengakumulasi biaya yang diakibatkan oleh aktivitas sektor pengguna air, yang menyebabkan degradasi terhadap sumberdaya air itu sendiri dan lingkungan di
sekitarnya. Biaya pengelola untuk menjaga kualitas sumberdaya air atau biaya sosial yang ditimbulkan karena nilai sumberdaya yang rusak akibat pencemaran
dari limbah industri tidak termasuk dalam penghitungan benefit ini. Hasil optimasi Model DIJ memberikan gambaran bahwa dengan
memperlakukan sumberdaya air sebagai sumberdaya yang mempunyai harga, meskipun harganya bukan berdasarkan mekanisme pasar tetapi ditetapkan oleh
pemerintah, model akan memilih aktivitas yang memberikan benefit optimum. Secara implisit hasil optimasi Model DIJ dapat mengarahkan pengelolaan
sumberdaya air yang baik dan menunjukkan bahwa sumberdaya air mulai langka. Sumberdaya air terutama air permukaan sebagai sumberdaya yang
bersifat renewable, bukan berarti dapat memperlakukannya sebagai sumberdaya yang akan selalu tersedia dalam jumlah yang tidak terbatas. Kelangkaan air
bukan hanya kuantitasnya saja tetapi juga meliputi kualitas dan tersedia ketika dibutuhkan.
Pertumbuhan penduduk tinggi, yang diiringi dengan meningkatnya kebutuhan pangan, kebutuhan air domestik dan kebutuhan akan produk industri
berakibat pada peningkatan kebutuhan air terutama air permukaan. Peningkatan
permintaan dari berbagai sektor pengguna ini akan meningkatkan kompetisi antar sektor pengguna air terutama ketika ketersediaannya terbatas.
Peningkatan aktivitas penduduk berakibat pula rusaknya badan sungai karena dijadikan tempat sampah, sehingga volume air yang disalurkan tidak sesuai
dengan kapasitas yang ada. Peningkatan aktivitas sektor industri dan pertanian modern dapat pula meningkatkan limbah yang dihasilkan kedua sektor tersebut,
jika limbah tersebut dialirkan ke sungai atau saluran tanpa pengolahan terlebih dahulu akan menurunkan kualitas sumberdaya air. Selain menurunkan kualitas
sumberdaya air, pencemaran inipun merusak lingkungan dimana limbah tersebut mengalir. Kerusakan lingkungan meliputi degradasi kehidupan sungai yang
tercemar berakibat rusaknya ekosistem sungai, juga degradasi lahan akibat pemakaian air tersebut untuk mengairi sawah.
Pertambahan penduduk dan peningkatan pembangunan perkotaan wilayah hilir, merubah pola pengelolaan sumberdaya air dari pengelolaan publik
menjadi pengelolaan sumberdaya yang memiliki nilai ekonomi serta membutuhkan biaya untuk pengelolaannya. Transisi dari mekanisme alokasi
publik menjadi mekanisme berdasarkan nilai ekonomi berupa benefit yang dihasilkan membutuhkan model pengelolaan yang unique, yang dapat mencakup
berbagai bidang secara terpadu. Model DIJ telah dapat menangkap kondisi transisi tersebut, serta dapat digunakan sebagi pedoman dalam pengaturan
kebijakan pengelolaan sumberdaya air, terutama pengelolaan sumberdaya air permukaan dan pengaturan waduk.
VIII. DAMPAK PERUBAHAN NILAI VARIABEL TEKNIS DAN EKONOMI