5. Bendung Cikarang menerima air dari Kali Cikarang, dan sisa air pada poin 4, disalurkan ke saluran kali Cikarang saluran Cikarang ACKA dan SI Tarum
Barat saluran Cikarang BCKB yang menghubungkan Bendung Cikarang dan Bekasi, untuk memenuhi permintaan sektor pemakai air baik di Saluran
CKA maupun CKB. Saluran CKA selain untuk memenuhi kebutuhan di wilayah hilir kali Cikarang juga untuk membuang kelebihan air dari bendung
Cikarang ke saluran CBL Cikarang Bekasi Laut. 6. Bendung Bekasi menerima air dari Kali Bekasi dan sisa air di CKB, air
tersebut dialirkan ke Saluran Bekasi A intake irigasi untuk memenuhi permintaan sektor pertanian, PDAM dan industri kota Bekasi; Bekasi B untuk
memenuhi permintaan PAM DKI dan Bekasi C untuk menyalurkan limpasan ke CBL, secara skematis dapat dilihat pada Gambar 5.
6.4. Perhitungan Volume Air
Selain alur aliran air, dalam perhitungan besarnya air yang disalurkan dari bendung maupun tambahan dari bendung Curug, melalui beberapa langkah
yakni 1. Air yang dibutuhkan masing-masing sektor yakni
X
ijk
. Pada sektor pertanian
X
1jkmn
merupakan air yang ada di petak sawah, di petak sawah ini diasumsikan terjadi kehilangan air baik karena perkolasi, perembesan dan
penguapan yang disebut kehilangan air di petak tersier dan disimbolkan dengan
lpt
besarnya adalah 20 persen dari total air yang disalurkan. 2. Air yang dibutuhkan masing-masing sektor tersebut akan disalurkan dari
bendung, pada saat penyaluran diasumsikan air mengalami penguapan dan perembesan akibat kerusakan jaringan yang disebut kehilangan air di saluran
sekunder yang disimbolkan dengan
lss
, sebesar 10 persen. 3. Dalam mengatasi kekurangan air dari masing-masing bendung, akan
disalurkan dari Bendung Curug dan dalam perjalanannya mengalami penguapan dan perembesan di sepanjang saluran induk Tarum Barat yang
disimbolkan dengan
lsi
, sebesar 5 persen. Air yang disalurkan dari Bendung Curug ke masing-masing bendung dilambangkan
WIR1
k
, WIR2
k
, WDO
k
dan
WIN
k
.
X11 WIR01
X12
X13 X14
X15 WIR03
WIR02
WIR04 WIR05
WDOK WDOS
WDOB X26
X27
X28 X39
X310
X311 WINK
WINS WINB
WIN LSS
LSS
LSS
LSS LSS
LSS LSS
LSS
LSI LSI
LSI LSI
LSI LSI
LSI LSI
LSI LSI
LSI LPT
LPT
LPT
ND3 ND2
ND1
LSS LSS
LSS L 1
L 5 LPT
L 4 LPT
L 3 L2
NI1 NI2
NI3
WDO WIR
BENDUNG
Gambar 10. Skema Penghitungan Volume Air
6.5. Metode Analisis
Pemecahan problem optimasi dinamik telah didasarkan pada kerangka model Gambar 7 maupun dalam bentuk rumusan metematis pada sub bab 5.4.
Decision variable adalah aktivitas alokasi air menurut sektor, golongan, wilayah, dan untuk sektor pertanian ditambah menurut tahap pertumbuhan dan musim
tanam. Alokasi sektor pertanian yang memiliki keunikan, dimana penjadwalan
awal musim tanam ditentukan oleh golongan sawah, dimana setiap golongan sawah berbeda satu periode tengah bulan. Golongan sawah I awal musim
tanam I pada periode awal penelitian, t=1 yakni Oktober I-II, sedangkan golongan sawah II mulai pada t=2 Oktober III-IV dan seterusnya. Air yang dibutuhkan
pada setiap tahapan pertumbuhan tidak sama sehingga dalam satu periode, alokasi untuk air untuk sektor pertanian bervariasi menurut golongan dan musim
tanam. Jadwal ini berlanjut sampai pada musim tanam II, sehingga akhir musim tanam II pada setiap wilayah disesuaikan dengan golongan yang ada Tabel 16.
Sektor domestik dan industri alokasi sumberdaya airnya dibatasi dalam suatu selang tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas yang tersedia pada
masing-masing sektor. Tabel 16. Alokasi Sumberdaya Air ke Sektor Pertanian Berdasarkan Golongan
dan Tahap Pertumbuhan di DI Jatiluhur Tahun 2003-2004
OT1 OT2
TN TH1
TH2 TH3
BG1 BG2
MG1 MG2
1 Okt-I √
2 Okt-II √
√ 3 Nov-I
√ √
√ 4 Nov-II
√ √
√ √
5 Des-I √
√ √
√ √
6 Des-II √
√ √
√ √
7 Jan-I √
√ √
√ √
8 Jan-II √
√ √
√ √
9 Feb-I √
√ √
√ √
10 Feb-II √
√ √
√ √
11 Mar-I √
√ √
√ √
12 Mar-II √
√ √
√ √
13 Apr-I √
√ √
√ √
14 Apr-II √
√ √
√ √
15 Mei-I √
√ √
√ √
⎯
16 Mei-II √
√ √
√
⎯
√ 17 Jun-I
√ √
√
⎯
√ √
18 Jun-II √
√
⎯
√ √
√ √
19 Jul-I √
⎯
√ √
√ √
20 Jul-II √
√ √
√ 21 Ags-I
√ √
√ 22 Ags-II
√ √
23 Sep-I √
24 Sep-II OT: olah tanah 1,2; TN: transplanting; TH: pertumbuhan vegetatif 1-3;
Keterangan : PERIODE
BG : pembungaan 1,2; MG: pematangan 1,2 Alokasi Air ke Petak Sawah per Tahap Pertumbuhan per hektar
√ aktivitas - tidak ada aktivitas
Periode keputusan tengah bulanan dengan mempertimbangkan tahapan pertumbuhan tanaman padi, horison waktunya satu tahun. Dalam musim tanam I
terdapat 10 tahapan pertumbuhan yang berarti 10 periode keputusan untuk setiap golongan sedangkan musim tanam II terdapat 9 tahapan pertumbuhan.
State variable dalam penelitian ini adalah stok Waduk Juanda. Fungsi
tujuannya memaksimumkan net benefit dari sektor pemakai air dengan kendala kapasitas waduk, total luas lahan, kapasitas saluran sehingga diperoleh alokasi
air optimum untuk semua sektor. Stage returnnya tengah bulanan untuk sektor domestik dan industri sedangkan untuk sektor pertanian setiap musim tanam.
Sektor pemakai air yang diamati adalah pertanian, industri dan PDAM. Sektor industri dan PDAM hanya yang terdaftar dan dilayani oleh PJT II. Sektor
pertanian terdiri dari 5 kelompok lahan yakni golongan sawah I sampai dengan V, dimana penggolongan ini mengikuti penggolongan yang dilakukan oleh PJT II,
berdasarkan jarak lahan dengan saluran sekunder. Sektor domestik adalah PDAM yang dikelompokkan dalam 3 kelompok yakni kelompok PDAM kecil
100.00 ribu m
3
per tengah bulanan, kelompok sedang 150.00 ribu m
3
- 500.00 ribu m
3
per tengah bulanan, besar 500.00 ribu m
3
per tengah bulanan. Begitu juga dengan sektor industri dikelompokkan dalam 3 kelompok yakni industri
kelompok kecil 10.00 ribu m
3
per tengah bulanan, sedang 10.00 ribu m
3
– 100,00 ribu m
3
per tengah bulanan dan besar 100.00 ribu m
3
per tengah bulanan.
Dalam seluruh sub sistem pengairan Tarum Barat terdapat 55 variabel keputusan alokasi air, untuk sektor pertanian dengan 2 musim tanam 34 variabel
keputusan, atau menjadi 340 variabel untuk seluruh tahap pertumbuhan, sektor domestik 9 variabel dan sektor industri 12 variabel Tabel 15.
Prosedur analisis dibagi dalam beberapa langkah, yang pertama menaksir kebutuhan air bagi ketiga sektor pemakai air yakni pertanian, PDAM
dan industri. Selanjutnya, menentukan produktivitas lahan setiap wilayah dengan menggunakan fungsi respons hasil, produktivitas aktual yang diperoleh
mencerminkan berapa besar kontribusi air irigasi yang diberikan terhadap produktivitas persamaan 2 pada bab V.
Selain produktivitas, luas lahan yang diairi juga dihasilkan dari model net benefit pertanian ini. Nilai air untuk sektor pertanian diperoleh dengan
mengalikan luas lahan dengan harga gabah di tingkat petani kemudian dikurangi dengan biaya input lain dan biaya air irigasi persamaan 3 pada bab V.
Kemudian menghitung net benefit sektor domestik PDAM, fungsi produksi PDAM diadopsi dari Syaukat 2000, dengan memodifikasikannya
sesuai dengan data dan kondisi masing-masing PDAM, sehingga diperoleh koefisien dan konstanta biaya pengolahan dan distribusi. Net benefit sektor ini
diperoleh dengan menghitung selisih antara total revenue yang diperoleh dengan total cost yang dikeluarkan persamaan 4 – persamaan 6 pada bab V.
Sedangkan perhitungan nilai air yang dialokasikan ke sektor industri, sektor industri yang ada beragam outputnya maka nilai air yang digunakan sektor
tersebut didekati dengan konsep surplus konsumen. Diawali dengan menghitung koefisien permintaan air industri terhadap harga, menggunakan analisis regresi
sederhana persamaan 7 pada bab V. Selanjutnya dengan koefisien permintaan yang telah diperoleh, dapat ditentukan kurva permintaan sektor tersebut dan
dapat diketahui luasnya area dibawah kurva permintaan air baku persamaan 8 pada bab V .
Selain menghitung net benefit pemakai air, net benefit pengelola dalam hal ini Perum Jasa Tirta II juga dihitung. Net benefit pengelola persamaan 11
pada bab V diperoleh dengan mengurangkan antara penerimaan akibat penyaluran air ke sektor pemakai air persamaan 9 pada bab V dengan biaya
yang dikeluarkan selama penyaluran tersebut, dimana biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya tetap dan biaya distribusi persamaan 10 pada bab V.
Dalam penelitian ini air irigasi ditentukan harganya sebesar Rp 5.00 per
meter kubik, disesuaikan dengan harga air irigasi yang dipakai oleh IFPRI dalam Model DAS Brantas. Net benefit sosial merupakan net benefit kumulatif dari
ketiga sektor pengguna air baku dan PJT II sebagai pengelola sekaligus sebagi produsen dan pemilik sumberdaya air persamaan 12 pada bab V.
Optimasi benefit sosial ini dilakukan dengan serentak karena dianggap pengguna dan pengelola mempunyai kepentingan yang sama terhadap air yang
disalurkan persamaan 13 pada bab V.
6.6. Kendala Model Daerah Irigasi Jatiluhur Kondisi yang dibutuhkan dalam mengoptimalkan fungsi tujuan yakni
keseimbangan pada masing-masing bendung dimana keseimbangan ini saling berkaitan satu dengan lainnya, sehingga keseimbangannya merupakan
keseimbangan keseluruhan sistem pengairan. Keseimbangan menggambarkan ketersediaan air pada masing-masing node bendung dan kebutuhannya dan
secara serentak akan dipenuhi dengan penyaluran air dari Bendung Curug persamaan 14 – 23 pada bab V . Jika air yang tersedia pada masing-masing
wilayah telah mencukupi maka tidak diperlukan tambahan dari Bendung Curug. Banyaknya air yang dapat diberikan dari Waduk Juanda sangat
bergantung pada sarana yang ada di Tarum Barat, baik bendung sebagai pengatur tinggi muka air maupun saluran-saluran yang ada. Air yang disalurkan
dari Bendung Curug tidak akan melebihi kapasitas saluran dan bendung tersebut, kapasitas bendung dan saluran telah dirancang untuk menyalurkan air
sesuai kebutuhan wilayah tersebut persamaan 24 –28 pada bab V. Setiap bendung berfungsi sebagai pengaturan tinggi muka air agar pada
tinggi muka air normal, dilengkapi dengan saluran yang dapat digunakan sebagai limpasan. Kelebihan air dari hulu diantisipasi dengan menyalurkannya pada
saluran tersebut. Di bendung Cikarang, saluran Cikarang A Sungai Cikarang,
langsung terhubung dengan bendung CBL Cikarang Bekasi Laut, sehingga air yang melewati saluran Cikarang A sesuai dengan kebutuhan pada wilayah
tersebut, sedangkan sisanya disalurkan ke CBL. Begitu juga dengan Bendung Bekasi, pada saluran Bekasi C Sungai Bekasi, sebagai saluran pembuangan
dan bermuara pada saluran CBL.Saluran-saluran pembuang tersebut dalam analisis akan diatur sehingga selalu menyalurkan kelebihan air dari saluran
induk. Selain kendala teknis sistem pengairan, ada juga kendala total luas lahan
yang tersedia, sehingga luas lahan optimal yang diperoleh dari hasil optimasi tidak melebihi luas lahan yang tersedia pada masing-masing wilayah persamaan
30 pada bab V . Kendala transisi atau stok air di Waduk Juanda merupakan kondisi yang
selalu berubah akibat aktivitas yang dilakukan, stok waduk ini dapat dilihat pada persamaan 29 pada bab V.
6.7. Model Perumusan Optimasi Dinamik