Penyaluran Air dari Waduk Juanda

dapat dilihat bahwa sub wilayah Cikarang B dan Bekasi merupakan wilayah dengan kompetisi tertinggi akibat kelangkaan air. Kelangkaan air di kedua sub wilayah tersebut bukan hanya karena debit sungai Bekasi yang terus menurun melainkan disebabkan kapasitas saluran yang tidak dapat memenuhi kebutuhan di kedus wilayah tersebut. Peningkatan permintaan air sektor non pertanian tidak diikuti dengan peningkatan kapasitas saluran tersebut, sehingga selalu terjadi kompetisi antar sektor pengguna di kedua sub wilayah tersebut.

9.3. Penyaluran Air dari Waduk Juanda

Model DIJ mengasumsikan bahwa outflow ke Tarum Utara maupun Tarum Timur sebagai residual dari outflow Juanda ke Tarum Barat, hanya dengan memberikan batas atas dan batas bawah tanpa memasukkan fungsi permintaan air di wilayah tersebut. Sedangkan outflow ke Tarum Barat merupakan hasil optimasi yang mempertimbangkan permintaan air dari sektor- sektor pengguna dan benefit yang dihasilkannya. Outflow minimum dari Bendung Curug ke Tarum Barat hanya untuk memenuhi kebutuhan sektor-sektor pengguna di wilayah Curug dan pemeliharaan saluran induk Tarum Barat sebesar 5 meter kubik per detik, sedangkan tambahan ke wilayah hilir dilakukan ketika air yang tersedia di wilayah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Model DIJ meminimalisasi selisih deviasi inflow dan outflow dari Waduk Juanda untuk menjaga ketersediaan air di waduk sehingga baik kegiatan di instream PLTA maupun aktivitas di offstream dapat dilakukan. Outflow yang disalurkan dari Bendung Curug merupakan outflow minimal dari Waduk Juanda tetapi menghasilkan benefit yang optimum dari alokasi air tersebut. Hasil optimasi model DIJ menunjukkan, outflow dari Bendung Curug ke Tarum Barat lebih rendah dibandingkan dengan outflow aktual, dalam kondisi semua kebutuhan sektor di wilayah hilir terpenuhi dan stok air di waduk lebih tinggi dibandingkan stok aktual. Outflow optimum Model DIJ lebih efisien dari pada outflow aktual, dengan asumsi bahwa ketersedian air di wilayah hilir diketahui sehingga outflow dari Bendung Curug sebagai penambah suplai air untuk wilayah hilir Gambar 33. Pengurangan penyaluran air dari Bendung Curug ke Tarum Barat berimplikasi pada peningkatan stok air di waduk sehingga dapat digunakan untuk mengantisipasi berbagai anomali iklim yang berakibat pada kelangkaan air. 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 Ok t. I O k t. II Nop. I N op. II Des. I De s .I I J an. I Jan. II P eb. I Peb. II Mar .I Ma r. II Ap r.I Ap r. II Me i.I M e i.II J un. I Jun. II Ju l.I Ju l.II A gs. I Ags .I I S ep. I Sep. II Periode D ebi t m 3deti k AKTUAL DASAR Gambar 33. Outflow dari Bendung Curug ke Tarum Barat Penyaluran air yang lebih efisien akan berdampak pada meningkatnya nilai sumberdaya yang tersimpan di dalamnya. Hasil optimasi dengan menggunakan model skenariopun menunjukan bahwa alokasi optimum lebih efisien dibandingkan dengan alokasi aktual, perubahan outflow akibat perubahan variabel teknis dan ekonomi menunjukkan terdapat 4 pola outflow, yakni hasil optimasi Model DIJ dasar, skenario 1 dan skenario 3, kemudian skenario 2 dan skenario 6 serta skenario 4 dan 5. Pola penyaluran yang berbeda menunjukkan perubahan alokasi optimum ke sektor pengguna air di wilayah hilir. Perubahan permintaan air sektor domestik skenario 1, menunjukkan penyaluran ke Tarum Barat lebih banyak dibandingkan dengan model dasar, sedangkan pada perubahan permintaan air sektor domestik dan industri skenario 2, menunjukkan perbedaan yang cukup besar dengan penyaluran air optimum Model DIJ dasar. Perubahan harga air baku sektor domestik mendapat respons dengan penambahan penyaluran air sedangkan perubahan harga gabah justru direspons dengan penyaluran air yang lebih sedikit. Begitu juga dengan perubahan variabel teknis dan ekonomi secara serentak direspons oleh Model DIJ dengan penyaluran air yang lebih sedikit Tabel 28. Tabel 28. Penyaluran Air dari Bendung Curug ke Tarum Barat Hasil Optimasi Model DIJ dan Skenario 1 sampai dengan 7 PERIODE 1 2 3 4 5 6 7 1 Okt.I 41.61 10.97 10.97 11.00 10.97 8.50 8.50 11.00 6.80 2 Okt.II 39.85 10.79 10.80 10.83 10.79 8.42 8.42 10.83 6.80 3 Nop.I 40.40 11.28 13.01 13.08 11.28 9.39 9.39 13.08 9.87 4 Nop.II 40.65 21.14 22.87 22.94 21.14 19.69 19.69 22.94 20.48 5 Des.I 40.62 8.25 8.26 8.29 8.25 7.03 7.03 8.29 6.21 6 Des.II 40.53 8.47 8.47 8.50 8.47 7.16 7.16 8.50 6.29 7 Jan.I 34.12 8.25 8.26 8.29 8.25 7.03 7.03 8.29 6.21 8 Jan.II 30.94 8.16 8.16 8.19 8.16 6.99 6.99 8.19 6.22 9 Peb.I 30.70 7.70 7.71 7.74 7.70 6.77 6.77 7.74 6.16 10 Peb.II 30.21 5.68 5.68 5.71 5.68 5.68 5.68 5.71 5.71 11 Mar.I 29.72 5.59 5.59 5.62 5.59 5.59 5.59 5.62 5.62 12 Mar.II 30.67 5.63 5.63 5.66 5.63 5.63 5.63 5.66 5.66 13 Apr.I 31.17 5.63 5.63 5.66 5.63 5.63 5.63 5.66 5.66 14 Apr.II 30.02 5.63 5.63 5.66 5.63 5.63 5.63 5.66 5.66 15 Mei.I 31.20 5.59 5.59 5.62 5.59 5.59 5.59 5.62 5.62 16 Mei.II 33.22 5.63 5.63 5.66 5.63 5.63 5.63 5.66 5.66 17 Jun.I 37.90 33.92 32.69 32.58 33.92 36.24 36.24 32.58 36.51 18 Jun.II 50.90 39.63 37.94 37.80 39.63 42.33 42.33 37.80 42.39 19 Jul.I 54.86 25.09 23.18 23.02 25.09 27.99 27.99 23.02 27.94 20 Jul.II 55.92 32.62 30.68 30.49 32.62 35.90 35.90 30.49 36.07 21 Ags.I 63.22 26.76 26.68 26.59 26.76 29.48 29.48 26.59 31.20 22 Ags.II 64.42 21.90 23.64 23.73 21.90 21.90 21.90 23.73 23.73 23 Sep.I 60.76 14.46 16.19 16.26 14.46 14.46 14.46 16.26 16.26 24 Sep.II 59.92 15.37 17.24 17.31 15.35 13.91 15.36 17.31 17.32 SKENARIO NO Outflow dari Bendung Curug ke Tarum Barat m3 per detik DASAR AKTUAL Penyaluran air ke saluran induk Tarum Barat mulai meningkat pada periode Juni II, dimana ketersediaan air di sungai-sungai setempat sangat rendah sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan sektor-sektor pengguna yang ada di wilayah tersebut. Sementara pada periode yang sama inflow dari Sungai Citarum mengalami penurunan diakibatkan rendahnya curah hujan musim kemarau, peningkatan outflow pada saat inflow yang rendah akan mengurangi ketersediaan air di waduk. Hal ini dapat dilihat makin menurunnya stok waduk ketika periode tersebut. Apabila musim kemarau pada kurun waktu yang panjang akibatnya akan terjadi penurunan stok waduk sampai mendekati batas minimum operasional, pada kondisi demikian perlu dilakukan prioritas antar sektor maupun wilayah. Penentuan tarif air baku yang diberlakukan PJT II, tanpa memperhitungkan jarak tempuh penyaluran air dimana makin jauh dari waduk maka presentase hilangnya air baik yang diakibatkan rusaknya saluran air ataupun perembesan dan penguapan lebih besar. Model DIJ dibangun mengasumsikan semua pengguna sama tanpa skala prioritas sehingga mempunyai kesempatan yang sama dalam mengakses sumberdaya air, begitu juga dengan penyaluran air dimana tidak ada pembobotan dalam jarak antara waduk sebagai sumber dengan lokasi pengguna, biaya yang dimasukkan dalam model tidak memperhitungkan jarak tersebut. Berbagai perubahan teknis dan ekonomis tidak banyak merubah dinamika outflow dari Bendung Curug ke Tarum Barat, fluktuasinya sangat kecil, outflow yang tidak fluktuatif ini disebabkan optimasi alokasi air di wilayah hilir hanya mentransfer dari sektor yang satu ke sektor lainnya tanpa mengubah total penyaluran air. Pengalihan air dari sektor dengan nilai air yang rendah ke sektor dengan nilai air yang tinggi, ketika air yang tersedia tidak mencukupi semua kebutuhan langka, menunjukkan efisiensi yang dihasilkan Model DIJ dalam penggunaan air. Selain itu transfer dari pengguna yang satu ke pengguna lainnya disebabkan penyaluran air dari Bendung Cikarang ke Bendung Bekasi telah mencapai kapasitas maksimum sehingga tidak memungkinkan menyalurkan air lebih dari kapasitas tersebut. Penyaluran air ke Tarum Barat yang lebih rendah dibandingkan dengan penyaluran aktual menunjukkan bahwa Model DIJ, telah dapat mengatasi masalah alokasi yang optimum ketika terjadi kelangkaan air. Penyaluran air aktual ke wilayah hilir seringkali melebihi dari kebutuhannya, hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan air yang sulit diprediksi karena berhubungan dengan curah hujan di wilayah hilir maupun hulu. Pengukuran ketersediaan air yang hanya berdasarkan pada prakiraan curah hujan serta data historis, seringkali jauh dari kondisi aktual. Validasi data curah hujan dan ketersediaan sangat mempengaruhi keputusan penyaluran air. Dalam aktivitas penyaluran air dari waduk tidak dapat diantisipasi dalam waktu seketika, dimana perjalanan air dari Bendung Curug ke Bendung Bekasi membutuhkan waktu. Hasil optimasi Model DIJ menunjukkan suatu kondisi ideal apabila tidak terjadi penyimpangan cuaca yang mempengaruhi ketersediaan air. Curah hujan yang diperhitungkan bukan hanya di wilayah sektor pengguna tetapi juga di wilayah hulu sungai-sungai yang ada.

9.4. Ketersediaan Air Waduk Juanda