Simulasi Teknis dan Ekonomi

Besarnya variabel alokasi sumberdaya air dilihat pada tingkat LEVEL hasil analisis GAMS, begitu juga dengan luas lahan optimal dan outflow dari masing-masing bendung. Parameter atau koefisien b pada fungsi respons diperoleh dari data sekunder berdasarkan ketetapan dari FAO dan dipalai oleh PJT II, yakni sebesar 1.15 pada pada masa pertumbuhan vegetatif sampai dengan pembungaan dan lebih besar 0.80 pada masa pematangan. Koefisien dan intersep pada permintaan air baku domestik dan industri diperoleh melalui analisis regresi sederhana dengan menggunakan data runtut waktu tahun 1994 sampai dengan tahun 2004.

6.8.2. Harga Air untuk Irigasi, Air Baku PDAM dan Industri

Harga air irigasi diambil dari hasil penelitian Model Simulasi dan Optimasi DAS Brantas yang dilakukan Ringler et.al. 2002 yakni sebesar Rp. 5.00 per meter kubik. Harga air baku PDAM kabupaten dan kota Bekasi sebesar Rp. 45.00 per meter kubik, sesuai Kepmen Dep. Kimpraswil No. 201KPTSM2004Tanggal 19 Maret 2004 Untuk PDAM KabupatenKota. Sedangkan harga air baku PDAM sebesar Rp.100.00 berdasarkan Kepmen Dep. Kimpraswil No. 304KPTSM2003 Tanggal 28 Oktober 2003 dan Kepmen Dep. Kimpraswil No. 306KPTSM2003 Tanggal 4 Agustus 2004. Harga air baku industri sebesar Rp. 50.00 berdasarkan Kepmen Dep. Kimpraswil No. 202KPTSM2003 Tanggal 19 Maret 2004.

6.9. Simulasi Teknis dan Ekonomi

Untuk melihat sampai sejauh mana alokasi optimum akan berubah akibat berbagai perubahan teknis dan ekonomi ke dalam model. Berdasarkan data historis sejak tahun 1994 sampai dengan 2004, permintaan air baku sektor domestik dari tahun ke tahun terus meningkat walaupun peningkatan tidak dalam jangka pendek biasanya pada tahun berikutnya. Peningkatan air baku sejak tahun 2000 meningkat sebesar 10 persen, karenanya besarnya peningkatan ini pula yang dipakai sebagai dasar skenario 1. Begitu juga dengan sektor industri walaupun peningkatannya lebih lambat dan nilai perubahannya lebih kecil dibandingkan dengan sektor domestik, hanya berkisar 3 persen. Peningkatan air industri ditentukan sebesar 5 persen lebih besar dari kondisi aktual dengan asumsi bahwa perkembangan industri akan berkembang lebih cepat sehingga kebutuhan air baku industri juga meningkat, ini pula yang dijadikan pertimbangan untuk penentuan skenario 2. Skenario 3 merupakan kombinasi antara skenario 1 dan 2. Sedangkan skenario 4 dari sisi pengelola yakni peningkatan harga air baku PAM DKI sebesar 10 persen, merupakan usulan dari Perum Jasa Tirta II, agar bisa menutupi biaya operasional. Selanjutnya, dari sisi petani, dimana petani sangat bergantung pada harga gabah yang dihasilkan, sebagai dasar pertimbangan adalah peningkatan harga gabah sebesar 25 persen sebagai skenario 5, berdasarkan wawancara langsung pada kelompok tani bahwa jika harga gabah meningkat maka petani dapat memperoleh keuntungan lebih tinggi per musim tanamnya. Skenario 6 dan 7 merupakan skenario kombinasi, yakni skenario 6 merupakan kombinasi skenario 2 dan 3, skenario 7 merupakan kombinasi skenario 2 dan 5.

VII. ALOKASI AIR INTERTEMPORAL

7.1. Alokasi Air Aktual dan Optimal

Wilayah Tarum Barat mulai dari Bendung Curug sampai dengan Bendung Bekasi, terdiri dari 4 wilayah yakni wilayah Curug, Cibeet, Cikarang dan Bekasi. Wilayah tersebut dibagi dalam beberapa sub wilayah, dimana sub wilayah ini disesuaikan dengan saluran yang ada pada masing-masing bendung kecuali Curug. Wilayah Cibeet terdiri dari sub wilayah Cibeet A dan B, wilayah Cikarang terdiri dari sub wilayah Cikarang A dan B serta wilayah Bekasi terdiri dari sub wilayah Bekasi A dan B. Aktivitas alokasi air aktual di Wilayah Tarum Barat, mulai dari Bendung Curug sampai ke Bendung Bekasi terdapat 38 aktivitas. Aktivitas sektor pengguna air terdiri dari pertanian 17 aktivitas, domestik PDAM 9 aktivitas dan industri 12 aktivitas Tabel 17. Total luas lahan pertanian yang ada 51.77 ribu hektar, 10 Perusahaan Daerah Air Minum PDAM dan 39 industri. Aktivitas alokasi air optimum yang dihasilkan dari optimasi Model DIJ ke sektor pertanian, baik pada musim tanam I maupun pada musim tanam II di wilayah Curug, sub wilayah Cibeet A dan B serta Cikarang A tidak mengalami perubahan. Artinya semua wilayah terairi baik pada musim penghujan maupun musim kering, dengan kata lain tidak mengalami kelangkaan air. Di Sub wilayah Cikarang B dan Bekasi A pada musim tanam II sudah mengalami kekeringan, banyak sawah yang tidak terairi akibat kekurangan air. Sementara itu, aktivitas alokasi air untuk sektor domestik dan industri tidak mengalami gangguan baik pada musim kering maupun musim hujan, hasil optimasi menunjukkan bahwa permintaan kedua sektor tersebut tetap terpenuhi sepanjang tahun. Model DIJ dibangun dengan melibatkan semua pihak yang terlibat dalam alokasi sumberdaya air di wilayah DI Jatiluhur, yakni pengguna dalam hal ini