Prosedur pemakaian air hujan dalam hari operasional merupakan kondisi teraman, dalam prakteknya pemakaian air hujan pada hari operasional dengan
asumsi tidak turun hujan pada hari yang keempat. Pengoperasiannya membutuhkan waktu pengantaran air ke wilayah permintaan, waktu yang
dibutuhkan kurang lebih setengah hari dengan debit 0.6 meter per detik, dengan kata lain air yang disalurkan dari Bendung Curug akan diterima di wilayah
permintaan pada hari berikutnya.
2.6. Ketersediaan dan Alokasi Sumberdaya Air.
DI Jatiluhur merupakan wilayah yang menerima pelayanan dari jaringan yang dikelola PJT II, dan sistem pengairan seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Wilayah pelayanan DIJ berdasarkan pada tiga saluran induk yakni Tarum Barat, Tarum Timur dan Tarum Utara. Air keluar dari Waduk Jatiluhur ke
Bendung Curug dan disalurkan ke tiga saluran induk yang ada. Saluran induk Tarum Utara menghubungkan daerah irigasi yang dilayani Bendung Walahar
yang telah ada sebelum Waduk Jatiluhur dibangun, dan merupakan aliran sungai Citarum. Suplai utamanya berasal dari Bendung Curug, seluruh kebutuhan
wilayah ini dipenuhi dari Waduk Jatiluhur. Saluran induk Tarum Timur menghubungkan Bendung Curug dengan Daerah Irigasi Cipunegara, Cimalaya
dengan bendung terhilirnya Bendung Salamdarma, serta bendung-bendung lainnya dengan kapasitas lebih kecil yang berada di wilayah ini. Saluran induk
Tarum Barat dengan bendung terhilirnya Bendung Bekasi, dibuat bersamaan dengan Waduk Jatiluhur. Bendung Bekasi ini sebagai pemasok utama air baku
wilayah Jakarta serta mengairi daerah persawahan yang ada dan penggelontoran sungai Ciliwung.
26
SKEMA SI STEM PENGAI RAN JATI LUHUR
Waduk Ir. H. Djuanda Volume 2.5 Mm3
+ 107.00 m
Wadulk Saguling Volume 0.9 M m3
+ 64 3.00 m 3 Waduk Cirata
Volume 1.9 Mm3 +22 000 m
Citarum Cilalanang
S.Cibeet Ciherang
Cilamay a
Cipunegara S Cikarang
K.Bekasi Ciliwung
Q maks 800 m3det
B.Curug B.Barugbug
LAUT JAWA
Q maks 300
3d t
Cijengkol Cigadung
B.Beet B.Karang
Saluran Tarum Barat
B..Kedung Gede
Saluran Tarum Timur
B.Bekasi B. Walahar
Saluran Tarum Utara
Saluran Tarum Utara Cab Barat
Saluran Tarum Utara Cab Timur
B.Jengkol
B. Salamdarma
Q maks 1600 m3det
Q max 678 m3det
Q maks 350 m3det
B. Gadung Q maks
1050 m3det B. Lebiah
Ciasem C B L
Gambar 2. Skema Sistem Pengairan Jatiluhur
DI Jatiluhur dirancang sebagai sentra produksi padi untuk menopang ketahanan pangan nasional, namun dalam perkembangannya, bertambahnya
jumlah penduduk pada masing-masing wilayah dan meluasnya wilayah pemukiman serta meningkatnya sektor industri menyebabkan kebutuhan air non
pertanian terus meningkat dari waktu ke waktu, meskipun sektor pertanian masih merupakan pemakai air terbesar. Sektor pengguna air yang bersumber dari
Waduk Jatiluhur ini terdiri dari sektor pertanian, industri dan perusahaan daerah air minum PDAM.
Apabila dilihat pada neraca penggunaan air tahunan di DI Jatiluhur Tabel 6, total pemakaian air dibandingkan dengan air yang tersedia baik yang berasal
dari inflow sungai Citarum maupun sumber yang ada pada masing-masing wilayah dan curah hujan yang terjadi menunjukkan proporsinya antara 43.78
persen sampai dengan 76.43 persen. Setiap tahun selalu terdapat surplus air, yang berarti menambah stok pada Waduk Jatiluhur, baik pada tahun normal
maupun ketika El Nino terjadi yakni pada tahun 1997 dan 2003. Anomali iklim ini menurunkan ketersediaan air yakni sekitar 7.88 milyar meter kubik tahun 1997
dan 7.91 milyar meter kubik tahun 2003. Penurunan air yang tersedia ini berakibat pada meningkatnya proporsi air yang digunakan yakni sekitar 76.43
persen dan 73.39 persen. Sektor pertanian sebagai pengguna air terbesar yakni sebesar 92.21
persen tahun 1994, mulai tahun 1999 sampai tahun 2004 proporsi sektor pertanian terus menurun dari 90.76 persen menjadi 87.31 persen dari total air
yang digunakan. Komoditi utama yang memanfaatkan sumberdaya air tersebut yakni padi, dengan luas lahan irigasi tehnis berkisar 240 ribu hektar. Pada tahun
2003, dimana merupakan tahun dengan curah hujan lebih sedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya memanfatkan sekitar 87.31 persen dari total air yang
digunakan.
Tabel 6. Neraca Air Daerah Irigasi Jatiluhur Tahun 1994 – 2003
TAHUN Irigasi
Domestik Peternakan Industri Total
Surplus Citarum
Setempat Total
Perikanan Defisit
1994 7235.31
5167.38 12402.69
5418.73 331.30
72.14 54.65
5876.82 6525.87
58.34 41.66
92.21 5.64
1.23 0.93
1995 6544.22
5841.19 12385.41
6113.39 295.29
77.75 69.68
6556.11 5829.30
52.84 47.16
93.25 4.50
1.19 1.06
1996 6864.26
6062.76 12927.02
6789.63 331.27
59.48 78.46
7258.84 5668.18
53.10 46.90
93.54 4.56
0.82 1.08
1997 4644.24
3236.15 7880.39
5472.08 395.30
63.00 92.89
6023.27 1857.12
58.93 41.07
90.85 6.56
1.05 1.54
1998 6661.40
6442.58 13103.98
7151.13 447.37
47.68 101.72
7747.90 5356.08
50.83 49.17
92.30 5.77
0.62 1.31
1999 5587.00
4692.40 10279.40
5685.31 422.85
45.78 110.36
6264.30 4015.10
54.35 45.65
90.76 6.75
0.73 1.76
2000 4966.60
5505.90 10472.50
5978.27 428.03
46.20 118.54
6571.04 3901.46
47.43 52.57
90.98 6.51
0.70 1.80
2001 7122.27
6461.90 13584.17
6317.14 471.24
45.71 150.73
6984.82 6599.35
52.43 47.57
90.44 6.75
0.65 2.16
2002 5540.10
5882.00 11422.10
5781.56 522.21
47.59 156.03
6507.39 4914.71
48.50 51.50
88.85 8.02
0.73 2.40
2003 4294.46
3617.82 7912.28
5069.52 545.33
40.22 151.44
5806.51 2105.77
54.28 45.72
87.31 9.39
0.69 2.61
Sumber : Perum Jasa Tirta II 2004 Keterangan : nilai persentase
PEMAKAIAN AIR juta m
3
KETERSEDIAAN AIR juta m
3
SUMBER AIR
Pemakai air terbesar kedua adalah PDAM. dimana PJT II melayani beberapa PDAM yakni dari Kabupaten Indramayu, Subang, Purwakarta,
Krawang, Bekasi dan DKI Jakarta. Proporsi penggunaan air sektor ini terus meningkat sejak tahun 1999 sampai dengan 2003 yakni 6.75 persen dan 9.39
persen. Industri merupakan sektor pemakai air Jatiluhur, dengan total pemakaian
air paling kecil dibandingkan kedua sektor lainnya. Industri yang ada di DI Jatiluhur sangat bervariasi jenis, skala serta kebutuhan airnya. Proporsi sektor
industri hanya sekitar 0.93 persen pada tahun 1994 dan 2.61 persen pada tahun 2003. Meskipun proporsinya kecil dalam penggunaan air tetapi limbah yang
dihasilkan oleh kegiatan sektor ini mempengaruhi kualitas air di wilayah hilirnya. Neraca air di Daerah Irigasi Jatiluhur yang terdapat pada Tabel 6
menggambarkan surplus air selama periode 1994-2003, hal ini bertentangan
dengan kenyataan dimana terjadi kelangkaaan air irigasi di wilayah tersebut terutama pada musim kemarau dan pada saat adanya El Nino 1997 dan 2003.
Neraca air ini dibuat berdasarkan data tahunan yang merupakan kumulatif dari penyaluran air tengah bulanan, sehingga tidak merefleksikan variasi alokasi air
berdasarkan waktu dan musim. Wilayah Tarum Utara merupakan wilayah yang sumber air utamanya
berasal dari Waduk Jatiluhur, pada Tabel 7 terlihat behwa terdapat surplus setiap tahunnya, bukan berarti di wilayah tersebut tidak mengalami kelangkaan
air. Sama seperti gambaran dari neraca DIJ, neraca air per wilayah berdasarkan layanan saluran induk yang ada merupakan kumulatif tahunan sehingga tidak
dapat mengindikasikan terjadinya surplus atau defisit air sepanjang tahun. Tabel 7.
Ketersediaan dan Pemanfaatan Air di Wilayah Tarum Utara Tahun 1994 – 2004
KETERSEDIAAN PERIODE
juta m
3
CURUG IRIGASI
PDAM INDUSTRI
TOTAL 1994
4854.61 1577.53
3.57 3.97
1585.08 99.52
0.23 0.25
1995 4412.42
1854.02 3.65
4.41 1862.08
99.57 0.20
0.24 1996
4620.99 1920.02
3.66 5.39
1929.07 99.53
0.19 0.28
1997 2617.62
1875.11 3.62
5.85 1884.58
99.50 0.19
0.31 1998
4863.85 2275.83
4.86 6.22
2286.90 99.52
0.21 0.27
1999 3674.34
2058.33 5.58
54.97 2118.88
97.14 0.26
2.59 2000
3539.37 1999.19
5.83 36.91
2041.94 97.91
0.29 1.81
2001 4501.91
2097.22 6.11
38.96 2142.29
97.90 0.29
1.82 2002
5101.56 2129.37
6.37 39.13
2174.88 97.91
0.29 1.80
2003 1903.53
1712.51 6.10
32.09 1750.71
97.82 0.35
1.83 2004
2684.51 1927.53
6.11 30.70
1964.34 98.13
0.31 1.56
Sumber: Perum Jasa Tirta II 2004 Keterangan : nilai persentase
PEMANFAATAN juta m
3
Pemakai air paling dominan di wilayah ini adalah sektor pertanian, yakni sekitar 99.52 persen tahun 1994 dan 98.13 persen tahun 2004 sedangkan
PDAM dan industri memanfaatkan 0.31 persen dan 1.56 persen pada tahun 2004. Sektor industri meningkat pesat sejak tahun 1999, selain disebabkan
bertambahnya industri pemakai air tetapi juga ada beberapa pengalihan pelayanan, pengalihan pelayanan dari Tarum Barat ke Tarum Utara. Proporsi
total penggunaan air terbesar terjadi pada tahun 2003 yakni sebesar 91.97 persen dari air yang disalurkan sedangkan pada tahun-tahun normal hanya
sekitar 47 persen. Hal ini menandakan bahwa debit sungai Citarum sebagai sumber utama
mengalami penurunan yang berarti sehingga air yang disalurkan hanya sebesar yang dibutuhkan, sedangkan pada tahun normal kelebihan air dari sungai
Citarum dibuang melalui saluran ini. Wilayah Tarum Timur merupakan wilayah sentra produksi padi, sehingga
sektor pertanian mendominasi pemakaian air di wilayah ini, sama dengan wilayah Tarum Utara. Sektor domestik dan industrinya pengguna air dengan
proporsi kecil, dan peningkatan penggunaannya relatif kecil. Selain ketiga sektor tersebut, di wilayah ini ada sektor pengguna lainnya yakni sektor agroindustri.
Sektor pertanian pada tahun 2004 memanfaatkan sekitar 51 persen dari air yang tersedia Tabel 8. PDAM dan industri tidak terlalu pesat
perkembangannya, pada tahun 2004 masing-masing hanya menggunakan 0.16 persen dan 0.66 persen. Sektor industri perkembangannya tidak sepesat di
Wilayah Tarum Utara. Sektor agroindustri menggunakan air sebesar 3.46 persen tahun 1994 dan 2.20 persen tahun 2004. Neraca air wilayah ini menunjukkan
bahwa wilayah Tarum Timur merupakan sentra produksi pangan khususnya padi dan wilayah dengan perkembangan agroindustri yang tidak terdapat di
wilayah lainnya.
Tabel 8. Ketersediaan dan Pemanfaatan Air di Wilayah Tarum Timur Tahun 1994 – 2004
PERIODE SBR LAIN
CURUG TOTAL
IRIGASI AGROIN
PDAM INDUSTRI
TOTAL
1994 3068.29
1161.54 4229.83
2000.84 72.05
1.90 7.75
2082.54 72.54
27.46 96.08
3.46 0.09
0.37 1995
3411.27 981.86
4393.13 2153.12
76.18 1.36
9.55 2240.20
77.65 22.35
96.11 3.40
0.06 0.43
1996 3116.80
1133.52 4250.32
2222.76 59.33
1.29 8.91
2292.28 73.33
26.67 96.97
2.59 0.06
0.39 1997
1856.45 1126.82
2983.27 2728.75
62.31 1.36
12.07 2804.48
62.23 37.77
97.30 2.22
0.05 0.43
1998 3842.41
1122.53 4964.94
2575.66 47.53
1.44 12.23
2636.86 77.39
22.61 97.68
1.80 0.05
0.46 1999
2823.45 1071.28
3894.73 2098.99
45.17 0.97
10.16 2155.29
72.49 27.51
97.39 2.10
0.05 0.47
2000 3515.97
1194.72 4710.69
2373.60 45.79
1.04 10.94
2431.37 74.64
25.36 97.62
1.88 0.04
0.45 2001
4392.08 1315.93
5708.01 2626.12
45.03 1.38
11.21 2683.74
76.95 23.05
97.85 1.68
0.05 0.42
2002 3529.96
1397.25 4927.21
2103.03 47.59
2.32 14.14
2167.09 71.64
28.36 97.04
2.20 0.11
0.65 2003
2032.90 1284.27
3317.17 2063.07
46.00 3.76
15.70 2128.53
61.28 38.72
96.92 2.16
0.18 0.74
2004 3211.76
1306.02 4517.78
2311.93 52.36
3.89 15.70
2383.88 71.09
28.91 96.98
2.20 0.16
0.66 Sumber : Perum Jasa Tirta II 2004
Keterangan : nilai persentase
juta m
3
KETERSEDIAAN PEMANFAATAN
juta m
3
Wilayah yang paling cepat perkembangannya sektor non pertaniannya adalah wilayah Tarum Barat, wilayah ini berbatasan langsung dengan Jakarta
dan merupakan pemasok air baku untuk PAM DKI. Konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman juga meningkat pesat, meskipun sampai saat ini
sektor pertanian masih mendominasi pemakaian air sebesar 79.80 persen pada tahun 2004 Tabel 9. Sektor domestik khususnya PAM DKI merupakan
pengguna air terbesar kedua yakni sebesar 16.82 persen sedangkan PDAM lainnya hanya sebesar 1.17 persen. Sektor industri menggunakan air sebesar
2.21 persen dari total air yang digunakan pada tahun 2004. Proporsi penggunaan air sektor pertanian menurun dari tahun ke tahun,
seiring dengan peningkatan penggunaan dari PAM DKI, industri dan PDAM lainnya. Perkembangan yang pesat dari kedua sektor non pertanian merupakan
gambaran pertumbuhan penduduk dan perkembangan sektor industri di wilayah
ini, juga meningkatnya wilayah perkotaan. Peningkatan wilayah perkotaan terjadi dengan mengkonversi lahan pertanian menjadi pemukiman. yang berakibat pada
menurunnya penggunaan air sektor pertanian. Tabel 9. Ketersediaan dan Pemanfaatan Air di Wilayah Tarum Barat
Tahun 1994 – 2004
PERIODE SBR LAIN
CURUG TOTAL
PERTANIAN INDUSTRI
PDAM PAM DKI
TOTAL 1994
2041.41 1106.35
3147.76 1840.85
9.65 3.30
322.01 2175.81
64.85 35.15 84.61
0.44 0.15
14.80 1995
2401.44 1079.29
3480.72 2106.24
14.09 4.99
284.60 2409.92
68.99 31.01
87.40 0.58
0.21 11.81
1996 3106.06
1108.25 4214.31
2669.88 19.66
5.66 320.22
3015.42 73.70
26.30 88.54
0.65 0.19
10.62 1997
1505.29 1031.94
2537.23 2010.69
33.05 8.34
378.32 2430.41
59.33 40.67
82.73 1.36
0.34 15.57
1998 2714.69
1063.29 3777.97
2274.13 37.88
9.26 431.97
2753.25 71.86
28.14 82.60
1.38 0.34
15.69 1999
1778.62 1004.50
2783.12 2032.41
26.28 15.03
400.42 2474.13
63.91 36.09
82.15 1.06
0.61 16.18
2000 1989.36
1291.85 3281.21
2204.11 29.19
16.43 403.96
2653.68 60.63
39.37 83.06
1.10 0.62
15.22 2001
2069.82 1294.45
3364.27 1707.16
32.53 19.64
415.02 2174.35
61.52 38.48
78.51 1.50
0.90 19.09
2002 2352.06
1400.01 3752.07
2275.00 45.63
23.51 417.64
2761.78 62.69
37.31 82.37
1.65 0.85
15.12 2003
1584.97 1345.44
2930.41 2030.92
55.15 29.76
437.90 2553.72
54.09 45.91
79.53 2.16
1.17 17.15
2004 2250.54
1397.17 3647.71
2183.90 60.49
31.97 460.41
2736.78 61.70
38.30 79.80
2.21 1.17
16.82 Sumber: Perum Jasa Tirta II 2004
Keterangan : nilai persentase juta m
3
PEMANFAATAN KETERSEDIAAN
juta m
3
Wilayah Tarum Barat sebagai wilayah penyangga DKI Jakarta, merupakan wilayah dengan pertumbuhan non pertanian lebih pesat dari kedua
wilayah lainnya di DIJ. Perkembangan pemakaian air sektor non pertanian seiring dengan pengalihan lahan dari areal pertanian ke pemukiman dan industri,
konversi lahan akan menggeser fungsi utama wilayah ini, bukan lagi sebagai sentra produksi pangan tetapi sebagai wilayah perkotaan dan industri. Peralihan
dari fungsi wilayah ini, diduga akan meyebabkan persaingan antar sektor pengguna air di wilayah tersebut.
2.7. Institusi Terkait dalam Pengelolaan DAS Citarum