Nilai Ekonomi Sumberdaya Air

dasar. Perubahan yang terjadi sangat kecil dan hanya pada beberapa periode saja, yakni pada periode ke 6, 7,10 dan 11 Des II, Jan I, Peb II dan Mar I, dinamika yang ditunjukkan sangat kecil. Perbedaan yang sangat kecil antara stok optimum hasil optimasi Model DIJ dasar dengan perubahan nilai variabel ekonomi maka dapat dikatakan bahwa perubahan nilai variabel ekonomi tersebut dapat dikatakan tidak mempengaruhi stok air yang tersedia di waduk. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Model DIJ dibangun dengan meminimisasi perbedaan inflow dan outflow dan menjaga ketersediaan air di waduk, stok optimal selalu diatas batas operasional minimum yang diterapkan dalam model yakni lebih besar dari 578.90 juta meter kubik. Kondisi stok waduk akibat adanya perubahan nilai variabel teknik dan ekonomi variasinya sangat kecil, berimplikasi pada penyaluran air dari Bendung Curug ke saluran induk Tarum Barat juga tidak mengalami perubahan. Penyaluran air dari Bendung Curug hanya menambah kekurangan air di wilayah hilirnya, penyaluran air outflow optimum hasil optimasi Model DIJ dasar telah mencapai kapasitas maksimum sarana yang ada, sehingga perubahan nilai variabel hanya mengalihkan air yang disalurkan ke sektor-sektor yang mengalami perubahan, tanpa menambah penyaluran dari Bendung Curug.

9.5. Nilai Ekonomi Sumberdaya Air

Telah dikemukan pada bagian sebelumnya, alokasi sumberdaya air merupakan proses pengambilan keputusan yang bersifat intertemporal. Hal ini disebabkan sumberdaya air merupakan aset atau modal yang pemanfaatannya tidak hanya ditentukan oleh produktivitas saja, namun juga menyangkut ketersediaannya di masa mendatang serta adanya resiko dan ketidak pastian dari alokasi sumberdaya air itu sendiri. Bila ditinjau dari sisi pengelola dan jika pengelola dianggap sebagai pemilik sumberdaya, maka keputusan intertemporal ini juga menyangkut biaya pengguna yang disebut user cost. Biaya ini menggambarkan surplus yang bisa diperoleh di masa mendatang jika pemilik sumberdaya memutuskan untuk ekstraksi kini ditunda sampai ke masa mendatang. Nilai user cost air yang tersimpan di waduk menunjukkan perbedaan antara hasil optimasi Model DIJ dasar dan skenario 1 sampai dengan 7. Nilai user cost tertinggi dicapai ketika dilakukan perubahan harga komoditi gabah dan kombinasi perubahan harga air baku PAM DKI dan gabah serta kombinasi seluruh variabel ekonomi dan teknis secara serentak. Hasil optimasi Model DIJ dimana bunga tahunan r diasumsikan 13 persen per tahun atau sebesar 0.54 persen per tengah bulanan, nilai user cost sumberdaya air sebesar Rp. 9.41 per seribu meter kubik air yang tersimpan di Waduk Juanda pada periode pertama Oktober I. User cost yang akan diperoleh pengelola jika menyimpan air sekarang dan akan dipergunakan pada periode mendatang, hasil optimasi Model DIJ skenario 1 sama dengan surplus yang akan diperoleh pengelola hasil Model DIJ dasar sebesar Rp. 9.41 per seribu meter kubik air yang tersimpan atau dengan kata lain perubahan permintaan air baku PDA tidak akan mempengaruhi besarnya surplus yang akan diterima di waktu mendatang. Perubahan permintaan air baku industri sebesar 5 persen dan air baku PDAM sebesar 10 persen skenario 3, mengakibatkan penurunan nilai user cost. Penurunan nilai user cost ini menunjukkan bahwa sektor industri merupakan sektor yang berpengaruh di wilayah Tarum Barat. Peningkatan permintan air baku sektor industri akan meningkatkan benefit sektor tersebut juga sekaligus meningkatakan benefit sosial. Penurunan user cost tersebut berarti bahwa sebaiknya air dialokasikan ke sektor industri saat ini dibandingkan dengan menyimpannya dalam waduk untuk digunakan pada waktu mendatang. Perubahan nilai variabel ekonomi dalam hal ini peningkatan harga air baku PAM DKI sebesar 10 persen skenario 3, menghasilkan nilai user cost yang sama dengan hasil optimasi Model DIJ dasar. Tabel 30. User Cost Penyimpanan Air di Waduk Juanda Hasil Optimasi Model DIJ Dasar dan Skenario 1 sampai dengan 7 Periode DASAR 1 2 3 4 5 6 7 Okt.I 9.41 9.41 9.38 9.41 12.49 12.49 9.38 12.49 Okt.II 5.46 5.46 5.44 5.46 7.09 7.09 5.20 6.99 Nop.I 3.24 3.24 3.23 3.24 4.20 4.20 3.07 4.14 Nop.II 2.81 2.83 2.82 2.81 3.62 3.62 2.62 3.58 Des.I 3.03 3.08 3.07 3.03 3.88 3.88 2.64 3.84 Des.II 1.80 1.81 1.81 1.80 2.32 2.32 1.78 2.31 Jan.I 1.29 1.29 1.29 1.29 1.67 1.67 1.39 1.66 Jan.II 1.26 1.26 1.26 1.26 1.63 1.63 1.34 1.62 Peb.I 1.11 1.12 1.11 1.11 1.44 1.44 1.17 1.43 Peb.II 0.96 0.96 0.96 0.96 1.24 1.24 1.01 1.23 Mar.I 0.84 0.85 0.85 0.84 1.10 1.10 0.88 1.09 Mar.II 0.76 0.76 0.76 0.76 0.99 0.99 0.79 0.98 Apr.I 0.67 0.68 0.67 0.67 0.88 0.88 0.70 0.88 Apr.II 0.65 0.65 0.65 0.65 0.85 0.85 0.67 0.85 Mei.I 0.58 0.58 0.58 0.58 0.76 0.76 0.61 0.75 Mei.II 0.53 0.53 0.53 0.53 0.69 0.69 0.55 0.69 Jun.I 0.50 0.50 0.50 0.50 0.66 0.66 0.53 0.66 Jun.II 0.51 0.51 0.51 0.51 0.68 0.68 0.53 0.67 Jul.I 0.54 0.54 0.54 0.54 0.71 0.71 0.54 0.71 Jul.II 0.56 0.56 0.56 0.56 0.74 0.74 0.55 0.73 Ags.I 0.57 0.56 0.56 0.57 0.75 0.75 0.56 0.75 Ags.II 0.60 0.60 0.59 0.60 0.79 0.79 0.59 0.79 Sep.I 0.64 0.64 0.64 0.64 0.85 0.85 0.63 0.85 Sep.II - - - - - - - - User Cost dari Total Air yang tersimpan Rp000 meter kubik SKENARIO Hal ini berarti perubahan harga air baku PAM DKI, tidak mempengaruhi surplus yang akan diterima pengelola pada waktu mendatang. Peningkatan harga gabah skenario 4, ternyata mempengaruhi mengubah nilai user cost dari air yang tersimpan, dalam artian bahwa peningkatan tersebut menyebabkan pengelola lebih baik menunda alokasi air dan memutuskan untuk menyimpan karena surplus yang akan diterimanya lebih tinggi dibandingkan apabila mengalokasikan saat ini. Nilai user cost akibat perubahan nilai variabel ekonomi skenario sama dengan nilai user cost perubahan harga gabah, dimana pengelola sebaiknya mennda penggunaan air karena surplus yang akan diperolehnya pada waktu mendatang. Hasil optimasi ini menunjukan bahwa sektor pertanian merupakan sektor pengguna yang mendominasi seluruh wilayah Tarum Barat sehingga perubahan benefit sektor tersebut yang diakibatkan oleh peningkatan harga gabah mempengaruhi besarnya user cost penyimpanan air di waduk. Selain itu, peningkatan nilai user cost air yang tersimpan menunjukkan rendahnya harga air irigasi sehingga peningkatan harga gabah justru makin menurunkan penerimaan pengelola akibat peningkatan pemintaan air irigasi, dimana harga air irigasi lebih rendah dibandingkan dengan harga air baku kedua sektor lainnya. Dampak perubahan nilai variabel teknik dan ekonomi skenario 6 dan 7 menunjukkan bahwa nilai user cost air yang tersimpan di waduk mengikuti sektor yang mendominasi perubahan sebelumnya, yakni sektor industri dan pertanian. Peningkatan permintaan air baku sektor industri yang menurunkan nilai user cost yang berimplikasi pada keputusan untuk mengalokasikan air pada saat ini akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan menyimpannya. Hal ini disebabkan nilai air baku untuk sektor industri lebih tinggi dibandingkan sektor pertanian, sehingga peningkatan permintaan air baku industri akan diikuti dengan mengalokasikan air sesuai permintaan. Tambahan alokasi ini akan menghasilkan benefit yang lebih tinggi dibandingkan bila air tersebut tersimpan di waduk. Kondisi sebaliknya terjadi ketika peningkatan harga gabah menyebabkan peningkatan user cost air yang tersimpan berimplikasi pada penundaan alokasi air pada saat ini dan menyimpannya untuk digunakan pada waktu mendatang Tabel 30. Peningkatan user cost air yang tersimpan menunjukkan bahwa penyimpanan air akan menambah benefit yang dihasilkan pada masa mendatang. Besarnya user cost ini bervariasi antar stage return, pada musim hujan nilai air yang tersimpan lebih besar dari pada musim kemarau, dimana nilai ini makin menurun sampai pada akhir periode, yang berimplikasi bahwa penyimpanan air sebaiknya dilakukan pada musim hujan sedangkan pada musim kemarau dimana surplus yang diperoleh pengelola akibat penyimpanan air makin menurun sebaiknya air dialokasikan kepada pengguna. Pada musim hujan pengguna telah mendapatkan suplai tambahan dari sumber setempat baik melalui curah hujan dan sungai yang ada di wilayah tersebut, terutama untuk sektor pertanian. Hasil optimasi Model DIJ diatas menunjukkan bahwa ketika sumberdaya mengalami keterbatasan atau langka, pengelola sebaiknya memutuskan untuk mengalokasikannya. Selain user cost yang diterima pengelola lebih kecil, hal ini sesuai dengan tujuan penyimpanan air di waduk untuk digunakan pada saat musim kemarau atau ketika air langka. Kondisi kelangkaan memicu kompetisi antar pengguna menjadi makin nyata dan menyebabkan nilai sumberdaya menjadi lebih tinggi. Peningkatan permintaan sektor non pertanian tanpa diikuti dengan pembangunan sarana dan penyesuaian sarana penyaluran air baku di Daerah Irigasi Jatiluhur, akan menurunkan peran DI Jatiluhur sebagai lumbung pangan nasional, yang berakibat pada produksi pangan nasional. Air yang dialokasikan ke sektor pertanian, penggunaannya berkesinambungan dalam satu sistem pengairan dan tidak semuanya diserap oleh tanaman dan lahan serta menyisakan sejumlah air yang dialirkan melalui sistem pembuangan drainase dapat dipertimbangkan sebagai sumber air yang digunakan kembali oleh pertanian maupun sektor lainnya. Nilai user cost diatas menunjukkan bahwa nilai air irigasi lebih kecil dibandingkan dengan kedua sektor lainnya, untuk meningkatkan nilai air irigasi ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan air sisa irigasi yang ada di saluran pembuangan, untuk digunakan kembali terutama bagi sawah golongan IV dan V yang seringkali tidak mendapatkan air pada musim kemarau. Pemanfaatan air sisa dari sektor pertanian ini diikuti dengan penyesuain sarana pengairan yang ada, yang memungkinkan penggunaan air sisa irigasi tersebut. Pemanfaatan sisa air irigasi reuse oleh sektor pertanian sendiri maupun sektor lainnya selain meningkatkan efisiensi penggunaan air juga dapat meningkatkan nilai air tersebut, dimana air yang sama telah memberikan manfaat untuk berbagai sektor. Sistem reuse ini telah dilakukan untuk wilayah utara Kabupaten Bekasi,dengan cara memompa air dari sistem drainase ke sektor industri, proporsi penggunaan kembali air irigasi sangat kecil belum dapat dievaluasi benefitnya. Jika tersedia sarana penampungan air sisa air irigasi di wilayah hilir, dapat mengurangi kompetisi antara sektor pertanian dan non pertanian terutama untuk wilayah layanan Bendung Bekasi, dimana kebutuhan air baku PAM DKI diambil dari bendung tersebut. Jika pengelola atau pemerintah kurang tanggap terhadap perubahan fenomena yang terjadi di DI Jatiluhur khususnya wilayah Tarum Barat, maka sektor pertanian yang merupakan andalan dari sistem pengairan ini akan terabaikan dan mendorong terjadinya konversi dari lahan sawah menjadi tempat pemukiman. Konversi lahan ini bukan berati menurunkan kebutuhan air tetapi akan merusak sarana pengairan yang ada, dan akan meningkatkan permintaan sektor non pertanian. Model DIJ dengan berbagai keterbatasannya dapat memberikan gambaran bagaimana model pengelolaan sumberdaya air, khususnya air permukaaan dalam menghadapi kompetisi antar sektor akibat pertumbuhan ekonomi dan wilayah perkotaan sehingga air menjadi langka terutama dalam segi kuantitasnya.

X. SIMPULAN DAN SARAN