III. KERANGKA TEORI
3.1. Pasar Tenaga Kerja
Pasar tenaga kerja adalah pasar dimana ada sejumlah pembeli dan penjual faktor produksi tenaga kerja. Pembeli input tenaga kerja adalah perusahaan dan
penjual input tenaga kerja adalah rumah tangga. Perusahaan diasumsikan menentukan jumlah tenaga kerja yang akan dibeli dalam upaya mendapatkan
keuntungan maksimal. Sementara rumah tangga diasumsikan sebagai pihak yang memiliki input tenaga kerja untuk dijual kepada perusahaan.
Dalam analisis pasar tenaga kerja, perilaku pihak pemilik input tenaga kerja diilustrasikan sebagai kurva penawaran tenaga kerja. Kurva penawaran
tenaga kerja menunjukkan hubungan antara jumlah jam kerja per hari yang bersedia ditawarkan pada berbagai tingkat upah Arfida, 2005.
S
B C
A
Upah W
W
2
W
1
W
O L
L
1
Waktu Kerja Jam per hari
Gambar 1. Penawaran Tenaga Kerja yang Melengkung ke Belakang
Sumber : Pindyck and Rubinfeld, 2001 dimodifikasi.
Kurva penawaran tenaga kerja mempunyai kemiringan positif karena dengan kenaikan upah seseorang mungkin secara sukarela bersedia untuk mengurangi
waktu luang leisure untuk bekerja lebih lama seperti pada Gambar 1. Namun, kurva penawaran tenaga kerja dapat melengkung ke belakang
backward-bending karena bila tingkat upah terus meningkat pada akhirnya jam kerja yang ditawarkan dapat turun karena orang memilih untuk menikmati lebih
banyak waktu luang dan lebih sedikit bekerja. Gambar 1 diasumsikan bahwa seorang pekerja mempunyai fleksibilitas untuk memilih berapa jam per hari harus
bekerja. Upah mengukur jumlah uang yang harus dikorbankan pekerja untuk menikmati waktu luang. Pada tingkat upah di W
, jumlah jam kerja yang ditawarkan L
. Bila upah naik, misalkan di W
1
, jumlah jam kerja yang ditawarkan meningkat menjadi L
1.
Bila upah meningkat lagi, misalkan di W
2
, jumlah jam kerja yang ditawarkan menurun menjadi L
0.
Mengapa terjadi penurunan jumlah jam kerja yang ditawarkan? Hal tersebut disebabkan pada tingkat upah di W
1
, kebutuhan pekerja telah terpenuhi sebesar OW
1
BL
1
. Pada saat upah meningkat misalkan di W
2
, meskipun kebutuhan pekerja telah dapat terpenuhi perssis sebesar OW
1
BL
1
, jumlah jam kerja yang ditawarkan pekerja menurun menjadi L dan
memilih lebih banyak menikmati waktu luang karena kebutuhan telah terpenuhi. Namun yang harus kita cermati adalah standar kebutuhan setiap individu berbeda.
Studi kasus yang dilakukan di negara maju menunjukkan elastisitas peningkatan upah terhadap penawaran jam kerja pada kelompok keluarga dengan
sumber penghasilan suami dan istri dengan maupun tanpa anak menunjukkan nilai negatif. Artinya kelompok keluarga tersebut berada pada bagian kurva penawaran
yang melengkung ke belakang. Namun, perekonomian makro Indonesia dicirikan
oleh nilai upah minimum yang hanya mampu memenuhi 89.63 persen KHM dan tingkat pengangguran serta inflasi yang relatif tinggi. Dengan karakteristik
tersebut untuk kasus Indonesia secara agregat, kuat dugaan nilai elastisitas penawaran jam kerja akibat kenaikan upah masih positif. Artinya penawaran
agregat tenaga kerja Indonesia masih pada kurva yang melengkung ke atas. Kurva permintaan faktor input tenaga kerja adalah permintaan turunan
derived demand. Permintaan tenaga kerja bergantung pada dan berasal dari tingkat output yang dihasilkan dan biaya input tenaga kerja itu sendiri. Kurva
permintaan tenaga kerja menunjukkan jumlah input tenaga kerja yang akan dibeli oleh perusahaan pada berbagai tingkat upah. Jika diasumsikan perusahaan
menjual outputnya pada pasar persaingan sempurna maka perusahaan adalah sebagai penerima harga di pasar output. Dengan demikian nilai produksi marjinal
tenaga kerja adalah sama dengan produk marjinal tenaga kerja MVP
L
dikalikan harga output P
Y
, secara matematis:
Y L
L
P MP
MVP .
=
. Karena kenaikan hasil yang semakin berkurang terhadap input tenaga kerja maka produk marjinal tenaga
kerja turun ketika jumlah jam kerja bertambah. Dengan demikian, kurva nilai produk marjinal akan turun melengkung ke bawah meskipun harga output tetap
konstan. Kurva ini disebut sebagai kurva permintaan input tenaga kerja.
L
MVP
Keseimbangan pasar tenaga kerja tercapai sebagai hasil interaksi antara rumah tangga sebagai penjual dengan perusahaan sebagai pembeli input tenaga
kerja Nicholson, 2002. Secara grafis, keseimbangan pada pasar tenaga kerja digambarkan oleh perpotongan antara kurva penawaran tenaga kerja dan kurva
permintaan tenaga kerja. Dari perpotongan ini akan diperoleh jumlah tenaga kerja yang diserap pasar dan upah keseimbangan pasar seperti pada Gambar 2.
W
minimum
E
1
E
S
1
S
D Upah
W W
1
Jumlah Tenaga Kerja
L L
1
Gambar 2. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja
Sumber : Nicholson, 2002 dimodifikasi.
Gambar 2 memperlihatkan bahwa upah keseimbangan W pada pasar
tenaga kerja ditentukan oleh penawaran tenaga kerja S dan permintaan tenaga
kerja D. Kondisi keseimbangan E sangat sulit dicapai di Indonesia. Hal ini
disebabkan jumlah tenaga kerja yang masuk ke pasar kerja Indonesia S tidak
sebanding dengan jumlah ketersediaan lapangan kerja D. Pergeseran kurva penawaran tenaga kerja menjadi S
1
akan menurunkan upah menjadi W
1
meskipun jumlah tenaga kerja yang terserap di pasar kerja bertambah menjadi L
1
. Dalam kondisi seperti ini diperlukan kebijakan upah minimum yang merupakan standar
normatif dan jaring pengaman safety net bagi pekerja buruh. Standar normatif artinya upah minimum telah ditetapkan dalam bentuk undang-undang yang
memiliki aturan sanksi secara hukum bila tidak dilaksanakan oleh perusahaan. Jaring pengaman dimaksud agar tingkat upah tidak terus menurun pada level
terendah dan mencegah terjadinya eksploitasi pekerja buruh.
3.2. Kebijakan Upah Minimum