Rangkuman Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Tingkat Pengangguran dan Perekonomian 1.45 8.82 8.83 5.61 5.63 4.19

7.4. Rangkuman Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Tingkat Pengangguran dan Perekonomian

Para penganut peningkatan kesejahteraan berpendapat bahwa peningkatan kesejahteraan pekerja penting dilakukan untuk mendorong naiknya produktivitas pekerja Syamsudin, 20030. Berikut akan dianalisis dampak peningkatan kesejahteraan pekerja yang dilakukan melalui peningkatan upah minimum secara riil. Rangkuman hasil simulasi penyesuaian upah minimum dengan rata-rata tingkat inflasi tahun 2007-2010 secara umum dapat menyebabkan peningkatan produktifitas tenaga kerja seperti pada Tabel 48. Tabel 48. Perbandingan Produktivitas Sektoral Berdasarkan Simulasi Peramalan Tahun 2007-2010 Uraian Nilai Satuan Simulasi Simulasi Simulasi Simulasi Dasar 1 2 3 4 Sektor Pertanian: Nilai Produksi 62496.51 Milyar Rptahun 62676.94 62482.86 62405.89 62387.33 Permintaan TK 43116.75 ooo Orang 43893.09 43081.53 42882.90 42834.99 Produktifitas 1.45 Juta RpTKtahun

1.43 1.45

1.46 1.46 Sektor Industri: Nilai Produksi 121268.55 Milyar Rptahun 121498.71 121216.21 120921.01 120849.83 Permintaan TK 13752.13 ooo Orang 13742.49 13744.85 13703.80 13693.90 Produktifitas 8.82 Juta RpTKtahun

8.84 8.82

8.82 8.83

Sektor Jasa: Nilai Produksi 65715.49 Milyar Rptahun 65766.48 65701.77 65624.34 65605.67 Permintaan TK 11712.08 ooo Orang 11788.24 11705.91 11671.06 11662.66 Produktifitas 5.61 Juta RpTKtahun

5.58 5.61

5.62 5.63

Penawaran Agregat: Nilai Produksi Total 432438.95 Milyar Rptahun 432900.53 432359.23 431909.64 431801.22 Permintaan TK Total 103146.30 ooo Orang 103989.15 103097.62 102823.09 102756.89 Produktifitas 4.19 Juta RpTKtahun

4.16 4.19

4.20 4.20 Sumber: Data sekunder 1980-2004 diolah. Tabel 48 memperlihatkan produktivitas total meningkat dari 4.19 juta rupiah per TK per tahun menjadi 4.20 juta rupiah per TK per tahun. Namun semakin pemerintah berupaya meningkatkan kesejahteraan buruh simulasi 2 sampai dengan simulasi 4, secara agregat produktivitas relatif tidak berubah 4.20 juta rupiah per TK. Artinya peningkatan produktivitas TK tidak efektif hanya distimulasi dari upaya peningkatan upah minimum secara riil. Bila pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan buruh melalui peningkatan upah minimum tetapi tetap mementingkan kelangsungan produksi maka peningkatan produktivitas TK masih harus menjadi perhatian. Tabel 48 juga memperlihatkan produktivitas sektor pertanian paling rendah diantara sektor lainnya. Menurut Kalangi 2006 upaya peningkatan kesejahteraan petani dapat dilakukan melalui peningkatan produktiivitas sektor pertanian baik secara output fisik maupun satuan input. Selanjutnya dinyatakan ada empat hal yang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian, yaitu: 1 peningkatan kepadatan investasi satuan luas unit usaha pertanian, 2 mengadakan restrukturisasi usaha pertanian menuju skala yang kompetitif dan mendukung kemandirian ekonomi dan dapat dijalankan dalam skala individual dan kelompok koperasi perusahaan, 3 Kembalikan pola pertanian dengan model kesatuan yang terkait dengan industri pengolahan dan ekspor, dan 4 Perlu ada reorientasi kebijakan bahwa tujuan pembangunan pertanian adalah kesejahteraan petani dan sejalan dengan semangat keterbukaan. Hasil rangkuman seluruh simulasi kebijakan peramalan 2007-2010 memperlihatkan dampak yang bervariasi pada tingkat pengangguran, inflasi, investasi dan penawaran agregat seperti pada Tabel 49. Bila pemerintah mempertimbangkan hanya tingkat penurunan tingkat pengangguran maka simulasi 1, 5, 6, 8, 9, 10, 11 dan simulasi 12 lebih baik dilaksanakan. Tabel 49 Bila pemerintah mempertimbangkan hanya tingkat penurunan tingkat inflasi maka simulasi 1, 5, 9, 11 dan simulasi 12 lebih baik dilaksanakan. Bila pemerintah mempertimbangkan hanya peningkatan penawaran agregat maka simulasi 1, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan simulasi 12 lebih baik dilaksanakan. Bila pemerintah mempertimbangkan hanya peningkatan investasi maka simulasi 1, 5, 6, 7, 8, 10, dan simulasi 12 lebih baik dilaksanakan. Alternatif simulasi kebijakan yang terbaik sangat tergantung pada pemenuhan kepentingan pekerja, pengusaha dan perekonomian makro. Bila pemerintah mempertimbangkan perbaikan perekonomian makro dari sisi penurunan tingkat pengangguran dan inflasi serta peningkatan nilai investasi dan penawaran agregat maka simulasi 1, 5, 6, 7, 8, 10, 11 dan simulasi 12 memberikan dampak perbaikan terhadap perekonomian makro seperti pada Tabel 50. Bila pemerintah berupaya mempertimbangkan kepentingan pengusaha dan perbaikan perekonomian makro dari sisi penurunan tingkat pengangguran dan inflasi serta peningkatan nilai investasi dan penawaran agregat maka simulasi 1, 8 dan simulasi 10 memenuhi harapan pengusaha dan pebaikan perekonomian makro. Selanjutnya bila pemerintah ingin memenuhi harapan pekerja dan pengusaha tetapi dapat memberikan perbaikan terhadap perekonomian makro maka simulasi 6, 11 dan simulasi 12 memenuhi harapan pekerja, pengusaha dan pebaikan perekonomian makro. Tabel 50 Tabel 50 Pilihan alternatif simulasi kebijakan yang mempertimbangkan kepentingan tersebut dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 14. Kepentingan Pekerja Kepentingan Pengusaha , S2, S3, S9 S4 S6, S11 S12 S1 S8,S10 S5, S7 Perekonomian Makro Gambar 14. Pilihan Simulasi Kebijakan Berdasarkan Kepentingan Selanjutnya terkait dengan strategi pembangunan perekonomian nasional yang dicanangkan Presiden RI Tahun 2004-2009, pada Tabel 51 dan Gambar 15 disajikan gambaran pilihan alternatif simulasi kebijakan yang memenuhi harapan Triple Track Strategy. Triple Track Strategy adalah rumusan pembangunan ekonomi Indonesia oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang tertuang dalam prinsip pro-growth, pro-job, pro- poor Yudhoyono, 2007. Track pertama, dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua, menggerakkan sektor riil untuk menciptakan lapangan kerja. Track ketiga, merevitalisasi pertanian, kehutanan, dan kelautan serta ekonomi pedesaan untuk mengurangi kemiskinan. Tabel 51. Dampak Alternatif Simulasi Kebijakan Peramalan Terhadap Triple Track Strategy 2007-2010 Triple Track Strategy Simulasi S Pertumbuhan Kesempatan Kerja Revitalisasi Pertanian 1 − Investasi meningkat − Ekspor meningkat − Agregat Supply meningkat − Kesempatan Kerja meningkat − Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian meningkat − GDP pertanian meningkat 2 − Investasi menurun − Ekspor menurun − Agregat Supply menurun − Kesempatan Kerja menurun − Pengangguran meningkat − Investasi sektor pertanian menurun − GDP pertanian menurun 3 − Investasi menurun − Ekspor menurun − Agregat Supply menurun − Kesempatan Kerja menurun − Pengangguran meningkat − Investasi sektor pertanian menurun − GDP pertanian menurun 4 − Investasi menurun − Ekspor menurun − Agregat Supply menurun − Kesempatan Kerja menurun − Pengangguran meningkat − Investasi sektor pertanian menurun − GDP pertanian menurun 5 − Investasi meningkat − Ekspor meningkat − Agregat Supply meningkat − Kesempatan Kerja menigkat − Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian meningkat − GDP pertanian meningkat 6 − Investasi meningkat − Ekspor meningkat − Agregat Supply meningkat − Kesempatan Kerja meningkat − Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian meningkat − GDP pertanian meningkat 7 − Investasi meningkat − Ekspor meningkat − Agregat Supply meningkat − Kesempatan Kerja tetap − Pengangguran tetap − Investasi sektor pertanian meningkat − GDP pertanian meningkat 8 − Investasi meningkat − Ekspor meningkat − Agregat Supply meningkat − Kesempatan Kerja meningkat − Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian meningkat − GDP pertanian meningkat 9 − Investasi menurun − Ekspor meningkat − Agregat Supply meningkat − Kesempatan Kerja meningkat − Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian menurun − GDP pertanian menurun 10 − Investasi meningkat − Ekspor meningkat − Agregat Supply meningkat − Kesempatan Kerja meningkat − Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian meningkat − GDP pertanian meningkat 11 − Investasi menurun − Ekspor meningkat − Agregat Supply meningkat − Kesempatan Kerja meningkat − Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian menurun − GDP pertanian meningkat 12 − Investasi meningkat − Ekspor meningkat − Agregat Supply meningkat − Kesempatan Kerja meningkat − Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian meningkat − GDP pertanian meningkat Keterangan: S1= Upah minimum tetap sebesar nilai tahun 2006. S2 = Kenaikan UMP, UMI, UMJ, dan UMR masing-masing sebesar 1 persen. S3 = Kenaikan UMP, UMI, UMJ, dan UMR masing-masing sebesar 6.64 persen. S4 = Kenaikan UMP, UMI, UMJ, dan UMR masing-masing sebesar 8 persen. S5 = Penurunan kekuatan serikat buruh TKFP 90 persen, TKFI 1.5 persen, dan TKF 2,5 persen. S6 = Penurunan jumlah kasus pemogokan dan unjuk rasa 50 persen. S7 = Penurunan suku bunga 6 persen. S8 = Peningkatan pengeluaran infrastruktur 40 persen. S9 = Kombinasi simulasi 4 dan 5. S10 = Kombinasi simulasi 7 dan 8. S11 = Kombinasi simulasi 4, 5 dan 8. S12 = Kombinasi simulasi 6, 7 dan 8. Pertumbuhan Kesempatan Kerja S9, S11 S1,S5,S6 S8,S10 S7 S12 Revitalisasi Sektor Pertanian Gambar 15. Pilihan Simulasi Kebijakan Berdasarkan Triple Track Strategy Gambar 15 mengilustrasikan pilihan Simulasi 2, 3 dan 4 diramalkan tidak mampu memenuhi target pertumbuhan, kesempatan kerja dan privatisasi sektor pertanian. Simulasi 7, 9, dan 11 diramalkan hanya mampu menambah kesempatan kerja melalui penurunan sundulan upah rata-rata tetapi belum mampu meningkatkan investasi dan nilai produksi sektoral. Simulasi 1, 5, 6, 8, 10 dan simulasi 12 diramalkan dapat: 1 meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada ekspor dan investasi, 2 memicu sektor riil yang meningkatkan kesempatan kerja, dan 3 revitalisasi pertanian melalui peningkatan investasi sektor pertanian.

7.5. Analisis Komprehensif Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan

Terhadap Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otda. Harapan bahwa era otda dapat memberi spirit utama di tingkat kabupaten dan kota untuk mengoptimalkan sumberdaya belum nyata terlihat. Permasalahan perekonomian makro terkait dengan pasar TK masih berupa tingginya angka pengangguran dan maraknya kasus perselisihan hubungan industrial yang dapat diproksi dari data masih tingginya kasus pemogokan dan unjuk rasa yang tidak sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003. Intervensi pemerintah pada pasar TK berupa penerapan kebijakan ketenagakerjaan di era otda masih belum dapat menjembatani kepentingan yang berbeda antara pihak pekerja dan pengusaha sehingga perselisihan hubungan industrial masih berkepanjangan. Sumber utama permasalahan kasus pemogokan dan unjuk rasa adalah upah. Di satu sisi setiap tahun pemerintah telah melakukan penyesuaian terhadap upah minimum. Namun nilai penetapan upah minimum di era otda 2001-2004 rata-rata hanya mampu memenuhi 89.63 persen Kebutuhan Hidup Minimum. Artinya kesejahteraan pekerja yang menjadi target kebijakan upah minimum masih rendah. Di sisi lain dengan kebebasan berserikat, ada reaksi dari serikat buruh menuntut kenaikan upah setiap tahun pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai upah minimum fenomena ini disebut sebagai upah sundulan. Perusahaan merasa dirugikan terkait produktivitas TK dan upah sundulan. Besaran nilai upah minimum dirasakan memberatkan perusahaan karena peningkatan nilai upah minimum setiap tahun tidak dibarengi dengan peningkatan produktivitas pekerja. Selanjutnya adanya tuntutan serikat buruh terhadap upah sundulan menyebabkan perusahaan harus menanggung biaya TK yang lebih tinggi di luar target berdasarkan kesepakatan awal penetapan upah minimum oleh pemerintah. Bila perusahaan tetap mempertahankan keuntungan pada nilai tertentu maka biaya tenaga kerja harus dibatasi, artinya pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari pengangguran bertambah. Sebaliknya bila perusahaan tetap beroperasi pada biaya tenaga kerja yang lebih tinggi tanpa dibarengi dengan peningkatan produktivitas TK maka kalangsungan proses produksi dapat terhenti pengangguran juga dapat bertambah. Penelitian ini menganalisis fenomena perubahan pasar TK akibat penerapan kebijakan ketenagakerjaan di era otda secara pendekatan makro ekonomi. Hasil analisis deskriptif terhadap kebijakan ketenagakerjaan menunjukkan masih terdapat kelemahan dalam kebijakan ketenagakerjaan era otda yang dapat menghambat kelangsungan usaha dari sisi besaran penetapan nilai upah minimum yang dianggap pengusaha tidak dibarengi dengan peningkatan produktivitas pekerja. Sementara dari sisi pekerja, masih terdapat kelemahan dalam kebijakan ketenagakerjaan yang menyangkut pengaturan ketenagakerjaan melalui sistem kontrak dan pemborongan pekerja yang dirasakan merugikan pekerja. Kekecewaan pekerja tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena kebebasan berserikat dapat dijadikan wadah untuk merespon secara fisik dan emosional yang dapat tercermin secara makro pada maraknya jumlah kasus pemogokan dan unjuk rasa. Demikian pula keberatan pengusaha tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena dapat berdampak pada terhambatnya kelangsungan usaha yang pada akhirnya dapat memperburuk perekonomian. Analisis pengaruh penerapan kebijakan ketenagakerjaan terhadap perubahan di pasar TK dan perekonomian Indonesia memperlihatkan adanya