7.4. Rangkuman Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Tingkat Pengangguran dan Perekonomian
Para penganut peningkatan kesejahteraan berpendapat bahwa peningkatan kesejahteraan pekerja penting dilakukan untuk mendorong naiknya produktivitas
pekerja Syamsudin, 20030. Berikut akan dianalisis dampak peningkatan kesejahteraan pekerja yang dilakukan melalui peningkatan upah minimum secara
riil. Rangkuman hasil simulasi penyesuaian upah minimum dengan rata-rata tingkat inflasi tahun 2007-2010 secara umum dapat menyebabkan peningkatan
produktifitas tenaga kerja seperti pada Tabel 48.
Tabel 48. Perbandingan Produktivitas Sektoral Berdasarkan Simulasi
Peramalan Tahun 2007-2010
Uraian Nilai
Satuan Simulasi
Simulasi Simulasi
Simulasi Dasar
1 2
3 4
Sektor Pertanian: Nilai Produksi
62496.51
Milyar Rptahun
62676.94 62482.86
62405.89 62387.33
Permintaan TK
43116.75
ooo Orang
43893.09 43081.53
42882.90 42834.99
Produktifitas 1.45
Juta RpTKtahun
1.43 1.45
1.46 1.46
Sektor Industri: Nilai Produksi
121268.55
Milyar Rptahun
121498.71 121216.21 120921.01 120849.83
Permintaan TK
13752.13
ooo Orang
13742.49 13744.85
13703.80 13693.90
Produktifitas 8.82
Juta RpTKtahun
8.84 8.82
8.82 8.83
Sektor Jasa: Nilai Produksi
65715.49
Milyar Rptahun
65766.48 65701.77
65624.34 65605.67
Permintaan TK
11712.08
ooo Orang
11788.24 11705.91
11671.06 11662.66
Produktifitas 5.61
Juta RpTKtahun
5.58 5.61
5.62 5.63
Penawaran Agregat: Nilai Produksi Total
432438.95
Milyar Rptahun
432900.53 432359.23 431909.64 431801.22
Permintaan TK Total
103146.30
ooo Orang
103989.15 103097.62 102823.09 102756.89
Produktifitas 4.19
Juta RpTKtahun
4.16 4.19
4.20 4.20
Sumber: Data sekunder 1980-2004 diolah.
Tabel 48
memperlihatkan produktivitas total meningkat dari 4.19 juta rupiah per TK per tahun menjadi 4.20 juta rupiah per TK per tahun.
Namun semakin pemerintah berupaya meningkatkan kesejahteraan buruh simulasi 2 sampai dengan simulasi 4, secara agregat produktivitas relatif
tidak berubah 4.20 juta rupiah per TK. Artinya peningkatan produktivitas
TK tidak efektif hanya distimulasi dari upaya peningkatan upah minimum secara riil. Bila pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan buruh
melalui peningkatan upah minimum tetapi tetap mementingkan kelangsungan produksi maka peningkatan produktivitas TK masih harus
menjadi perhatian. Tabel 48 juga memperlihatkan produktivitas sektor pertanian paling
rendah diantara sektor lainnya. Menurut Kalangi 2006 upaya peningkatan kesejahteraan petani dapat dilakukan melalui peningkatan produktiivitas
sektor pertanian baik secara output fisik maupun satuan input. Selanjutnya dinyatakan ada empat hal yang diperlukan untuk meningkatkan
produktivitas sektor pertanian, yaitu: 1 peningkatan kepadatan investasi satuan luas unit usaha pertanian, 2 mengadakan restrukturisasi usaha
pertanian menuju skala yang kompetitif dan mendukung kemandirian ekonomi dan dapat dijalankan dalam skala individual dan kelompok
koperasi perusahaan, 3 Kembalikan pola pertanian dengan model kesatuan yang terkait dengan industri pengolahan dan ekspor, dan 4 Perlu
ada reorientasi kebijakan bahwa tujuan pembangunan pertanian adalah kesejahteraan petani dan sejalan dengan semangat keterbukaan.
Hasil rangkuman seluruh simulasi kebijakan peramalan 2007-2010 memperlihatkan dampak yang bervariasi pada tingkat pengangguran, inflasi,
investasi dan penawaran agregat seperti pada Tabel 49. Bila pemerintah mempertimbangkan hanya tingkat penurunan tingkat pengangguran maka
simulasi 1, 5, 6, 8, 9, 10, 11 dan simulasi 12 lebih baik dilaksanakan.
Tabel 49
Bila pemerintah mempertimbangkan hanya tingkat penurunan tingkat inflasi maka simulasi 1, 5, 9, 11 dan simulasi 12 lebih baik dilaksanakan.
Bila pemerintah mempertimbangkan hanya peningkatan penawaran agregat maka simulasi 1, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan simulasi 12 lebih baik
dilaksanakan. Bila pemerintah mempertimbangkan hanya peningkatan investasi maka simulasi 1, 5, 6, 7, 8, 10, dan simulasi 12 lebih baik
dilaksanakan. Alternatif simulasi kebijakan yang terbaik sangat tergantung pada
pemenuhan kepentingan pekerja, pengusaha dan perekonomian makro. Bila pemerintah mempertimbangkan perbaikan perekonomian makro dari sisi
penurunan tingkat pengangguran dan inflasi serta peningkatan nilai investasi dan penawaran agregat maka simulasi 1, 5, 6, 7, 8, 10, 11 dan
simulasi 12 memberikan dampak perbaikan terhadap perekonomian makro seperti pada Tabel 50.
Bila pemerintah berupaya mempertimbangkan kepentingan pengusaha dan perbaikan perekonomian makro dari sisi penurunan tingkat
pengangguran dan inflasi serta peningkatan nilai investasi dan penawaran agregat maka simulasi 1, 8 dan simulasi 10 memenuhi harapan pengusaha
dan pebaikan perekonomian makro. Selanjutnya bila pemerintah ingin memenuhi harapan pekerja dan pengusaha tetapi dapat memberikan
perbaikan terhadap perekonomian makro maka simulasi 6, 11 dan simulasi 12 memenuhi harapan pekerja, pengusaha dan pebaikan perekonomian
makro.
Tabel 50
Tabel 50
Pilihan alternatif simulasi kebijakan yang mempertimbangkan kepentingan tersebut dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 14.
Kepentingan Pekerja
Kepentingan Pengusaha
, S2, S3, S9
S4 S6, S11
S12 S1 S8,S10
S5, S7
Perekonomian Makro
Gambar 14. Pilihan Simulasi Kebijakan Berdasarkan Kepentingan
Selanjutnya terkait
dengan strategi pembangunan perekonomian
nasional yang dicanangkan Presiden RI Tahun 2004-2009, pada Tabel 51 dan Gambar 15 disajikan gambaran pilihan alternatif simulasi kebijakan
yang memenuhi harapan Triple Track Strategy. Triple Track Strategy adalah rumusan pembangunan ekonomi Indonesia oleh Presiden Susilo
Bambang Yudoyono yang tertuang dalam prinsip pro-growth, pro-job, pro- poor
Yudhoyono, 2007. Track pertama, dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua,
menggerakkan sektor riil untuk menciptakan lapangan kerja. Track ketiga, merevitalisasi pertanian, kehutanan, dan kelautan serta ekonomi pedesaan
untuk mengurangi kemiskinan.
Tabel 51. Dampak Alternatif Simulasi Kebijakan Peramalan Terhadap Triple Track Strategy 2007-2010
Triple Track Strategy Simulasi
S Pertumbuhan Kesempatan
Kerja
Revitalisasi Pertanian
1
− Investasi meningkat − Ekspor meningkat
− Agregat
Supply meningkat
− Kesempatan Kerja meningkat
− Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian
meningkat − GDP pertanian meningkat
2
− Investasi menurun − Ekspor menurun
− Agregat Supply menurun − Kesempatan Kerja
menurun − Pengangguran meningkat
− Investasi sektor pertanian menurun
− GDP pertanian menurun
3
− Investasi menurun − Ekspor menurun
− Agregat Supply menurun − Kesempatan Kerja
menurun − Pengangguran meningkat
− Investasi sektor pertanian menurun
− GDP pertanian menurun
4
− Investasi menurun − Ekspor menurun
− Agregat Supply menurun − Kesempatan Kerja
menurun − Pengangguran meningkat
− Investasi sektor pertanian menurun
− GDP pertanian menurun
5
− Investasi meningkat − Ekspor meningkat
− Agregat
Supply meningkat
− Kesempatan Kerja menigkat
− Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian
meningkat − GDP pertanian meningkat
6
− Investasi meningkat − Ekspor meningkat
− Agregat
Supply meningkat
− Kesempatan Kerja meningkat
− Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian
meningkat − GDP pertanian meningkat
7
− Investasi meningkat − Ekspor meningkat
− Agregat
Supply meningkat
− Kesempatan Kerja tetap − Pengangguran tetap
− Investasi sektor pertanian meningkat
− GDP pertanian meningkat
8
− Investasi meningkat − Ekspor meningkat
− Agregat
Supply meningkat
− Kesempatan Kerja meningkat
− Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian
meningkat − GDP pertanian meningkat
9
− Investasi menurun − Ekspor meningkat
− Agregat
Supply meningkat
− Kesempatan Kerja meningkat
− Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian
menurun − GDP pertanian menurun
10
− Investasi meningkat − Ekspor meningkat
− Agregat
Supply meningkat
− Kesempatan Kerja meningkat
− Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian
meningkat − GDP pertanian meningkat
11
− Investasi menurun − Ekspor meningkat
− Agregat
Supply meningkat
− Kesempatan Kerja meningkat
− Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian
menurun − GDP pertanian meningkat
12
− Investasi meningkat − Ekspor meningkat
− Agregat
Supply meningkat
− Kesempatan Kerja meningkat
− Pengangguran menurun − Investasi sektor pertanian
meningkat − GDP pertanian meningkat
Keterangan: S1= Upah minimum tetap sebesar nilai tahun 2006.
S2 = Kenaikan UMP, UMI, UMJ, dan UMR masing-masing sebesar 1 persen. S3 = Kenaikan UMP, UMI, UMJ, dan UMR masing-masing sebesar 6.64 persen.
S4 = Kenaikan UMP, UMI, UMJ, dan UMR masing-masing sebesar 8 persen.
S5 = Penurunan kekuatan serikat buruh TKFP 90 persen, TKFI 1.5 persen, dan TKF 2,5 persen.
S6 = Penurunan jumlah kasus pemogokan dan unjuk rasa 50 persen. S7 = Penurunan suku bunga 6 persen.
S8 = Peningkatan pengeluaran infrastruktur 40 persen. S9 = Kombinasi simulasi 4 dan 5.
S10 = Kombinasi simulasi 7 dan 8. S11 = Kombinasi simulasi 4, 5 dan 8.
S12 = Kombinasi simulasi 6, 7 dan 8.
Pertumbuhan Kesempatan
Kerja
S9, S11 S1,S5,S6
S8,S10 S7 S12
Revitalisasi Sektor Pertanian
Gambar 15. Pilihan Simulasi Kebijakan Berdasarkan Triple Track
Strategy
Gambar 15 mengilustrasikan pilihan Simulasi 2, 3 dan 4 diramalkan tidak mampu memenuhi target pertumbuhan, kesempatan kerja dan
privatisasi sektor pertanian. Simulasi 7, 9, dan 11 diramalkan hanya mampu menambah kesempatan kerja melalui penurunan sundulan upah rata-rata
tetapi belum mampu meningkatkan investasi dan nilai produksi sektoral. Simulasi 1, 5, 6, 8, 10 dan simulasi 12 diramalkan dapat: 1 meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada ekspor dan investasi, 2 memicu sektor riil yang meningkatkan kesempatan kerja, dan 3
revitalisasi pertanian melalui peningkatan investasi sektor pertanian.
7.5. Analisis Komprehensif Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan
Terhadap Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otda.
Harapan bahwa era otda dapat memberi spirit utama di tingkat kabupaten dan kota untuk mengoptimalkan sumberdaya belum nyata terlihat. Permasalahan
perekonomian makro terkait dengan pasar TK masih berupa tingginya angka pengangguran dan maraknya kasus perselisihan hubungan industrial yang dapat
diproksi dari data masih tingginya kasus pemogokan dan unjuk rasa yang tidak sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003. Intervensi pemerintah pada pasar TK
berupa penerapan kebijakan ketenagakerjaan di era otda masih belum dapat menjembatani kepentingan yang berbeda antara pihak pekerja dan pengusaha
sehingga perselisihan hubungan industrial masih berkepanjangan. Sumber utama permasalahan kasus pemogokan dan unjuk rasa adalah
upah. Di satu sisi setiap tahun pemerintah telah melakukan penyesuaian terhadap upah minimum. Namun nilai penetapan upah minimum di era otda 2001-2004
rata-rata hanya mampu memenuhi 89.63 persen Kebutuhan Hidup Minimum. Artinya kesejahteraan pekerja yang menjadi target kebijakan upah minimum
masih rendah. Di sisi lain dengan kebebasan berserikat, ada reaksi dari serikat buruh menuntut kenaikan upah setiap tahun pemerintah melakukan penyesuaian
terhadap nilai upah minimum fenomena ini disebut sebagai upah sundulan. Perusahaan merasa dirugikan terkait produktivitas TK dan upah sundulan.
Besaran nilai upah minimum dirasakan memberatkan perusahaan karena peningkatan nilai upah minimum setiap tahun tidak dibarengi dengan peningkatan
produktivitas pekerja. Selanjutnya adanya tuntutan serikat buruh terhadap upah sundulan menyebabkan perusahaan harus menanggung biaya TK yang lebih tinggi
di luar target berdasarkan kesepakatan awal penetapan upah minimum oleh pemerintah. Bila perusahaan tetap mempertahankan keuntungan pada nilai
tertentu maka biaya tenaga kerja harus dibatasi, artinya pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari pengangguran bertambah. Sebaliknya bila perusahaan
tetap beroperasi pada biaya tenaga kerja yang lebih tinggi tanpa dibarengi dengan peningkatan produktivitas TK maka kalangsungan proses produksi dapat terhenti
pengangguran juga dapat bertambah. Penelitian ini menganalisis fenomena perubahan pasar TK akibat
penerapan kebijakan ketenagakerjaan di era otda secara pendekatan makro ekonomi. Hasil analisis deskriptif terhadap kebijakan ketenagakerjaan
menunjukkan masih terdapat kelemahan dalam kebijakan ketenagakerjaan era otda yang dapat menghambat kelangsungan usaha dari sisi besaran penetapan nilai
upah minimum yang dianggap pengusaha tidak dibarengi dengan peningkatan produktivitas pekerja. Sementara dari sisi pekerja, masih terdapat kelemahan
dalam kebijakan ketenagakerjaan yang menyangkut pengaturan ketenagakerjaan melalui sistem kontrak dan pemborongan pekerja yang dirasakan merugikan
pekerja. Kekecewaan pekerja tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena kebebasan berserikat dapat dijadikan wadah untuk merespon secara fisik dan
emosional yang dapat tercermin secara makro pada maraknya jumlah kasus pemogokan dan unjuk rasa. Demikian pula keberatan pengusaha tidak dapat
dibiarkan berlarut-larut karena dapat berdampak pada terhambatnya kelangsungan usaha yang pada akhirnya dapat memperburuk perekonomian.
Analisis pengaruh penerapan kebijakan ketenagakerjaan terhadap perubahan di pasar TK dan perekonomian Indonesia memperlihatkan adanya