7.3.3. Kenaikan Upah Minimum Masing-masing Sebesar 6.64 Persen
Simulasi 3 menggambarkan bila pemerintah hanya berupaya mempertahankan kesejahteraan buruh dengan mempertahankan nilai riil
upah minimum. Dampak simulasi memperlihatkan terjadi peningkatan tingkat pengangguran total diramalkan meningkat 0.37 persen mencapai
10.52 persen seperti pada Tabel 38. Hal ini disebabkan semakin besarnya jarak antara peningkatan penawaran TK yang meningkat 0.1 persen
bertambah 114 ribu orang sementara kesempatan kerja berkurang -0.31 persen berkurang 323 ribu orang. Tingkat pengangguran didominasi oleh
angkatan kerja berpendidikan rendah dan menengah. Tabel 38 juga memperlihatkan bahwa secara sektoral, kesempatan
kerja sektor pertanian menurun -0.54 persen, industri -0.35 persen, dan jasa -1.52 persen. Dari sisi nilai investasi juga terjadi penurunan nilai investasi
baik sektoral maupun nilai investasi total. Penurunan kesempatan kerja dan nilai investasi tersebut selanjutnya menurunkan nilai produksi sektoral
maupun total. Penawaran agregat menurun -0.12 persen menurun 529 milyar rupiah per tahun. Inflasi meningkat 0.37 persen mencapai 7.01
persen. Secara umum, upaya mempertahankan kesejahteraan buruh harus
dibayar dengan memburuknya kondisi perekonomian makro. Selanjutnya, jika dibandingkan dengan simulasi 2, pertimbangan pemerintah untuk
semakin berupaya mempertahankan kesejahteraan buruh melalui peningkatan upah minimum berdampak pada semakin memburuknya
indikator makroekonomi.
Tabel 38
7.3.4. Kenaikan Upah Minimum Masing-masing Sebesar 8 Persen
Simulasi 4 menggambarkan kebijakan yang memihak kepada buruh tanpa mempertimbangkan kelangsungan bisnis dan kondisi perekonomian
makro. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sundulan upah relatif tinggi dapat menyebabkan kesempatan kerja menurun -0.38 persen berkurang 389
ribu orang seperti pada Tabel 39. Sejalan dengan hal tersebut tingkat pengangguran diramalkan juga meningkat 0.44 persen mencapai 10.59
persen. Tingkat pengangguran didominasi oleh angkatan kerja berpendidikan rendah dan meningkat dengan prosentase yang relatif lebih
tinggi, mencapai 0.24 persen. Hal tersebut disebabkan kelompok tenaga kerja berpendidikan rendah merupakan sasaran utama bila terjadi
pengurangan kesempatan kerja. Efek lanjutan dari pasar tenaga kerja terlihat pada penurunan nilai
produksi baik secara sektoral maupun secara agregat. Penurunan nilai produksi agregat tertinggi pada sektor industri. Inflasi meningkat relatif
tinggi 0.45 persen dibandingkan nilai dasar disebabkan tingginya penurunan nilai produksi secara agregat.
Seperti pada skenario sebelumnya upaya peningkatan kesejahteraan buruh melalui kebijakan peningkatan nilai upah minimum menyebabkan
trade off berupa peningkatan tingkat pengangguran justru bagi buruh yang menjadi target kebijakan upah minimum serta memperburuk perekonomian
secara makro.
Tabel 39
7.3.5. Penurunan kekuatan Serikat Buruh Sektor Pertanian 90 Persen,