Analisis Komprehensif Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan

di luar target berdasarkan kesepakatan awal penetapan upah minimum oleh pemerintah. Bila perusahaan tetap mempertahankan keuntungan pada nilai tertentu maka biaya tenaga kerja harus dibatasi, artinya pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari pengangguran bertambah. Sebaliknya bila perusahaan tetap beroperasi pada biaya tenaga kerja yang lebih tinggi tanpa dibarengi dengan peningkatan produktivitas TK maka kalangsungan proses produksi dapat terhenti pengangguran juga dapat bertambah. Penelitian ini menganalisis fenomena perubahan pasar TK akibat penerapan kebijakan ketenagakerjaan di era otda secara pendekatan makro ekonomi. Hasil analisis deskriptif terhadap kebijakan ketenagakerjaan menunjukkan masih terdapat kelemahan dalam kebijakan ketenagakerjaan era otda yang dapat menghambat kelangsungan usaha dari sisi besaran penetapan nilai upah minimum yang dianggap pengusaha tidak dibarengi dengan peningkatan produktivitas pekerja. Sementara dari sisi pekerja, masih terdapat kelemahan dalam kebijakan ketenagakerjaan yang menyangkut pengaturan ketenagakerjaan melalui sistem kontrak dan pemborongan pekerja yang dirasakan merugikan pekerja. Kekecewaan pekerja tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena kebebasan berserikat dapat dijadikan wadah untuk merespon secara fisik dan emosional yang dapat tercermin secara makro pada maraknya jumlah kasus pemogokan dan unjuk rasa. Demikian pula keberatan pengusaha tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena dapat berdampak pada terhambatnya kelangsungan usaha yang pada akhirnya dapat memperburuk perekonomian. Analisis pengaruh penerapan kebijakan ketenagakerjaan terhadap perubahan di pasar TK dan perekonomian Indonesia memperlihatkan adanya fenomena upah sundulan di sektor pertanian, industri dan jasa. Namun respon peningkatan upah rata-rata akibat tuntutan kekuatan serikat pekerja paling tinggi pada sektor industri. Artinya reaksi kekuatan serikat pekerja di sektor industri akibat penyesuaian nilai upah minimum sektor industri oleh pemerintah harus sangat diperhitungkan agar target penyesuaian nilai upah minimum mencapai sasaran dan tidak menimbulkan masalah baru antara pihak pekerja dan pengusaha di sektor industri. Mengapa upah sundulan bisa terjadi tidak lain karena kurangnya keterbukaan dan pemahaman pihak buruh yang diwakili serikat buruh, pihak pengusaha dan pemerintah terhadap mekanisme penetapan nilai upah minimum. Kuat dugaan kenaikan upah minimum setiap tahun yang dilakukan pemerintah selama era otda lalu hanya upaya sesaat untuk meredam berkembangnya tuntutan pekerja untuk memperoleh kenaikan upah. Pengusaha merasa diberatkan dengan adanya tuntutan kenaikan upah dari pekerja di tingkat yang lebih tinggi dari pekerja penerima upah minimum kenaikan upah sundulan. Untuk kasus di sektor industri, tuntutan serikat buruh justru menuntut kenaikan yang sama dengan kenaikan upah minimum. Pengusaha semakin merasa diberatkan dengan penyesuaian nilai upah minimum yang setiap tahun meningkat karena telah menyebabkan peningkatan pada iuran jamsostek, upah lembur, tunjangan hari raya, tunjangan lain-lain yang didasarkan pada upah pokok yang meningkat. Permasalahan pokok adalah kenaikan upah sundulan tidak diatur oleh perundang- undangan yang ada tetapi diserahkan pada perusahaan. Bila upah sundulan tidak diselesaikan maka kasus pemogokan dan unjuk rasa semakin marak dan dapat mengurangi produktivitas usaha. Hasil analisis menunjukkan kebijakan upah minimum berpengaruh negatif dan nyata terhadap nilai investasi di sektor pertanian, industri dan jasa. Artinya semakin pemerintah melakukan peningkatan terhadap nilai upah minimum dapat meningkatkan faktor ketidakpastian kebijakan di pasar TK dan menyebabkan penurunan nilai investasi. Faktor jumlah kasus pemogokan dan unjuk rasa yang juga mencerminkan resiko ketidakpastian pasar TK bepengaruh nyata pada investasi sektor industri. Pada Lokakarya Kebijakan Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial untuk Memperluas Kesempatan Kerja yang dilaksanakan oleh Bappenas dan SMERU dilaporkan terjadi pro dan kontra tentang upaya merubah mekanisme penentuan upah menjadi dibebaskan pada pasar. Pro dan kontra tersebut lebih disebabkan karena adanya dua pihak dengan kepentingan yang berbeda. Pengusaha merasa lebih fair bila intervensi pemerintah dalam penentuan upah ditiadakan. Sementara pekerja dapat semakin dirugikan karena rendahnya posisi tawar TK dapat menyebabkan upah keseimbangan semakin menurun. Hasil simulasi historis seandainya sejak tahun 2001-2004 pemerintah tidak melakukan penyesuaian terhadap nilai upah minimum memperlihatkan dampak berbeda pada kesempatan kerja di sektor pertanian. Perbedaan dampak tersebut disebabkan perkembangan nilai upah minimum riil sektor pertanian yang terus menurun sejak tahun 1998-2004. Dampak selanjutnya adalah menurunnya kesempatan kerja berpendidikan rendah di sektor pertanian dan dapat menyebabkan peningkatan tingkat pengangguran TK berpendidikan rendah. Hasil simulasi historis menunjukkan bahwa mekanisme penentuan upah tanpa intervensi pemerintah pada era otda yang lalu dapat menyebabkan tingginya 194 tingkat penangguran TK berpendidikan rendah. Namun intervensi pemerintah dengan besaran nilai upah minimum seperti yang ditetapkan selama ini tidak meningkatkan kesejahteraan dan tidak menstimulasi produktivitas pekerja yang menjadi target kebijakan upah minimum. Artinya harapan pekerja dan pengusaha sama-sama tidak terpenuhi dan justru semakin diperparah dengan fenomena upah sundulan. Bila dibiarkan upah meningkat lebih besar dari pertumbuhan produktivitas maka permintaan agregat dapat bergeser ke kanan akibat peningkatan konsumsi sementara penawaran agregat dapat bergeser ke kiri akibat penurunan produktivitas. Pergeseran keduanya memperburuk tingkat inflasi. Diramalkan, intervensi pemerintah dalam bentuk penyesuaian nilai upah minimum masih diperlukan. Upah adalah bagian dari pendapatan pekerja yang terkait langsung dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang pada akhirnya mempengaruhi produktivitas kerja. Tetapi mekanisme penentuan nilai upah minimum harus tetap didasarkan pada tingkat inflasi dan kontrol terhadap kekuatan serikat pekerja. Artinya pemerintah perlu mengevaluasi kembali mekanisme penetapan nilai upah minimum agar kesejahteraan dan produktivitas pekerja meningkat. Diramalkan pula, kebijakan ketenagakerjaan normatif tersebut juga harus dibarengi dengan kebijakan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dan peningkatan modal publik. Investasi dapat meningkatkan kapasistas produksi dan dapat meningkatkan kesempatan kerja dan berarti mengurangi pengangguran. Peningkatan modal publik melalui perbaikan infrastruktur dapat meningkatkan efisiensi produksi dan pemasaran produk sehingga dapat meningkatkan nilai produksi secara agregat dan kesempatan kerja yang berarti penurunan tingkat pengagguran dan inflasi.

VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

8.1. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII, dirumuskan beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Undang-undang ketenagakerjaan era otda memiliki aspek positif dalam hal adanya jaminan pekerja untuk membentuk serikat pekerja dan mendorong penyelesaian intern antara pekerja dan pengusaha melalui perundingan. Namun masih terdapat beberapa keberatan: 1 dari sisi perusahaan dalam hal peningkatan nilai upah minimum tidak dibarengi dengan peningkatan produktivitas dan dalam hal proses PHK serta pembayaran uang pesangon, dan 2 dari sisi pekerja dalam hal sistem kontrak dan pemborongan pekerja di tingkat perusahaan. 2. Jumlah populasi penduduk berpengaruh lebih tinggi pada peningkatan jumlah penawaran TK berpendidikan rendah dibandingkan dengan penawaran TK berpendidikan menengah dan berpendidikan tinggi. 3. Peningkatan upah rata-rata sektor pertanian berpengaruh negatif pada penurunan: 1 permintaan TK berpendidikan rendah, menengah, dan berpendidikan tinggi di sektor pertanian, 2 permintaan TK berpendidikan menengah dan berpendidikan tinggi di sektor industri, dan 3 permintaan TK berpendidikan menengah dan berpendidikan tinggi di sektor jasa. 4. Peningkatan nilai produksi sektor pertanian, industri dan jasa berpengaruh positif pada permintaan TK berpendidikan menengah dan berpendidikan tinggi di masing-masing sektor. 5. Upah minimum sektor pertanian, industri dan jasa berpengaruh pada meningkatkan upah rata-rata masing-masing sektor. Terdapat fenomena upah sundulan dimana penerapan kebijakan upah minimum dan adanya tuntutan kekuatan serikat pekerja telah menyebabkan kenaikan upah rata-rata bagi pekerja di luar target kebijakan upah minimum. 6. Upah minimum berpengaruh pada nilai investasi di sektor pertanian, industri dan jasa. Sementara jumlah kasus pemogokan berpengaruh pada investasi sektor industri. Peubah kebijakan upah minimum yang setiap tahun dinaikkan dan maraknya jumlah kasus pemogokan dan unjuk rasa menggambarkan tingginya resiko ketidakpastian di pasar tenaga kerja dan berpengaruh negatif terhadap nilai investasi. 7. Penetapan upah minimum di atas tingkat inflasi rata-rata pada prinsipnya dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja yang menjadi terget kebijakan upah minimum. Namun kebijakan upah minimum tanpa adanya kontrol terhadap kekuatan serikat pekerja pada periode otonomi daerah 2001-2004 telah menyebabkan peningkatan tingkat pengangguran terutama pengangguran berpendidikan rendah dan menyebabkan memburuknya kondisi perekonomian makro. 8. Permasalahan hubungan industrial yang diproksi dengan jumlah kasus pemogokan dan unjuk rasa menyebabkan peningkatan faktor