Kinerja Fiskal HASIL ESTIMASI MODEL PASAR TENAGA KERJA DAN PEREKONOMIAN MAKRO

Fenomena ini juga ditemui dalam studi terdahulu yang menyimpulkan bahwa kebijakan upah minimum meskipun secara normatif ditargetkan pada buruh tanpa pengalaman, berpendidikan rendah dan mempunyai masa kerja di bawah satu tahun, namun dalam pelaksanaannya telah menyebabkan kenaikan upah bagi buruh secara keseluruhan atau dalam kajian ketenagakerjaan disebut upah sundulan Wirahyoso, 2002. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap upah rata-rata sektoral adalah KHM. Secara umum terlihat perbaikan pemenuhan upah rata-rata pada sektor industri relatif lebih baik dibandingkan sektor pertanian dan jasa. Artinya peningkatan KHM sebesar 1000 rupiah akan meningkatkan upah rata-rata sektor pertanian 236 rupiah, industri 1007 rupiah dan jasa 753 rupiah. Faktor tuntutan serikat pekerja yang diproksi dengan peubah jumlah TK formal di masing-masing sektor juga mempengaruhi nilai upah rata-rata sektoral. Secara umum upah rata-rata sektor industri lebih respon terhadap tuntutan serikat pekerja. Artinya peningkatan tuntutan serikat pekerja sebesar satu persen di masing-masing sektor akan meningkatkan upah rata-rata di sektor pertanian 0.02 persen, industri 0.92 persen dan jasa 0.26 persen. Hasil penelitian terdahulu juga menyimpulkan bahwa fenomena upah sundulan merupakan dampak dari kekuatan serikat pekerja untuk menaikkan upah buruh diluar target kebijakan upah minimum Priyono,2002.

6.3. Kinerja Fiskal

Pendugaan parameter penerimaan dan pengeluaran pemerintah berdasarkan sektor pembangunan memberikan koefisien determinasi R 2 bervariasi antara 26 persen sampai 94 persen seperti pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Estimasi Persamaan Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Tahun 1980-2004 Elastisitas Peubah Parameter Estimasi Prob |T| Jangka Pendek Jangka Panjang TAX penerimaan pajak Intercept AS penawaran agregat LTAX lag penerimaan pajak -126.326 0.001324 0.197561 0.0029 0.0004 0.1769 1.3413 1.6716 F-Hitung = 163.31 R 2 = 0.94230 DW = 1.488553 GEP pengeluaran pemb sektor pertanian Intercept ∆GTR perubahan penerimaan pemerintah total LINF lag inflasi nasional GDPPAS share GDP pertanian thd agregat suplai 14.98551 0.034337 0.592019 17.57876 0.0058 0.0495 .0001 0.2689 0.0173 0.0080 - - F-Hitung = 12.60 R 2 = 0.66551 DW = 1.738171 GEI pengeluaran pemb sektor industri Intercept ∆GTR perubahan penerimaan pemerintah total LINF lag inflasi nasional GRI pertumbuhan sektor industri 1.898281 0.007940 0.035231 0.100363 0.0052 0.1521 0.1839 0.0264 0.0207 0.0025 0.0061 - - - F-Hitung = 2.21 R 2 = 0.25908 DW = 2.347546 GEIS pengeluaran pemb untuk infrastruktur Intercept L ∆GTR lag perubahan penerimaan pemerintah total LINF lag inflasi nasional LGEIS lag pengeluaran pemb untuk infrastruktur 8.594533 0.053636 0.074659 0.829220 0.1708 0.1700 0.3928 .0001 0.0214 0.1254 F-Hitung = 13.70 R 2 = 0.68383 DW = 1.702487 GEPK pengeluaran pemb pend dan kesehatan Intercept LUT lag tingkat pengangguran total GTR penerimaan pemerintah total LINF lag inflasi nasional LGEPK lag pengeluaran pemb untuk pendidikan dan kesehatan -0.48610 1.177960 0.011670 0.286771 0.676046 0.4636 0.1362 0.2659 0.0213 .0001 0.1563 0.0885 0.4852 0.2732 F-Hitung = 23.61 R 2 = 0.83993 DW = 1.090124 Peubah endogen di dalam persaman TAX, GEP, GEIS dan GEPK dipengaruhi secara nyata oleh peubah penjelas secara bersama-sama pada taraf nyata α 0.01 sementara pada persamaan GEI nyata pada taraf 0.1. Tabel 19 memperlihatkan bahwa penerimaan pajak TAX dipengaruhi secara postif oleh penawaran agregat AS. Jika AS meningkat satu milyar rupiah maka TAX akan meningkat sebesar 1.3 juta rupiah. Dalam jangka pendek maupun jangka panjang penerimaan pajak responsif terhadap peubah AS. Faktor yang mempengaruhi nilai pengeluaran pembangunan pertanian, industri, infrastruktur serta pendidikan dan kesehatan adalah penerimaan pemerintah. Peningkatan penerimaan pemerintah satu milyar rupiah akan meningkatkan pengeluaran pembangunan sektor pertanian 34 juta rupiah, sektor industri 7.9 juta rupiah, sektor infrastruktur 53.6 juta rupiah serta sektor pendidikan dan kesehatan 11.7 juta rupiah. Besarnya pengaruh penerimaan pemerintah terhadap pengeluaran infrastruktur bisa dipahami karena merupakan salah satu faktor penting menggerakkan perekonomian. Lag inflasi juga berpengaruh nyata terhadap besarnya pengeluaran pembangunan untuk sektor pertanian serta pendidikan dan kesehatan. Artinya kenaikan laju inflasi tahun sebelumnya sebesar satu persen akan menyebabkan meningkatnya nilai peneluaran pembangunan sektor pertanian 590 juta rupiah dan sektor pendidikan dan kesehatan 290 juta rupiah dalam rangka mempertahankan nilai riil pengeluaran pemerintah.

6.4. Kinerja Penawaran Agregat