meningkatkan nilai produksi sektor pertanian sebesar 98.3 juta rupiah. Jika dibandingkan dengan sektor industri dan jasa maka sektor pertanian menempati
urutan terendah dalam hal produktivitas tenaga kerja sementara sektor industri menempati urutan teratas. Pada persamaan GDPI, kredit usaha kecil KUK
berpengaruh nyata dalam meningkatkan GDPI. Artinya peningkatan KUK sebesar satu milyar rupiah akan meningkatkan GDPI 32.6 milyar rupiah.
6.5. Kinerja Permintaan Agregat
Pendugaan parameter persamaan konsumsi C, ekspor X dan impor M memberikan koefisien determinasi R
2
di atas 88 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peubah-peubah penjelas di dalam persamaan tersebut dapat menjelaskan
99 persen fluktuasi peubah C, 95 persen fluktuasi peubah X dan 88 persen fluktuasi peubah M. Peubah endogen di dalam persaman C, X, dan M dipengaruhi
secara nyata oleh peubah penjelas secara bersama-sama pada taraf nyata α 0.01.
Tabel 21 memperlihatkan bahwa faktor penawaran agregat per kapita ASPOP berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi. Peningkatan
ASPOP satu milyar rupiah akan meningkatkan pengeluaran konsumsi nasional 46 triliun rupiah. Sementara inflasi berpengaruh negatif terhadap pengeluaran
konsumsi. Peningkatan inflasi sebesar satu persen akan menurunkan pengeluaran konsumsi nasional 225 milyar rupiah.
Nilai ekspor dipengaruhi secara positif oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar AS ER. Peningkatan ER satu rupiah per dollar akan meningkatkan nilai
ekspor 1.04 milyar rupiah rupiah. Demikian pula penawaran agregat AS berpengaruh positip terhadap nilai ekspor. Peningkatan AS satu milyar rupiah
akan meningkatkan nilai ekspor 0.30 milyar rupiah.
Tabel 21. Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi, Ekspor dan Impor Tahun 1980-2004
Elastisitas Peubah
Parameter Estimasi
Prob |T| Jangka
Pendek Jangka
Panjang C
konsumsi
Intercept ASPOP
pendapatan per kapita
INF
inflasi nasional
LC
lag konsumsi
-19490.6 45985.72
-224.958 0.796406
0.0004 .0001
0.0049 .0001
0.3854 -0.0161
1.8929 -0.0791
F-Hitung = 1747.91 R
2
= 0.99639 DW = 1.447554 X
nilai ekspor
Intercept ER
nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika
AS
penawaran agregat
LX
lag nilai ekspor
-9074.23 1.042679
0.300933 0.039729
0.0578 0.0844
.0001 0.4081
0.0547 1.0216
0.0569 1.0639
F-Hitung = 133.87 R
2
= 0.95483 DW = 2.636538 M
nilai impor
Intercept ER
nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika
AS
penawaran agregat
LM
lag nilai impor
-9694.45 -1.24392
0.220442 0.427867
0.1152 0.1093
0.0004 0.0063
-0.0695 0.7973
-0.1215 1.3936
F-Hitung = 48.29 R
2
= 0.88405 DW = 2.127146 Nilai impor dipengaruhi secara negatif oleh nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS ER. Peningkatan ER satu rupiah per dollar akan menurunkan nilai impor 1.25 milyar rupiah rupiah. Sebaliknya penawaran agregat AS berpengaruh
positip terhadap nilai impor. Peningkatan AS satu milyar rupiah akan meningkatkan nilai impor 0.22 milyar rupiah.
Tabel 22 memperlihatkan hasil pendugaan parameter pada persamaan nilai investasi berdasarkan sektor memberikan nilai koefisien determinasi R2
bervariasi yaitu sektor pertanian 58 persen, industri 76 persen sementara jasa hanya 37 persen. Artinya variasi peubah penjelas dalam masing-masing
persamaan mampu menjelaskan fluktuasi peubah investasi untuk sektor pertanian 58 persen, industri 76 persen sementara jasa hanya 37 persen.
Tabel 22. Hasil Estimasi Persamaan Investasi Sektoral Tahun 1980-2004 Elastisitas
Peubah
Parameter Estimasi
Prob |T| Jangka
Pendek Jangka
Panjang IP
investasi sektor pertanian
Intercept ∆SB
perubahan suku bunga
UMR
upah minimum rata-rata
LAS
lag penawaran agregat
∆KP
perubahan jumlah kasus pemogokan
DDF
dummy desentralisasi fiskal
LIP
lag investasi sektor pertanian
1321.929 -49.5038
-1.34291 0.025921
-5.32200 3653.718
0.614324 0.3778
0.3108 0.0880
0.1918 0.3379
0.1655 0.0029
-0.3045 0.9693
-0.7895 2.5133
F-Hitung = 3.79 R
2
= 0.58679 DW = 1.562349 II
investasi sektor industri
Intercept ∆SB
perubahan suku bunga
UMR
upah minimum rata-rata
AS
penawaran agregat
KP
jumlah kasus pemogokan
DDF
dummy desentralisasi fiskal
LII
lag investasi sektor industri
-7936.68 -82.6170
-2.26652
0.246194 -23.2645
-24116.6 0.139976
0.2417 0.3607
0.1589 0.0095
0.2405 0.0121
0.2821 -0.0796
1.4254 -0.0899
-0.0925 1.6574
-0.1045
F-Hitung = 8.58 R
2
= 0.76298 DW = 2.380518 IJ
investasi sektor jasa
Intercept SB
suku bunga
LUMR
lag upah minimum rata-rata
AS
lag upah minimum rata-rata
LKP
perubahan jumlah kasus pemogokan
DDF
dummy desentralisasi fiskal
LIJ
lag investasi sektor jasa
-254.735 -2.75548
-0.35560
0.012588 -0.94728
2692.560 0.091524
0.4438 0.4802
0.1294 0.1235
0.4196 0.0614
0.3576 -0.2794
1.6311 -0.3075
1.7954
F-Hitung = 1.58 R
2
= 0.37198 DW = 1.539115 Peubah endogen dalam persamaan nilai investasi sektor pertanian dan industri
dipengaruhi secara nyata oleh peubah penjelas secara bersama-sama pada taraf nyata
α 0.01 kecuali pada sektor jasa hanya 0.2. Persamaan investasi sektoral dipengaruhi secara negatif oleh suku bunga
nominal dan faktor ketidakpastian di pasar TK yaitu upah minimum rata-rata UMR dan jumlah kasus pemogokan KP. Peningkatan suku bunga nominal
sebesar satu persen akan menurunkan nilai investasi sektor pertanian 49.5 milyar
rupiah, industri 82.6 milyar rupiah dan jasa 2.8 milyar rupiah. Peningkatan UMR sebesar satu rupiah per tahun akan menurunkan nilai investasi sektor pertanian 1.3
milyar rupiah, industri 2.3 milyar rupiah dan jasa 0.4 milyar rupiah. Selanjutnya peningkatan jumlah kasus pemogokan satu kasus per tahun akan menurunkan nilai
investasi sektor pertanian 5.3 milyar rupiah, industri 23.3 milyar rupiah dan jasa 1.0 milyar rupiah.
Pada kenyataannya, sektor pertanian mempunyai rata-rata nilai investasi paling rendah di era otda yang telah lalu, yaitu 3.46 persen dari total investasi
dibanding sektor lain tahun 2001-2004. Hasil penelitian Kalangi 2006 juga menyimpulkan hal serupa 2.04 persen, karena dianggap sektor pertanian kurang
menguntungkan bagi investor asing. Namun, sumbangan sektor pertanian terhadap PDB relatif besar, rata-rata di era otda yang telah lalu mencapai 15.73
persen tahun 2001-2004. Sumbangan terhadap peningkatan kesempatan kerja pada periode yang sama mencapai 44.42 persen.
6.6. Kinerja Moneter