Pengobatan Dalam Al-Quran SEJARAH KEDOKTERAN DALAM ISLAM

BAB VIII KONSEP DOKTER MUSLIM

A. Ide Dokter Muslim

Ilmu kedokteran yang dewasa ini berkembang, umumnya bersifat uiversal atau digunakan secara umum. Karena itu, bagi kaum muslimin perlu menyeleksinya, dipilih hanya yang sesuai dengan norma dan kaidah Islam. Sejak dulu kaum muslimin, dengan disemangati oleh gerakan islamisasi maka seluruh sendi kehidupan muslim dijadikan sebagai bagian pengamalan agama, untuk itu maka dicarilah pijakan-pijakan islamis, juga dalam praktek pengobatan, atau lebih spesifik dokter. Meski dalam prakteknya dan dikaitkan dengan asal sistem atau metode pengobatan bersifat universal, namun dalam Islam terdapat nilai-nilai yang mesti dijunjung tinggi, khususnya dikaitkan dengan prakter kedokteran, sehingga dikenal dengan kedokteran Islami. Jika merujuk kepada karya klasik, seperti yang terdapat dalam buku al-Qanun fi al-Thib karya Ibnu Sina, sama sekali tidak menyinggung soal kedokteran Islam ini.. Men urut analisis ‘Abdul Hamid, karena pada masa lalu etika kedokteran tidak mungkin terpisah dari ajaran umum al- Qur’an dan Sunnah Nabi. Dengan kata lain, kedua sumber ini senantiasa berlaku sebagai pembimbing dalam segala aspek kehidupan umat Islam termasuk bagi dokter dan pasiennya. 62 Konsep tentang dokter muslim ini terkait pula dengan etika kedokteran, menurut Ahmad Elkandi, salah seorang pendiri Himpunan 62 Departemen Agama RI, Islam untuk Disiplin Ilmu Kesehatan dan Kedokteran 2 Fiqh Kontemporer 2003,h. 87. Kedokteran Islam Amerika Serikat dan Kanada., bahwa etika dianggap sebagai persyaratan penting untuk menjadi dokter. Sumpah Hippocrates yang terkenal telah menekankan fakta ini dan sumpah ini masih berlaku sebagai basis bagi undang-undang yang dibuat kode etik proposional.

B. Karakteristik Dokter Muslim

Banyak rumusan tentang dokter muslim telah dikemukakan oleh berbagai kalangan. Menurut Ja’far Khadim Yamani, ilmu kedokteran dapat dikatakan Islami, mempersyaratkannya dengan 9 karakterstik, yaitu: pertama, dokter harus mengobati pasien dengan ihsan dan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan al- Qur’an. Kedua, tidak menggunakan bahan haram atau dicampur dengan unsur haram. Ketiga, dalam pengobatan tidak boleh berakibat mencacatkan tubuh pasien, kecuali sudah tidak ada alternatif lain. Keempat, pe ngobatannya tidak berbau takhayyul, khurafat, atau bid’ah. Kelima, hanya dilakukan oleh tenaga medis yang menguasai bidang medis. Keenam, dokter memiliki sifat-sifat terpuji , tidak memiliki rasa iri, riya, takabbur, senang merendahkan orang lain, serta sikap hina lainnya. Ketujuh, harus berpenampilan rapi dan bersih. Kedelapan, lembaga-lembaga pelayan kesehatan mesti bersifat simpatik. Kesembilan, menjauhkan dan menjaga diri dari pengaruh atau lambang-lambang non-islamis. 63 Dalam kode etik edokteran Islamic code of Medical Ethics, yang merupakan hasil dari First Internasional Confrene on Islamic Medicine yang diselenggarakan pada 6- 10 Rabi’ al-Awwal 1401 H. di Kuwait dan selanjutnya disepakati sebagai kode etik kedokteran Islam, dirumuskan beberapa karakteristik yang semestinya dimilliki oleh dokter muslim. Isi Kode Etik 63 Departemen Agama RI, Islam untuk Disiplin Ilmu Kesehatan dan Kedokteran 2 Fiqh Kontemporer 2003,h. 88.