beriman  dan  hati  mereka  menjadi  tentram  dengan  mengingat  Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram
”. Ar- Ra’du : 27-28.
D. Konsistensi Keagamaan
4
Manusia  diciptakan  dengan  hati  nurani  yang  sepenuhnya  mampu mengatakan  realitas  secara  benar  dan  apa  adanya.  Namun  manusia  juga
memiliki  keterampilan  kejiwaan  lain  yang  dapat  menutupi  apa-apa  yang terlintas dalam hati nuraninya, yaitu sifat berpura-pura.
Meskipun  demikian  seseorang  berpura-pura  hanya  dalam  situasi  yang sifatnya  temporal  dan  aksidental  tiada  keberpura-puraan  yang  permanen  dan
esensial. Sikap  konsisten  seseorang  terhadap  agamanya  terletak  pada  pengakuan  hati
nuraninya  terhadap  agama  yang  dipeluknya.  Konsistensi  ini  akan  membekas pada  seluruh  aspek  kehidupannya  membentuk  sebuah  pandangan  hidup.
Namun  membentuk  sikap  konsisten  juga  bukanlah  persoalan  yang  mudah. Diantara langkah-langkahnya adalah :
5
1 Pengenalan
Seseorang  harus  mengenal  dengan  jelas  agama  yang  dipeluknya sehingga  bisa  membedakannya  dengan  agama  yang  lain.  Hal  ini  dapat
dilakukan dengan  mengetahui ciri-ciri pokok dan cabang  yang terdapat dalam sebuah  agama.  Jika  ada  orang  menyatakan  bahwa  “semua  agama  itu  sama”,
maka  hampir  dipastikan  bahwa  ia  sebenarnya  tak  mengenali  agama  itu  satu persatu.
4
Departemen  Agama  RI  Direktorat  Jenderal  Pembinaan  Kelembagaan  Agama Islam,  Buku  Teks  Pendidikan  Agama  Islam  Pada  Perguruan  Tinggi  Umum,  Jakarta:
Ikhlas Beramal, 1999-2000, h.32.
5
Departemen  Agama  RI  Direktorat  Jenderal  Pembinaan  Kelembagaan  Agama Islam,  Buku  Teks  Pendidikan  Agama  Islam  Pada  Perguruan  Tinggi  Umum,  Jakarta:
Ikhlas Beramal, 1999-2000, h. 33.
2 Pengertian Ajaran agama yang dipeluk pasti memiliki landasan yang kuat, tempat
dari  mana  seharusnya  kita  memandang.  Mengapa  suatu  ajaran  diajarkan,  apa faedahnya untuk kehidupan pribadi dan masyarakat, apa yang akan terjadi jika
manusia  meninggalkan  ajaran  tersebut  dan  lain-lainnya  adalah  pertanyaan- pertanyaan  yang  jawabannya  akan  mengantarkan  kita  kepada  sebuah
pengertian.  Seseorang  yang  mengerti  ajaran  agamanya  akan  dengan  mudah mempertahankannya  dari  upaya-upaya  pengacauan  dari  orang  lain.  Ia  juga
dapat menyiarkan ajaran agamanya dengan baik dan bergairah. 3Penghayatan
Penghayatan  terhadap  suatu  ajaran  agama  lebih  tinggi  nilainya  dari sekedar  pengertian.  Ajaran  yang  hidup  dalam  jiwa  dan  menjadi  sebuah
kecenderungan  yang  instingtif  mencerminkan  tumbuhnya  sebuah  kesatuan yang tak terpisahkan antara agama dan kehidupan. Interaksi seseorang terhadap
ajaran  agamanya  pada  fase  ini  tidak  sekedar  dengan  pikirannya  tetapi  lebih jauh  masuk  ke  relung-relung  hatinya.  Dengan  penghayatan  yang  mendalam
seseorang  dapat  mengamalkan  ajaran  agamanya,  melahirkan  keyakinan  atau keimanan yang mendorongnya untuk melaksanakan agama dengan tulus ikhlas.
4Pengabdian Seseorang  yang  tidak  lagi  memiliki  ambisi  pribadi  dalam
mengamalkan  ajaran  agamanya  akan  dapat  memasuki  pengabdian  yang sempurna.  Kepentingan  hidupnya  adalah  kepentingan  agamanya,  tujuan
hidupnya adalah tujuan agamanya, dan warna jiwanya adalah warna agamanya. Orang  yang  memasuki  fase  ini  bagaikan  sudah  tak  memiliki  dirinya  lagi,
karena demikianlah hakikat penghambaan. Fase penghambaan ini yang disebut ibadah,  yaitu  penyerahan  diri  secara  total  dan  menyeluruh  kepada  Tuhannya.