satu standar pelayanan di fasilitas kesehatan dasar oleh tenaga kesehatan adalah memeriksa kesehatan ibu secara rutin selama 2 jam
pertama pasca persalinan Kemenkes, 2013. Syarifudin dan Hamidah 2009 juga menyebutkan bahwa tugas bidan sebagai salah satu tenaga
kesehatan adalah melakukan pemantauan pada ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam 2 jam setelah persalinan serta melakukan
tindakan yang diperlukan. Bidan juga bertugas memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada minggu ke-2 dan
minggu ke-6 setelah persalinan. Meskipun hasil uji statistik menemukan tidak ada hubungan, hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin besar urutan kelahiran maka semakin tinggi pemanfaatan pelayanan nifas. Oleh karena itu,
intervensi pada kebijakan dan program peningkatkan kesehatan ibu melalui pelayanan nifas sebaiknya lebih difokuskan pada kelompok
wanita yang memiliki pengalaman melahirkan lebih banyak, yaitu dengan cara peningkatkan promosi pelayanan nifas.
6.3.3 Kunjungan Pelayanan Antenatal ANC
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya,
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan SPK Kemenkes RI,
2010. Frekuensi pelayanan antenatal minimal 4 kali selama masa
kehaminan, yaitu minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali pada triwulan kedua dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 84,1 wanita di daerah rural Indonesia pada tahun 2011-2012 melakukan kunjungan
ANC sebanyak 4 kali atau lebih. Sedangkan sebanyak 12,7 wanita melakukan kunjungan hanya 1-3 kali dan 3,2 tidak pernah melakukan
kunjungan ANC selama kehamilannya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran wanita untuk berkunjung ke ANC cukup tinggi.
Kunjungan ke pelayanan antenatal ANC memiliki dampak positif pada pemanfaatan pelayanan nifas Chimankar dan Sahoo,
2011. Kunjungan antenatal dapat meningkatkan kemungkinan bagi wanita untuk memanfaatkan pelayanan nifas Ugboaja, dkk., 2013.
Pada penelitian ini, pemanfaatan pelayanan nifas lebih tinggi terjadi pada wanita yang melakukan kunjungan ANC
≥4 kali 88,3 dan lebih rendah pada wanita yang tidak pernah melakukan kunjungan
ANC 57,6. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya pemanfaatan pelayanan nifas terjadi pada tingginya kunjungan ANC wanita ketika
hamil. Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kunjungan ANC dengan pemanfaatan pelayanan
nifas pada wanita usia subur dengan p-value sebesar 0,000. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Chimankar dan
Sahoo 2011, Ugboaja, dkk. 2013, Paudel, dkk. 2013, dan Khanal, dkk. 2013 bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kunjungan
ANC dengan pemanfaatan pelayanan nifas. Paudel, dkk. 2013 menemukan bahwa ibu yang berkunjung ke ANC sebanyak 1 sampai 3
kali dan 4 kali atau lebih, lebih besar kemungkinannya untuk memanfaatkan pelayanan nifas daripada ibu yang tidak datang ke
pelayanan antenatal. Khanal, dkk., 2014 juga menemukan bahwa ibu yang berkunjung sebanyak 4 kali atau lebih ke ANC lebih besar
kemungkinannya untuk berkunjung ke pelayanan nifas setelah bersalin daripada ibu yang tidak berkunjung ke ANC.
Namun, beberapa penelitian menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kunjungan ANC dengan pemanfaatan
pelayanan nifas Dhaher, dkk., 2008; Berhe, dkk., 2013. Meski tidak ada hubungan, Berhe, dkk. 2013 berkeyakinan bahwa penting untuk
mendidik para ibu hamil tentang pelayanan nifas ketika berkunjung ke pelayanan antenatal sehingga dapat meningkatkan kesadaran mereka
untuk memanfaatkan pelayanan nifas. Adanya hubungan dalam penelitian ini, dimungkinkan karena
wanita mendapatkan informasi tentang pelayanan nifas saat kunjungan ANC. Paudel, dkk. 2013 menjelaskan bahwa saat datang ke pelayanan
antenatal, ibu hamil memperoleh informasi kesehatan tentang persiapan yang dibutuhkan untuk persalinan dan pemanfaatan layanan lebih lanjut
yang dibutuhkan setelah persalinan. Standar pelayanan di fasilitas kesehatan dasar di Indonesia juga disebutkan bahwa pada saat
kunjungan ANC, terdapat sesi konseling yang membahas persiapan
persalinan Kemenkes, 2013. Pada sesi konseling dengan tenaga kesehatan tersebut, ibu hamil kemungkinan juga memperoleh informasi
tentang pemanfaatan pelayanan nifas dan kemudian menyadari tentang pentingnya mendapatkan pelayanan nifas.
Selain itu, adanya hubungan juga dimungkinkan karena kunjungan ANC dapat meningkatkan pemanfaatan penolong persalinan
oleh tenaga kesehatan terlatih yang kemudian meningkatkan kesempatan bagi ibu bersalin untuk mendapatkan pelayanan nifas. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa wanita yang berkunjung ke ANC sebanyak ≥4 kali 89,5 lebih banyak yang ditolong oleh tenaga
kesehatan saat bersalin daripada wanita yang tidak berkunjung ke ANC 54,5. Selanjutnya, dari 89,5 wanita tersebut, sebanyak 91,1 di
antaranya kemudian memanfaatkan. Sedangkan dari 54,5 wanita yang tidak berkunjung ke ANC dan ditolong oleh tenaga kesehatan saat
bersalin, pemanfaatan nifasnya lebih rendah, yaitu 80,6. Kesadaran wanita untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi dapat
menjadi alasan bagi mereka memanfaatkan ANC dan pelayanan nifas. Hal ini sejalan dengan penelitian Titaley, dkk., 2010 bahwa alasan
utama wanita di Garut, Sukabumi dan Ciamis berkunjung ke ANC dan pelayanan nifas adalah untuk memastikan keselamatan ibu dan bayinya.
Sebaliknya, alasan di antara mereka tidak memanfaatkan ANC maupun pelayanan nifas adalah karena kurangnya kesadaran mereka tentang
pentingnya memanfaatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Beberapa
di antara mereka berpendapat bahwa pelayanan kesehatan hanya dibutuhkan jika terjadi komplikasi kehamilan.
Pengetahuan dan kesadaran yang kurang pada wanita yang tidak berkunjung ke ANC dapat disebabkan karena faktor pendidikan.
Pendidikan pada wanita hamil memiliki efek positif terhadap pemanfaatan ANC. Seperti di Ethiopia, wanita di daerah rural dengan
tingkat pendidikan sekunder 4 kali lebih besar memanfaatkan pelayanan antenatal Mekonnen, 2002. Hal ini juga ditunjukkan dari hasil
penelitian ini bahwa kunjungan ANC ≥4 kali lebih banyak dilakukan
oleh dengan tingkat pendidikan tamat SMTA 88,7 dan perguruan tinggi 90,3 dibandingkan wanita yang tidak sekolah 67,6.
Kunjungan ANC yang tidak dilakukan oleh wanita selama hamil juga dapat dipengaruhi oleh kepercayaan yang menjadi budaya di
lingkungannya. Wanita di daerah rural Jawa Barat beranggapan bahwa kehamilan adalah peristiwa yang normal sehingga tidak butuh
perawatan kecuali jika terjadi komplikasi Agus, dkk., 2012. Hal serupa juga terjadi di derah rural Bangladesh bahwa wanita umumnya
menganggap kehamilan sebagai peristiwa normal kecuali jika muncul komplikasi sehingga sebagian dari mereka tidak berkunjung ke ANC
dan tidak ada persiapan sebelumnya untuk menghadapi persalinan Choudhury dan Ahmed, 2011.
Peran ANC terhadap pemanfaatan pelayanan nifas pada wanita di daerah rural cukup penting. Terlihat bahwa kunjung
an ANC ≥ 4 kali
mampu menarik 88,3 dari total wanita yang berkunjung untuk kemudian memanfaatkan pelayanan nifas. Oleh karena itu, peneliti
menyarankan untuk meningkatkan pemanfaatan atau kunjungan ANC minimal 4 kali atau lebih dan menekankan pentingnya pemanfaatan
pelayanan nifas selama kunjungan tersebut berlangsung dengan sasaran utama adalah wanita yang tidak bersekolah dan tidak tamat SD.
Peningkatan kunjungan ANC dapat dilakukan melalui program berbasis masyarakat dan berbagai media promosi kesehatan, terutama
dengan memanfaatkan peran bidan dan bidan swasta. Hal ini karena lebih dari setengah total responden diperiksa kehamilannya oleh bidan
dan bidan di desa, yaitu sebesar 54,6 dan 37,3.
6.3.4 Kuintil Kekayaan