Analisis Network Supply Chain dan Pengendalian Persediaan Beras Organik (Studi Kasus : Rantai Pasok Tani Sejahtera Farm, Kab. Bogor)

(1)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32 km2 dan luas lautan sebesar 3.544.743,9 km2 (BPS 2011). Indonesia menduduki peringkat ke-15 daratan terluas sedunia. Terlihat bahwa Indonesia mempunyai potensi daratan atau lahan yang sebaiknya dikembangkan secara optimal. Menurut CIA (2005), pemanfaatan lahan di Indonesia terdiri dari 11,03 persen arable land, permanent crops 7,04 persen, dan lainnya sebesar 81,93 persen. Arable land merupakan lahan yang digunakan untuk budidaya komoditas pertanian yang setelah panen dapat ditanam kembali jika ingin membudidayakannya kembali, sedangkan permanent crops merupakan lahan yang digunakan untuk budidaya komoditas pertanian yang dapat selalu dipanen. Jadi, sekitar 18,07 persen daratan di Indonesia digunakan sebagai la han pertanian.

Lahan pertanian (agricultural land) merupakan lingkungan alami dan buatan manusia sebagai tempat berlangsungnya produksi, pascapanen, dan pengolahan hasil serta pemasaran komoditas pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Lahan pertanian dibagi menjadi lahan basah dan lahan kering. Luas lahan basah di Indonesia seluas 8.400.030 hektar yang terdiri dari lahan beririgasi teknis, semi teknis, irigasi desa, tadah hujan, pasang surut dan lainnya (Ditjen PLA 2007).

Menurut A.T. Mosher (1966), pertanian adalah suatu bentuk proses produksi yang sudah khas yang didasarkan pada proses pertumbuhan daripada hewan dan tumbuhan. Pertanian menjadi sektor penting dalam pembangunan Negara Indonesia dengan memberikan kontribusi yang luar biasa. Kontrib usi dari sektor pertanian dapat dilihat dari empat kontribusi, antara lain : (a) kontribusi produk karena sektor pertanian menghasilkan pangan dan bahan baku produksi sektor industri dan jasa, (b) kontribusi faktor produksi karena sektor pertanian dapat mentransfer surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri yang merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi serta mampu menyediakan modal bagi pengembangan sektor lain, (c) kontribusi pasar karena


(2)

sektor pertanian merupakan pasar yang pote nsial bagi produk-produk sektor industri, (d) kontribusi devisa karena sektor pertanian dapat menghasilkan atau menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau produk subtitusi impor.

Tercatat dalam data BPS (2011) bahwa sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja paling banyak dengan umur 15 tahun ke atas yaitu sebanyak 39,33 juta penduduk dan menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) dengan angka sangat sementara sebesar 14,7 persen dari total PDB Indonesia sehingga dapat dikatakan bahwa pertanian berkontribusi bagi pembangunan ekonomi dalam peningkatan kesejahteraan Masyarakat Indonesia. Pertanian mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan, tanaman hortikultura, peternakan, kehutanan, dan perikanan.

Walaupun demikian, semakin lama kondisi pertanian di Indo nesia semakin memprihatinkan. Kondisi pertanian di Indonesia diperburuk dengan :

1. Adanya konversi lahan pertanian untuk kepentingan non pertanian.

2. Berkurangnya minat masyarakat menjadi petani karena kurangnya insentif yang diterima petani.

3. Kesuburan tanah menurun akibat sistem budidaya yang tidak memperhatikan aspek lingkungan.

4. Adanya fenomena cuaca ekstrim.

Pada saat ini, efek cuaca ekstrim sudah dirasakan para pembudidaya komoditas pertanian. Cuaca ekstrim terjadi karena adanya efek rumah kaca yang merupakan fenomena menghangatnya bumi karena radiasi matahari dari permukaan bumi, lalu dipantulkan kembali ke angkasa dan terperangkap oleh selimut gas rumah kaca (WWF 2012). Gas yang dapat disebut gas rumah kaca, yaitu CO2, CH4 (metana), dan N2O (Nitrogen Dioksida). Emisi gas rumah kaca

dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia seperti penggunaan bahan bakar fosil, perubahan tata guna lahan dan hutan, kegiatan industri, peternakan, dan pertanian. Penggunaan pupuk kimia (anorganik), khususnya pada tanaman padi sangat berpotensi sebagai salah satu penyebab fenomena efek rumah kaca. Pupuk urea adalah pupuk kimia yang lebih dominan diberikan pada tanaman padi. Menurut Poniman (2002), penggunaan pupuk urea pada tanaman padi sebagian besar daerah sudah berlebihan hingga mencapai 2-3 kali lipat. Pemberian pupuk


(3)

urea pada tanaman padi hanya sekitar 40-50 persen yang dimanfaatkan oleh tanaman, sedangkan nitrogen yang tidak termanfaatkan akan terlepas ke atmosfer dalam bentuk gas rumah kaca (CH4 dan N2O). Dengan demikian, semakin besar

penggunaan pupuk urea atau pupuk kimia lainnya, akan memperbesar kemungkinan terjadinya efek rumah kaca. Pergerakan perkiraan emisi gas CH4

(ton) dari lahan sawah di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perkiraan Emisi Gas CH4 (ton) dari Lahan Sawah Indonesia pada

Tahun 2003-2008

Sumber : Ke menterian Lingkungan Hidup RI 2009

Dapat dilihat pada gambar di atas bahwa emisi gas CH4 yang disebabkan

oleh budidaya padi dengan input kimia di Indonesia meningkat dimulai dari tahun 2006. Hal tersebut dapat membahayakan kelangsungan tanaman padi di Indonesia karena cuaca ditakutkan akan semakin tidak dapat diprediksi sehingga perubahan musim tanam atau kekeringan terjadi sehingga produktivitas padi semakin menurun. Selain itu, lingkungan menjadi tidak sehat karena penggunaan input kimia juga dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah dan ketidakseimbangan ekologis sehingga persediaan beras tidak selalu dapat mengimbangi kebutuhan pangan di setiap bulan karena hasil panen berbeda-beda antar musim. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Isu lingkungan menjadi hangat diperbincangkan masyarakat. Masyarakat internasional sudah mulai menyadari bahwa keseimbangan lingkungan harus

1532332

1386288

1425785 1829399

1885490

1912242

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 ton


(4)

dijaga agar keberlangsungan hidup di bumi ini tidak terancam sampai jangka sangat panjang. Oleh karena itu, berkembanglah konsep pertanian ramah lingkungan. Sistem ini memperhatikan aspek kesehatan lingkungan dan kesehatan individu konsumen. Terdapat dua sistem dalam pertanian ramah lingkungan, yaitu sistem yang sama sekali tidak memperbolehkan menggunakan bahan kimia sintetis, disebut sistem LEIA (Low external Input Agriculture) atau pertanian organik dan sistem yang masih memperbolehkan menggunakan bahan kimia sintetis selain bahan organik, tetapi berada dalam batas wajar dan sesuai yang diatur dalam peraturan pemerintah disebut sistem LEISA (Low External Input

Sustainable Agriculture). Semua negara di dunia bersama-sama menggalakkan

sistem pertanian organik dalam kegiatan pertanian yang diusahakan termasuk Negara Indonesia. Perkembangan luas pertanian organik di Indonesia dari tahun 2005 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perkembangan Luas Lahan Pertanian dan Pertanian Organik di Indonesia dari Tahun 2005- 2010

Sumber : Research Institute of Organic Agricu lture FiBL 2011

Luas lahan pertanian keseluruhan baik pertanian konvensional maupun organik di Indonesia meningkat sejak tahun 2008, diikuti juga dengan peningkatan luas lahan pertanian organik sejak tahun 2008. Persentase luas lahan pertanian organik pada tahun 2010 sebesar 13 persen dari luas lahan pertanian,

17783

40419

57184

42087 46719

71208

711.32

3233.52 6290.24 3366.96 4204.71 9257.04 0

10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Luas Lahan Pertanian Luas Lahan Pertanian Organik tahun ha


(5)

yaitu seluas 9.257,04 hektar. Perkembangan luas lahan pertanian searah dengan perkembangan luas lahan pertanian organik di Indonesia. Pada tahun 2010, perkembangan luas lahan pertanian organik sangat pesat hingga dua kali lipat lebih dari luas lahan pertanian organik pada tahun 2009. Hal tersebut mendeskripsikan bahwa pertanian organik di Indonesia, termasuk padi organik semakin berkembang dan diminati oleh banyak pelaku usaha yang mengusahakannya dan konsumen akhir atas produk organik.

Padi merupakan tanaman pangan paling utama dan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial, maupun politik. Budidaya padi dengan sistem organik akan digiling dan menghasilkan beras organik. Usaha beras organik memiliki prospek yang menjanjikan ke depannya karena perubahan tren Masyarakat Indonesia yang kembali ke alam (back to nature) serta semakin peduli lingkungan dan kesehatan individu. Minat masyarakat untuk terlibat dalam usaha beras organik secara bertahap meningkat walaupun produksi belum seproduktif sistem konvensional. Harga jual beras organik lebih tinggi karena image “sehat” tertanam dalam produk ini sehingga pendapatan yang diperoleh pelaku usaha lebih besar dibandingkan beras dengan sistem konvensional. Harga mahal produk ini juga tercipta karena besarnya usaha yang harus dilakukan petani dalam membudidayakan padi organik.

Produk beras organik sangat eksklusif karena pengawasan produk selalu dilakukan agar tidak menyalahi prinsip organik sehingga produk tetap dapat dikatakan sebagai produk beras organik. Keeksklusifan produk ini membuat rantai pasok yang mengalirkan produk ini haruslah eksklusif untuk membedakan antara rantai pasok beras organik dan rantai pasok beras konvensional. Rantai pasok beras organik yang eksklusif dapat dilihat dari struktur rantai pasok yang sederhana, sedangkan rantai pasok beras konvensional lebih panjang dan rumit dibandingkan beras organik. Namun, walaupun rantai pasok eksklusif dan berbentuk sederhana, belum tentu proses aliran di dalamnya berjalan lancar.

Konsumen saat ini menjadi sangat kritis karena ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih. Konsumen menginginkan beras organik yang lebih berkualitas, murah, dan cepat (better, cheaper, faster). Keinginan tersebut dapat diatasi dengan diterapkannya manajemen yang baik di dalam rantai pasok beras


(6)

organik. Konsep ini menuntut seluruh anggota yang berada di sepanjang rantai pasok beras organik saling terintegrasi karena persaingan tidak lagi terjadi antara pelaku usaha secara individu, tetapi antar rantai pasok. Rantai pasok yang dapat bersaing adalah rantai pasok yang dapat memenuhi permintaan konsumen serta nilai yang diperoleh rantai pasok keseluruhan tinggi. Sementara struktur usaha pertanian di Indonesia masih terfragmentasi dan tidak terkoordinasi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Hal penting dalam rantai pasok adalah kelancaran aliran produk, finansial, dan informasi agar dapat memenuhi keinginan konsumen akhir. Ketersediaan beras organik harus terjaga di dalam rantai pasok agar aliran produk selalu lancar sehingga kedua aliran lainnya pun lancar. Oleh karena itu, upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas pada rantai pasok beras organik diperlukan melalui manajemen rantai pasok dan usaha pengendalian persediaan beras organik di dalam rantai pasok sehingga tujuan akhir rantai pasok tercapai, yaitu memenuhi permintaan dan kepuasan konsumen akhir serta memaksimalkan nilai yang diperoleh rantai pasok.

1.2. Perumusan Masalah

Beras organik merupakan beras yang dihasilkan dari budidaya padi dengan sistem organik. Beras organik memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan beras biasa (konvensional), yaitu lebih menyehatkan pribadi dan lingkungan. Usaha yang dibutuhkan dalam memproduksi beras organik lebih sulit dan intensif. Dalam proses budidaya padi organik, jumlah input yang digunakan sangat banyak dan perawatannya pun intensif karena tidak menggunakan pestisida kimia yang lebih cepat mengendalikan hama dan penyakit dibandingkan pestisida organik. Produktvitas padi organik cukup rendah dan menurut BPS (2011), rendemen giling gabah pun rendah sekitar 20,51 persen sehingga jumlah output yang dihasilkan tidak banyak. Beras organik harus terjaga dari kontaminasi produk kimia agar tetap dapat disebut produk organik. Oleh karena produk ini memiliki nilai yang lebih tinggi, maka harganya pun lebih mahal dibandingkan beras biasa.

Beras organik yang dikonsumsi oleh konsumen akhir berasal dari petani, distributor, pedagang, ritel, dan pihak-pihak lainnya yang bergabung menjadi sebuah rantai pasok beras organik. Beras organik merupakan produk yang


(7)

eksklusif sehingga rantai pasok yang mengalirkan produk ini haruslah eksklusif. Keekslusifan beras organik harus dijaga dalam rantai pasok karena identitas organik produk ini harus terjaga agar tidak merugikan konsumen akhir dan produk tiba di konsumen akhir tepat waktu dan tempat.

Rantai pasok beras organik lebih sederhana dibandingkan rantai pasok beras biasa. Jika produk beras organik mengalir dalam rantai pasok yang sama dengan beras biasa, maka lebih banyak pelaku usaha yang akan terlibat dalam rantai pasok. Banyaknya pelaku usaha yang terlibat dikhawatirkan membuat produk beras organik semakin mahal dan kualitas tidak terjamin. Selain itu, mahalnya beras organik belum tentu membuat pelaku usaha yang terlibat termasuk petani memperoleh pembagian share yang sesuai dan merata dari harga produk akhir. Hal tersebut dapat merugikan petani dan pelaku usaha yang terlibat serta konsumen akhir yang membeli produk dengan harga yang lebih mahal dibandingkan harga produk akhir oleh rantai pasok beras organik yang eksklusif.

Rantai pasok beras organik pada Tani Sejahtera Farm merupakan jaringan yang terdiri dari beberapa pelaku usaha dan terdapat aliran produk, finansial serta informasi di sepanjang rantai. Rantai pasok ini sangat eksklusif dan sederhana walaupun berbentuk jaringan karena hanya terdiri dari petani mitra, Tani Sejahtera Farm, ritel produk organik, dan konsumen akhir. Sebuah rantai pasok merupakan sebuah kesatuan yang memiliki tujuan sangat penting bagi seluruh anggota rantai pasok, yaitu memenuhi permintaan dan kepuasan konsumen akhir. Sebagai sebuah kesatuan, seharusnya antar anggota rantai pasok saling berkoordinasi dan terintegrasi. Rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm dirasakan belum terkoordinasi dengan baik dan juga belum terintegrasi. Kesulitan berkoordinasi dan mengintegrasikan seluruh anggota rantai pasok dikarenakan bentuk rantai pasok berjaring sehingga lebih sulit melakukannya dibandingkan rantai pasok yang berbentuk linier.

Koordinasi yang belum baik dan belum terintegrasi dapat terlihat dalam pelaksanaan usaha beras organik, rantai pasok ini belum dapat memenuhi permintaan konsumen setiap bulan khususnya pada tingkat ritel. Permintaan dari konsumen akhir selain dihadapi oleh ritel, juga dihadapi oleh Tani Sejahtera Farm. Permintaan dari konsumen akhir yang dihadapi Tani Sejahtera Farm sudah


(8)

terpenuhi pada tahun 2011, tetapi pada tahun-tahun sebelumnya permintaan lebih besar dari penawaran. Hal tersebut sangat disayangkan karena tujuan akhir rantai pasok belum tercapai sehingga mengurangi keuntungan yang diperoleh rantai pasok dan loyalitas konsumen akhir dapat menurun.

Anggota rantai pasok beras organik belum memperhatikan tujuan akhir penyediaan beras organik melalui rantai pasok. Untuk membuat rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm dapat memenuhi tujuan akhirnya, diperlukan penelitian lebih dalam mengenai rantai pasok ini secara keseluruhan. Awalnya, perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana kondisi rantai pasok beras organik yang berjaring, bagian mana yang belum berjalan baik dan seharusnya diperbaiki.

Selain memenuhi permintaan dan kepuasan konsumen, rantai pasok juga bertujuan memaksimalkan nilai tambah perolehan rantai pasok. Untuk mengetahui apakah rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm dapat mencapai tujuan tersebut, dilakukanlah pengukuran dan analisis nilai tambah perolehan rantai pasok beras organik keseluruhan. Kemudian, oleh karena rantai pasok ini bermasalah pada aliran produk yang belum dapat memenuhi permintaan konsumen akhir, dianalisis pula model pengendalian persediaan beras organik yang efektif dan efisien sehingga tujuan pemenuhan permintaan dan kepuasan konsumen akhir terpenuhi.

Hasil penelitian rantai pasok berjaring (network supply chain) dan pengendalian persediaan beras organik ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm untuk dapat mengatasi permasalahan sehingga dapat bersaing dengan ranta i pasok beras organik lainnya. Pengelolaan rantai pasok yang benar dan menguntungkan bagi seluruh anggota perlu dilakukan agar dapat meningkatkan nilai tambah perolehan rantai pasok beras organik. Perumusan masalah dalam penelitian ini secara ringkas adala h : 1) Bagaimana kondisi dan kinerja rantai pasok beras organik Tani Sejahtera

Farm?

2) Bagaimana nilai tambah yang dihasilkan oleh setiap anggota dan rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm?

3) Bagaimana pengendalian persediaan beras organik yang efisien dan efektif di Tani Sejahtera Farm?


(9)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini dilakukan memiliki beberapa tujuan, diantaranya yaitu :

1) Menganalisis kondisi dan kinerja rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm.

2) Menganalisis nilai tambah yang dihasilkan setiap anggota dan rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm.

3) Menganalisis dan menghasilkan ukuran pengendalian persediaan beras organik yang efektif dan efisien di Tani Sejahtera Farm.

1.4. Manfaat Penelitian

1) Bagi seluruh anggota rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm, dapat dijadikan sebagai masukan untuk evaluasi dan menentukan langkah bersama selanjutnya dalam meningkatkan daya saing rantai pasoknya. 2) Bagi Tani Sejahtera Farm, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

dalam pengendalian persediaan rantai pasok untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.

3) Bagi akademisi, sebagai tambahan ilmu pengetahuan untuk memperluas wawasan dan dapat digunakan sebagai referensi penelitian.


(10)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Beras Organik

Saat ini, beras sudah tidak lagi menjadi produk yang berfungsi sebagai pemenuh kebutuhan pangan manusia. Sudah berkembang beras organik yang memiliki nilai tambah, yaitu lebih menyehatkan manusia dan lingkungan dibandingkan beras konvensional selain sebagai pangan. Beras organik merupakan beras yang dihasilkan dari budidaya dengan prinsip pertanian organik atau tanpa pengaplikasian bahan kimia berdasarkan standar tertentu dan telah mendapatkan sertifikasi dari lembaga mandiri (International Rice Research

Institute 2004). Beras organik pada dasarnya serupa dengan beras konvensional.

Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada proses budidaya, pengolahan hingga pemasaran ke konsumen akhir. Proses yang dilakukan terhadap beras organik menggunakan prinsip organik yang harus dijaga dari ketika masih benih hingga dikonsumsi konsumen akhir.

Beras organik merupakan hasil proses pascapanen dari tanaman padi yang dibudidayakan secara organik, yaitu setelah tangkai dan kulit malainya dilepaskan dan digiling. Dalam proses penggilingan gabah organik dikenal beberapa istilah, diantaranya gabah yang merupakan biji padi organik setelah dilepaskan dari tangkai malainya, kariopsis atau beras pecah kulit organik (organic brown rice) dan sekam yang merupakan hasil proses penggilingan dengan mesin atau alat pemecah kulit. Dalam penyosohan beras pecah kulit organik akan diperoleh beras giling organik dan dedak yang berasal dari lapisan perikarp, aleuron, dan sebagian endosperm bagian luar. Lapisan aleuron adalah lapisan dalam dari lapisan

nucellus yang membungkus baik endosperm maupun lembaga. Lapisan ini

tersusun dari satu sampai tujuh lapis yang pada sisi dorsal lebih tebal dari sisi ventral. Lapisan aleuron ini berbeda-beda ketebalannya berdasarkan varietas, dimana beras organik yang berbentuk bulat pendek cenderung mempunyai lap isan aleuron yang lebih tebal dibanding beras jenis lonjong panjang (Juliano 1972, diacu dalam Kusumaningrum 2009).

Tekstur nasi berbeda satu sama lain tergantung pada varietas yang dibudidayakan. Sebuah varietas padi organik dan konvensional selain menent ukan ketahanan terhadap hama dan penyakit, produktivitas, dan bentuk nasi, juga dapat


(11)

menentukan tekstur nasi yang dihasilkan. Penduduk daerah tropis seperti Indonesia, Pakistan, dan sebagian Filipina menyukai varietas padi atau beras organik bertekstur sedang (Kusumaningrum 2009).

Tabel 1. Varietas Beras Organik Berdasarkan Tekstur Nasi

Tekstur Nasi Varietas

Pulen Bengawan Solo, Tukad Petanu, Sentani, Sintanur, Memberamo, Cilosari dan Cisadane

Sedang Bondoyudo, Pandanwangi, Rojolele, IR 64, Cibodas, Maros, Way Apo Buru

Pera IR 68, Batang Anai, Digul, Dewi Ratih dan IR 36 Sumber : Deliani 2004, diacu dala m Kusumaningru m 2009

Dilihat dari hasil proses penggilingan, sama seperti beras konvensional, beras organik dibagi menjadi beras organik kupas kulit dan beras organik pecah kulit. Menurut Anonim (2009), beras organik kupas kulit adalah beras organik berwarna putih dan biasa dimakan sehari- hari. Pada beras organik kupas kulit, penggilingan dilakukan berkali-kali sampai kulit ari beras organik terk upas semua, sedangkan pada beras organik pecah kulit hanya digiling beberapa kali sehingga kulit ari beras organik masih tetap menempel. Beras organik pecah kulit masih mengandung kulit ari sehingga biasa disebut juga beras organik coklat yang mengandung vitamin B151.

Terdapat tiga jenis beras organik konsumsi, yaitu beras organik putih, beras organik merah, dan beras organik hitam. Ketiga beras organik ini berbeda warna akibat perbedaan gen yang mengatur warna aleuron (lapisan terluar). Beras organik putih merupakan beras organik berwarna putih serta biasa dimakan dan dijual di pasar. Beras organik merah merupakan beras organik yang berwarna merah dan mempunyai kandungan serat yang lebih banyak dibandingkan beras organik putih, sedangkan beras organik hitam merupakan beras organik yang berwarna hitam.

Konsep organik berawal dari kekhawatiran masyarakat terhadap kondisi lingkungan yang semakin tidak sehat. Hal tersebut menimbulkan adanya

1

Anonim. 2009. Khasiat Beras. http://www.fa morganic.co m/Khasiat%20Beras% 20Hita m%20Merah%20Co klat.ht ml [18 Maret 2012]


(12)

perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin menggemari beras organik dan juga didasari oleh keunggulan-keunggulan yang dimiliki beras organik. Adapun keunggulan-keunggulan yang dimiliki beras organik dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi kesehatan dan sisi lingkungan. Beras organik melindungi kesehatan dengan kandungan gizi atau vitamin yang tinggi karena tidak menghilangkan lapisan kulit ari secara menyeluruh sehingga beras ini tidak mengkilap seperti beras konvensional, lebih enak rasanya dan pulen, lebih tahan lama serta memiliki kandungan serat dan nutrisi lebih baik. Dilihat dari sisi lingkungan, beras organik dapat menjaga kualitas lingkungan hidup dan tidak mencemari lingkungan karena sistem produksi beras organik sangat ramah lingkungan serta meningkatkan produktivitas budidaya padi organik.

Terdapat perbedaan antara beras organik dan beras konvensional. Perbedaannya antara lain (Anonim 2011) : (1) Beras organik memiliki rasa lebih baik dan enak ; (2) Beras organik memiliki kualitas yang lebih baik ; (3) Beras organik tidak mengandung racun kimia pestisida ; (4) Beras organik memiliki lebih banyak kandungan vitamin dan mineral2. Selain itu, beras organik putih bersih, tidak berbau, dan lebih tahan lama atau tidak cepat basi ketika sudah dimasak. Jika mencoba mengambil beras orga nik dari tumpukannya di karung, akan terasa lembut di tangan, dan jika melepaskannya kembali, akan terdengar suara yang lembut atau tidak nyaring seperti bunyi beras konvensional yang dijatuhkan kepada tumpukan beras konvensional.

2.2. Pertanian Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan

Pertanian ramah lingkungan merupakan konsep pertanian dimana produksinya menggunakan teknologi ramah lingkungan. Menurut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (2010), teknologi ramah lingkungan didefinisikan sebagai teknologi yang memproteksi lingkungan, mengurangi daya polutan, menggunakan semua sumber daya, mendaur ulang lebih banyak produk dan limbah, dan menangani sisa limbah dengan cara yang benar.

2

Anonim. 2011. Beras Organik 100% Bebas Zat Kimia. http://www.pe le mgole k. com/en/beras-organik-100-bebas-zat-kimia [5 Januari 2012]


(13)

Pertanian ramah lingkungan erat kaitannya dengan tujuan pelestarian keragaman hayati, keseimbangan ekobiologis, dan tidak terjadinya pencemaran pada produk panen, pelaku usaha pertanian, hewan ternak, lahan pertanian, dan air permukaan, air tanah maupun air mengalir. Usahatani ramah lingkungan merupakan usahatani yang dapat memperoleh produksi optimal yang tidak merusak lingkungan, baik dari segi fisik, biologis, maupun ekologis (Sumarno & Suyamto 2009). Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa pertanian ramah lingkungan harus produktif, tetapi tidak membahayakan lingkungan. Produk pertanian yang dihasilkan dari sistem ini harus bersifat aman dan sehat atau bebas residu pestisida karena hal ini menjadi salah satu penciri pertanian ramah lingkungan.

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa pertanian ramah lingkungan sama dengan istilah pertanian berkelanjutan. Menurut Sumarno dan Suyamto (2009), pengertian pertanian berkelanjutan adalah sumber daya lahan pertanian secara lestari dan dapat digunakan untuk usaha produksi, dan dapat menghasilkan produk panen optimal dengan menggunakan sejumlah masukan sarana produksi yang normal dan wajar. Konsep ini mengimplikasikan bahwa pertanian yang berkelanjutan dapat berlanjut optimal dan produktif sampai masa yang akan datang (jangka panjang).

Pertanian berkelanjutan mencakup tujuh d imensi, yaitu : (1) dimensi waktu jangka panjang dalam hal pelestarian lahan, tanah, dan air ; (2) dimensi sosial, yaitu pelestarian fungsi usahatani dalam memberikan lapangan penghidupan dan ekonomi untuk masyarakat ; (3) dimensi ekonomi, yaitu kelayakan ekonomi usaha pertanian secara layak dan kompetitif dibandingkan usaha lain yang sejenis ; (4) dimensi kelestarian keanekaragaman hayati dan keragaman genetik varietas yang ditanam ; (5) dimensi kesehatan lingkungan, yaitu bebas dari pencemaran residu ; (6 ) dimensi kelestarian mutu dan kesuburan serta produktivitas tanah dalam jangka panjang ; (7) dimensi kelestarian sumber daya pertanian dan lingkungan (Harwood 1987, diacu dalam Sumarno & Suyamto 2009).

Menurut Gips (1986), diacu dalam Jarnanto (2010), suatu sistem pertanian itu bisa disebut berkelanjutan jika memiliki sifat-sifat : (1) Mempertahankan


(14)

fungsi ekologis, artinya tidak merusak ekologi pertanian itu sendiri ; (2) Berlanjut secara ekonomis artinya mampu memberikan nilai yang layak bagi pelaksana pertanian dan tidak ada pihak yang diekploitasi serta masing- masing pihak mendapatkan hak sesuai dengan partisipasinya ; (3) Adil berarti setiap pelaku pelaksanan pertanian mendapatkan hak-haknya tanpa dibatasi dan dibelunggu dan tidak melanggar hal yang lain ; (4) Manusiawi artinya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan ; (5) Luwes yang berarti mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi3.

Namun, ada pendapat lainnya yang berpendapat bahwa pertanian ramah lingkungan dan pertanian berkelanjutan berbeda. Seperti yang dikemukakan oleh Sumarno dan Suyamto (2009) mengenai perbedaan dalam pertanian ramah lingkungan dan pertanian berkelanjutan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Pertanian Ramah Lingkungan dan Pertanian Berkelanjutan.

Kriteria Pertanian

Ramah Lingkungan Pertanian Berkelanjutan Fokus perhatian Ekologi lingkungan Produksi berkelanjutan Tujuan utama Mutu lingkungan Produksi optimal Penggunaan sarana Berasal dari bahan

setempat

Tergantung kebutuhan dapat dari luar usahatani Sifat teknik budidaya Masukan rendah

berkelanjutan

Masukan optimal berkelanjutan

Contoh aplikasi Pertanian input organik, SRI, LEISA

Teknologi Revolusi Hijau Ekologis, PTT

Sumber : Su ma rno & Suyamto 2009

Pertanian ramah lingkungan dan pertanian berkelanjutan merupakan dua konsep yang berbeda tujuannya, namun keduanya sangat terkait dalam praktiknya. Pertanian berkelanjutan memiliki konsep ramah lingkungan, sedangkan pertanian ramah lingkungan belum tentu berkelanjutan.

3 Jarnanto, Alif. 2010. Pertanian Berke lanjutan. http://tanimu lya.blog.co m/2010/


(15)

2.3. Pertanian Moderen

Di Indonesia terdapat tiga konsep pertanian, yaitu konsep pertanian moderen adalah HEIA (High External Input Agriculture) dan konsep yang berwawasan lingkungan atau berkelanjutan adalah LEIA (Low External Input

Agriculture) dan LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture). Konsep

LEIA dan LEISA pada dasarnya adalah konsep pertanian tradisional yang digunakan pada zaman dulu, tetapi sudah diadopsi dengan penggunaan teknologi yang canggih tanpa penggunaan bahan kimia sehingga lebih modern seperti proses pembuatan input organik yang menggunakan mesin.

HEIA merupakan sistem pertanian yang menggunakan masukan (input) dari luar secara berlebihan. Umumnya berupa bahan-bahan kimia konvensional yang memang sengaja dibuat untuk input produksi. Menurut Madura (2010), sistem ini merupakan konsep yang moderen karena menggantungkan produksinya dari senyawa kimia sintetis (pupuk, pestisida, dan zat pengatur tumbuh). Hal ini dapat memberi pengaruh buruk terhadap keseimbangan lingkungan dan kesehatan manusia4.

LEIA adalah sistem yang memanfaatkan sumber daya lokal yang sangat intensif dengan sedikit atau sama sekali tidak menggunakan masukan dari luar sehingga tidak terjadi kerusakan sumber daya alam. Kegiatan ini berguna untuk menambahkan hara kepada tanah dari usahatani itu sendiri sehingga dapat memperbaiki struktur tanah yang sudah rusak. Bahan-bahan yang digunakan seperti sampah, kompos, limbah, dan lain- lain. LEIA dapat dikatakan sama dengan pertanian organik (Madura 2010)5.

LEISA adalah sistem pertanian dengan masukan rendah tetapi mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia yang tersedia di tempat dan layak secara ekonomis, mantap secara ekologis, adil secara sosial, dan sesuai dengan budaya lokal. Prinsip-prinsip dasar ekologi pada LEISA berdasarkan Reintjes et al. (1992) adalah : (1) Menjamin kondisi tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman, khususnya dengan mengelola bahan organik dan meningkatkan kehidupan dalam tanah ; (2) Mengoptimalkan ketersediaan dan

4

Madura, Uftori. 2010. Kesuburan Tanah. Uftoriwasit.b logspot.com/2010/10/kesuburan -tanah.html [12 Februari 2012]

5


(16)

menyeimbangkan arus unsur hara, khususnya melalui pengikatan nitrogen, pemompaan unsur hara, dan pemanfaatan pupuk luar sebagai pelengkap ; (3) Meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi matahari, udara dan air dengan pengelolaan iklim mikro, pengeloaan air dan pengendalian erosi ; (4) Meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman dan hewan melalui pencegahan dan perlakuan yang aman ; (5) Saling melengkapi dan sinergis dalam penggunaan sumber daya genetik yang mencakup penggabungan dalam sistem pertanian terpadu dengan tingkat keanekaragaman fungsional yang tinggi.

HEIA dapat merusak lingkungan sehingga dikhawatirkan akan merusak keseimbangan ekosistem di kemudian hari, sedangkan LEIA tidak produktif sehingga dikhawatirkan tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional. LEISA hadir di antara HEIA dan LEISA, memberikan solusi atas kelemahan kedua sistem tersebut. LEISA lebih realistis dibandingkan LEIA atau pertanian organik karena selain menggunakan input organik, masih diperbolehkan menggunakan input anorganik atau kimia sintetis dalam batasan wajar sehingga tidak menimbulkan residu pada produk jadi dan lingkungan.

2.4. Pertanian Organik

Pertanian organik awalnya memang sudah lama berkembang sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia dengan cara tradisional. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ditemukanlah metode baru yaitu penggunaan pupuk kimia sintetis, varietas unggul, pestisida, dan lainnya. Metode baru tersebut memang mendatangkan hasil yang meningkat dibandingkan cara tradisional. Metode ini dikenal dengan nama “Revolusi Hijau” di Indonesia.

Revolusi hijau semakin banyak dipraktekkan oleh petani-petani Indonesia sehingga dampak negatifnya baru dirasakan saat-saat ini, salah satunya yaitu kondisi tanah yang semakin kritis dan tidak subur akibat pencemaran bahan kimia sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena masyarakat semakin menyadari akan dampak negatif dari pemakaian bahan kimia saat budidaya tanaman pa ngan, cara tradisional yaitu pemakaian


(17)

bahan alami kembali mendapat perhatian dari petani-petani maupun pelaku usaha pertanian di Indonesia.

Pertanian organik adalah manajemen produksi pertanian dimana teknik budidaya yang digunakan yaitu mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis dalam pemeliharaan kesuburan tanah dan keberhasilan produksi (IFOAM 2005 ; FAO 2007). Menurut IFOAM (2005), terdapat empat prinsip pertanian organik. Keempat prinsip tersebut antara lain : (1) Prinsip Kesehatan dimana pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan ; (2) Prinsip Ekologi dimana pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan ; (3) Prinsip Keadilan dimana pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama ; (4) Prinsip Perlindungan dimana pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.

Namun, terdapat dua pengertian pertanian organik yang berkembang di Masyarakat Indonesia saat ini, yaitu pertanian organik dalam arti luas dan arti sempit. Pertanian dalam arti luas adalah sistem pertanian yang masih boleh menggunakan bahan kimia sintetis sesuai peraturan yang berlaku dan tidak mengandung residu pestisida pada produknya, sedangkan dalam arti sempit adalah sistem pertanian yang sama sekali tidak diperbolehkan menggunakan bahan kimia sintetis, hanya bahan organik yang diperbolehkan.

2.5. Kinerja

Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi- fungsi suatu pekerjaan atau profesi baik kualitas maupun kuntitas yang dicapai dalam waktu tertentu (Mangkunegara 2005; Wirawan 2009). Faktor- faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan dan motivasi. Kemampuan terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan reality (pengetahuan dan keahlian), sedangkan motivasi diartikan sebagai sikap terhadap situasi kerja (Mangkunegara 2005). Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan sesuatu


(18)

serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang ditetapkan dapat tercapai dengan baik.

Kinerja seseorang merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor, yaitu faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal, dan faktor internal individu (Wirawan 2009). Menurut Mangkuprawira (2007), kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu kemampuan, keinginan, dan lingkungan. Tanpa mengetahui ketiga faktor ini, kinerja yang baik tidak akan tercapai. Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tetapi berhubungan dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja adalah perasaan individu terhadap pekerjaan yang dimiliki. Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaan secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya6.

Seluruh faktor yang mempengaruhi kinerja akan menghasilkan kinerja seseorang dan kemudian menentukan baik tidaknya kinerja organisasi keseluruhan karena organisasi merupakan kumpulan dari individu yang memiliki kesamaan visi atau tujuan. Kinerja organisasi dapat terlihat dari pencapaian tujuan atau visi bersama, apakah tercapai atau tidak. Kinerja salah satu organisasi dapat mempengaruhi kinerja organisasi lainnya. Hal tersebut dapat terlihat dalam kinerja rantai pasok.

Sebuah rantai pasok terdiri dari kumpulan organisasi atau perusahaan yang saling bermitra. Rantai pasok berfungsi mengalirkan produk dari produsen awal hingga konsumen akhir. Tujuan akhir rantai pasok adalah memaksimalkan nilai yang diperoleh serta memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen akhir. Jika salah satu organisasi (perusahaan) sebagai pemasok tidak baik dalam hal kinerja misalkan kualitas produk yang dipasok tidak sesuai kesepakatan dengan mitra, maka akan mempengaruhi kinerja mitra sebagai organisasi (perusahaan) dalam menjual kembali produk. Selanjutnya, akan berakibat pada kinerja rantai pasok keseluruhan yang tidak dapat memenuhi kepuasan konsumen yang menginginkan produk berkualitas sehingga nilai yang diperoleh rantai pasok berkurang. Oleh karena persaingan dihadapi oleh rantai pasok saat ini, maka harus diintegrasikan

6

Mangkuprawira, T.S. 2007. Kinerja : Apa itu?. ronawa jah.wordpress.com/ 2007/05/29/kinerja-apa-itu/. [5 Januari 2012]


(19)

seluruh anggota rantai pasok sehingga menghasilkan kinerja yang baik dilihat dari pencapaian tujuan rantai pasok.

2.6. Tinjauan Penelitian Te rdahulu

Hasil penelitian yang akan menjadi tinjauan dalam penelitian ini yaitu penelitian yang bertemakan analisis deskriptif rantai pasok, nilai tambah, dan pengendalian persediaan. Analisis deskriptif rantai pasok dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran rantai pasok secara keseluruhan, apakah sudah baik atau belum dan bagian mana yang harus diperbaiki. Tujuan dari analisis ini pada umumnya adalah mengidentifikasi dan mengkaji pengelolaan rantai pasok (Wicaksono 2010 ; Aryanthi 2011 ; Riwanti 2011), menganalisis aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh setiap anggota rantai pasok (Aryanthi 2011) serta menganalisis kinerja rantai pasok dan alternatif kebijakan pengembangan manajemen rantai pasok (Riwanti 2011). Terdapat penelitian yang mengkombinasikan analisis rantai pasok dan strategi pengembangan di dalam rantai pasok, seperti dilakukan oleh Wicaksono (2010). Peneliti melakukan perumusan alternatif strategi rantai pasok dalam rangka meningkatkan kinerja rantai pasok jangka panjang dan menetapkan strategi terbaik berdasarkan strategi terpilih bagi rantai pasok udang vaname.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian analisis rantai pasok adalah metode deskriptif dengan menggunakan kerangka analisis manajemen rantai pasok yang disebut Kerangka FSCN (Food Supply Chain Networking) seperti yang dilakukan oleh Wicaksono (2010) dan Riwanti (2011). Aryanthi (2011) tidak menggunakan Kerangka FSCN, tetapi menggunakan metode analisis deskriptif rantai pasok yang mengidentifikasi anggota rantai, aliran rantai, dan proses bisnis rantai. Riwanti (2011) melakukan penelitian mengenai manajemen rantai pasok brokoli organik. Metode yang digunakan Riwanti (2011) tidak hanya Kerangka FSCN, tetapi juga menggunakan metode analisis efisiensi pemasaran dengan alat margin pemasaran dan farmer’s share serta analisis kesesuaian atribut. Efisiensi pemasaran dan analisis kesesuaian atribut dilakukan untuk mengetahui bagaimana kinerja rantai pasok brokoli organik. Hasil penelitian ini yaitu nilai farmer’s share yang kecil, yakni 18,75 persen dari harga jual akhir.


(20)

Kebijakan yang direkomendasikan Riwanti (2011) adalah dukungan kredit, trust

building, dukungan pemerintah dan kesepakatan kontraktual.

Kerangka FSCN digunakan untuk menganalisis kondisi manajemen rantai pasok secara deskriptif. Metode ini menganalisis enam elemen yang menyusun rantai pasok. Kerangka FSCN akan digunakan dalam penelitian ini dengan aspek-aspek yang ditinjau kembali dari penelitian W icaksono (2010) dan Riwanti (2011). Aspek-aspek yang menjelaskan setiap elemen dalam Kerangka FSCN juga ditinjau dari buku dan literatur lainnya.

Analisis nilai tambah pada umumnya dilakukan oleh peneliti-peneliti untuk mengetahui besar nilai tambah yang d imiliki produk atas pengolahan atau pemberian nilai yang lebih pada sebuah produk. Namun, pada penelitian ini tidak dilakukan analisis nilai tambah pengolahan, tetapi nilai tambah perolehan anggota-anggota yang berkumpul dalam sebuah rantai pasok. Cohan da n Costa (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui dampak ekonomi dan hubungan yang komplek antara anggota rantai nilai gandum. Hal tersebut akan dianalisis melalui analisis nilai tambah di setiap tiga belas anggota rantai nilai gandum.

Analisis nilai tambah dapat digunakan untuk mengukur output dari setiap sektor yang berkontribusi terhadap ekonomi negara melalui PDB seperti yang dilakukan oleh Blokland et al (1997) serta Brunton dan Trickett (2007). Blokland

et al (1997) mengukur kontribusi ekonomi industri turfgrass atau tanah datar yang

berumput di Florida, Amerika Serikat, sedangkan Brunton dan Trickett (2007) melakukan pengukuran output sektor pertanian di Australia. Analisis nilai tambah dapat dikategorikan sebagai analisis mikro (Katwal et al 2007). Nilai tambah digunakan untuk menghindari terjadinya double counting ketika dijumlahkan nilai tambah seluruh pelaku usaha atau perusahaan. Nilai tambah merupakan output dikurangi biaya input intermediate (Blokland et al 1997 ; Brunton & Trickett 2007 ; Katwal et al 2007 ; Cohan & Costa 2009). Untuk mengetahui nilai tambah dalam rantai pasok keseluruhan, nilai tambah setiap anggota rantai pasok atau perusahaan dijumlahkan seperti yang dinyatakan oleh Katwal et al (2007) serta Cohan dan Costa (2009).

Penelitian mengenai analisis pengendalian persediaan pada umumnya dilatarbelakangi adanya ketidakmampuan pelaku usaha memenuhi permintaan


(21)

konsumen akhir bersama anggota rantai pasoknya lainnya. Tujuan penelitian analisis pengendalian persediaan pada umumnya yaitu menganalisis kebijakan pengendalian persediaan bahan baku dan memberikan model alternatif pengendalian bahan baku sehingga dapat meminimumkan biaya atau ukuran pemesanan ekonomis (Helena 2005 ; Panggabean 2009), mengetahui perbandingan jumlah ukuran pemesanan ekonomis antara sebelum dan sesudah koordinasi antar rantai pasok serta mengetahui berapa besar jumlah safety stock yang disediakan dan perbandingan total biaya antara sebelum dan sesudah koordinasi antar rantai pasok (Panggabean 2009), dan mengkaji penerapan pengelolaan rantai pasok dengan melihat manfaat dan kendala (Aryanthi 2011).

Penentuan jumlah persediaan dianalisis oleh Helena (2005) dengan menggunakan Material Requirement Planning (MRP) dengan penentuan ukuran lot teknik Lot for Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ), dan Part Period

Balancing (PPB). Penelitian ini juga menerapkan Pareto Analysis yang membagi

bahan baku menjadi tiga kelas, yaitu A, B, dan C. Hasil analisis menunjukkan bahwa metode MRP dapat memberikan penghematan terbesar pada biaya persediaan. Saran yang direkomendasikan kepada perusahaan adalah perusahaan sebaiknya menggunakan metode MRP dengan teknik PPB karena memberikan penghematan biaya persediaan terbesar, sedangkan biaya yang dapat dihemat dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas produk serta tetap menjaga hubungan dan kerja sama kepada pemasok.

Metode yang digunakan oleh Panggabean (2009) dengan judul penelitian analisis logistik dengan menggunakan konsep supply chain management (SCM) di PTPN III Gunung Para adalah metode peramalan linier, EOQ, dan safety stock. Penelitian ini memberikan hasil besarnya jumlah safety stock yang optimal serta perusahaan terbukti dapat menghemat biaya melalui koordinasi sistem secara total. Sedangkan metode yang digunakan oleh Aryanthi (2011) adalah analisis pengendalian harga pengadaan bahan baku dan pengelolaan permintaan melalui peramalan permintaan, penentuan EOQ, jumlah pemesanan kembali atau reorder

point (ROP), dan jumlah safety stock. Penerapan pengelolaan rantai pasok

menimbulkan manfaat dan kendala bagi pihak yang terkait. Dengan penerapan rantai pasok, perusahaan dapat menghemat biaya pembelian bahan baku serta


(22)

anggota rantai pasok dapat melakukan penghematan biaya pemesanan. Selain itu, EOQ yang dapat dipesan meningkat dibandingkan tanpa adanya koordinasi.

Tiga penelitian mengkaji pengendalian persediaan dalam rantai pasok atau pengadaan bahan baku, yaitu penelitian Helena (2005), Panggabean (2009), dan Aryanthi (2011). Ketiganya sama-sama menentukan jumlah pemesanan optimum (EOQ). Metode- metode yang digunakan oleh ketiganya dalam mengkaji pengelolaan rantai pasok menjadi bahan referensi untuk melakukan penelitian kali ini. Ketiga penelitian tersebut sama-sama mengasumsikan bahwa permintaan yang dihadapi perusahaan atau rantai pasok selalu tetap. Namun, terdapat ketidakkonsistenan dalam pembahasan penelitian tersebut, yaitu pada awalnya, permintaan diasumsikan tetap dengan melakukan pengukuran EOQ, tetapi kemudian ROP dan safety stock juga diukur dimana menurut Chopra dan Meindl (2004), ROP dan safety stock timbul karena adanya permintaan yang berfluktuasi.

Penelitian kali ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang ditinjau sebagai bahan referensi. Penelitian yang mengangkat tema analisis rantai pasok berjaring, nilai tambah, dan pengendalian persediaan rantai pasok beras organik menggabungkan konsep-konsep yang digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek penelitian dan tahapan analisis. Ko moditas yang menjadi objek penelitian kali ini yaitu beras yang dihasilkan dari sistem pertanian organik atau beras organik. Penelitian ini menganalisis rantai pasok secara deskriptif, kinerja rantai pasok melalui efisiensi pemasaran dan pengelolaan asset, nilai tambah serta pengendalian persediaan beras organik dalam rantai pasok. Sedangkan alat analisis yang digunakan yaitu kerangka FSCN, margin pemasaran, farmer’s share, inventory turnover, inventory days of supply, cash to cash cycle

time, perhitungan nilai tambah serta model- model pengendalian persediaan yang

sesuai dengan kondisi permintaan yang dihadapi serta kebijakan persediaan yang diterapkan.


(23)

Supplier Manufaktur Pusat

Distribusi Wholesaler Retailer

End Customer III KERANGKA PEMIKIR AN

3.1. Kerangka Pe mikiran Teoritis 3.1.1 Rantai Pasok

Menurut Pujawan (2005), rantai pasok adalah jaringan perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk sampai ke tangan pelanggan. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya terdiri dari rangkaian supplier (pemasok), pabrik, distributor, toko atau ritel serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Pada suatu rantai pasok, ada tiga macam aliran yang harus dikelola mulai dari hulu (sisi dimana barang masih berbentuk mentah) hingga ke hilir (sisi dimana barang sudah berbentuk produk akhir yang siap dikonsumsi oleh konsumen akhir). Tiga macam aliran tersebut yaitu aliran material, informasi, dan uang. Struktur rantai pasokdapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Rantai Pasok Su mber : Anatan & Ellitan 2008

Namun, struktur rantai pasok menurut Pujawan (2005) berbeda dengan gambar di atas. Aliran informasi tidak hanya bergerak dari supplier ke end

customer, tetapi juga bergerak dari end customer ke supplier sehingga aliran

informasi bergerak dua arah timbal balik sepanjang rantai.

Menurut Wibisono (2009), rantai pasok adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini merupakan jaring yang menghubungkan berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama yaitu mengadakan Aliran produk Aliran biaya


(24)

pengadaan barang (procurement) atau menyalurkan (distribution) barang tersebut secara efisien dan efektif sehingga akan tercipta nilai tambah bagi produk tersebut. Rantai pasok merupakan logistic network yang menghubungkan suatu mata rantai antara lain suppliers, manufacturer, distribution, retail outlets, dan

customers. Rantai pasok memandang konsep manajemen logistik yang dipandang

lebih luas dimulai dari barang dasar sampai barang jadi kemudian dipakai oleh konsumen akhir yang merupakan sasaran dari mata rantai penyediaan barang7.

Rantai pasokdikelola oleh perusahaan-perusahaan dalam suatu rantai nilai yang dilatarbelakangi oleh dua alasan penting. Pertama, perusahaan berusaha untuk mendekatkan diri dengan konsumen, memberikan kepastian adanya tautan dengan pasar. Kedua, semua perusahaan yang terkoordinir dalam suatu rantai pasok merumuskan tujuan bersama sebagai pedoman dalam aktivitas mereka. Dalam rantai pasok, semua pemangku kepentingan memiliki peran bukan hanya perusahaan seperti pemasok saja. Tiga level pelaku utama dalam rantai pasok meliputi level aktor atau pelaku tunggal, level rantai pasok, dan level politik atau komunitas yang memiliki peran dalam kegiatan operasional suatu rantai pasok. Sebuah rantai pasok sederhana memiliki komponen-komponen yang disebut saluran yang terdiri dari pemasok, manufaktur, pusat distribusi, gudang, dan retail yang bekerja memenuhi kebutuhan konsumen akhir (Anatan & Ellitan 2008).

Rantai pasok tercipta karena setiap pelaku usaha pada umumnya sulit menciptakan produk dari bahan mentah hingga barang jadi yang dikonsumsi konsumen. Hal tersebut akan membutuhkan biaya investasi dan produksi yang sangat banyak serta pengelolaannya menjadi tidak efisien dan efektif mengingat kebutuhan konsumen yang semakin meningkat. Proses produksi barang membutuhkan tahapan yang tidak sedikit dalam menciptakan nilai tambah sementara konsep just in time sangat dituntut konsumen dalam pendistribusian produk pada saat ini. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha bergabung membentuk rantai pasok dalam mengalirkan produk dari produsen awal hingga konsumen akhir. Setiap anggota dalam rantai pasok memiliki peran yang berbeda-beda

7

Wibisono, Agus. 2009. Konsep Supply Chain Management. http://aguswibisono.com/ 2009/konsep-manaje men -supply-chain/ [6 Januari 2012]


(25)

dalam penciptaan nilai tambah sehingga saling membutuhkan untuk memproduksi barang yang lebih berkualitas.

Pada saat ini, persaingan yang biasa dihadapi perusahaan secara individual atau dapat dikenal dengan istilah single alone competition sudah berubah menjadi

network competition, yaitu persaingan antar jaringan-jaringan perusahaan.

Perubahan ini terjadi dilatarbelakangi adanya perubahan lingkungan bisnis yang cepat, yaitu tuntutan konsumen yang semakin kritis, timbulnya kesadaran tentang aspek sosial dan lingkungan serta infrastruktur dan teknologi semakin canggih (Indrajit & Djokopranoto 2006 ; Anatan & Ellitan 2008). Network competition dihadapi oleh kumpulan perusahaan yang berada di dalam sebuah rantai pasok.

Selain konsep persaingan berubah, bentuk rantai pasok juga mengalami perubahan. Sebelumnya, rantai pasok berbentuk lurus (linier supply chain). Perusahaan hanya bermitra dengan satu pemasok dan satu distributor. Kini, kepastian pasokan input dan pasar tidak dapat dijamin lagi melalui bermitra dengan hanya satu perusahaan karena adanya tuntutan konsumen yang menginginkan produk lebih berkualitas, murah, dan cepat. Untuk meminimalkan risiko ketidakpastian pasokan dan pasar, bentuk rantai pasok berubah menjadi jaringan (network supply chain) dimana sebuah perusahaan bermitra dengan lebih dari satu pemasok dan lebih dari satu distributor sehingga proses bisnis yang terjadi lebih fleksibel dan tidak kaku. Rantai pasok yang berjaring akan dapat memperluas pasar karena jangkauan pemasaran atau aliran produk mengalir ke konsumen di berbagai tempat. Sedangkan rantai pasok yang berbentuk lurus hanya dapat mengalirkan produk ke satu ritel setempat sehingga kurang menguntungkan perusahaan yang terlibat. Namun, terdapat tantangan bagi

network supply chain yaitu mengkoordinasikan dan mengintegrasikan seluruh

aliran yang mengalir sepanjang rantai pasok di setiap anggota rantai pasok.

3.1.2. Manaje men Rantai Pasok

3.1.2.1. Konsep Manajemen Rantai Pasok

Manajemen rantai pasok (supply chain management) pertama kali dikemukakan oleh Oliver dan Weber pada tahun 1982. Manajemen rantai pasok adalah koordinasi strategik dan sistematis antar perusahaan-perusahaan dalam


(26)

memasok bahan baku, memproduksi barang-barang, dan mengirimkannya kepada konsumen akhir (Anatan & Ellitan 2008). Chopra & Meindl (2004) berpendapat bahwa manajemen rantai pasok mencakup manajemen atas aliran-aliran di antara tingkatan dalam suatu rantai pasok untuk memaksimumkan keuntungan total. Manajemen rantai pasok merupakan konsep yang semakin penting pada era perdagangan bebas dan globalisasi. Dalam manajemen rantai pasok, terdapat empat penggerak (driver) yaitu persediaan, transportasi, fasilitas, dan informasi. Dari keempat penggerak tersebut, penggerak informasi menjadi penggerak utama. Informasi sangat mempengaruhi ketiga penggerak lainnya.

Setiap konsep manajemen dibuat dalam rangka membantu manajer dalam proses pengambilan keputusan. Begitu juga dengan manajemen da lam mengelola rantai pasok, penerapan manajemen rantai pasok memiliki beberapa tujuan. Panggabean (2009) mengemukakan tujuan penerapan manajemen rantai pasok, yaitu mempermudah penentuan lokasi atas dasar pertimbangan aktivitas dan biaya dalam rangka memproduksi produk yang diinginkan pelanggan dari supplier atau pabrik hingga disimpan di gudang dan pendistribusiannya ke sentra penjualan serta mencapai efisiensi aktivitas dan biaya seluruh sistem, total biaya sistem dari transportasi hingga distribusi persediaan bahan baku, dan barang jadi.

Menurut Chopra dan Meindl (2004), proses bisnis di dalam rantai dapat dilihat dari dua pandangan. Kedua pandangan tersebut adalah cycle view dan push

or pull view. Cycle view menjelaskan bahwa terdapat beberapa siklus dimana

setiap siklusnya terjadi di antara dua anggota rantai pasok berhadapan. Push or

pull view menjelaskan bahwa terdapat dua kategori pandangan tergantung pada

tindakan anggota rantai pasok dalam merespon pesanan (permintaan) konsumen atau sebagai tindakan antisipasi dari permintaan konsumen. Proses pull (tarik) merupakan proses merespon permintaan konsumen, sedangkan proses push (dorong) merupakan proses yang dilakukan anggota rantai pasok sebagai antisipasi terhadap permintaan konsumen.

Terdapat empat siklus proses di dalam cycle view dapat dilihat pada Gambar 4. Siklus procurement merupakan siklus pemesanan bahan baku dari anggota rantai pasok paling awal. Siklus manufacturing merupakan siklus pengolahan bahan baku menjadi produk jadi (finished good). Siklus replenishment


(27)

merupakan siklus pengisian produk kembali yang dibeli dari anggota rantai pasok sebelumnya. Siklus ini dilakukan karena adanya tambahan produk yang diminta lebih dari pesanan seharusnya oleh konsumen atau dapat dikatakan sebagai tindakan antisipasi produsen atas permintaan yang tidak terduga. Siklus customer

order merupakan siklus pemesanan oleh konsumen.

Gambar 4. Siklus Proses dalam Cycle View Rantai Pasok Sumber : Chopra dan Meindl 2004

Menurut Lambert et. al (2001), proses bisnis dalam manajemen rantai pasok terdiri atas delapan bagian yang meliputi: manajemen hubungan pelanggan, manajemen pelayanan pelanggan, manajemen permintaan, pemenuhan pesanan, manajemen aliran manufaktur, manajemen hubungan pemasok, pengembangan dan komersialisasi produk, dan manajemen pengembalian (return management). Proses-proses bisnis tersebut dan pentingnya aliran informasi dalam manajemen rantai pasokdapat dilihat pada Gambar 5.


(28)

Gambar 5. Manajemen Rantai Pasok sebagai Integrasi dan Pengaturan Proses Bisnis di Sepanjang Rantai Pasok

Su mber : La mbe rt et. al 2001

Terdapat beberapa dimensi dalam area cakupan manajemen rantai pasok yang harus dijaga, dikelola, dan diintegrasikan serta contoh praktik integratifnya. Dimensi tersebut diantaranya yaitu (Anatan & Ellitan 2008) :

1) Dimensi pergerakan barang, meliputi packaging customization, common

containers, dan vendor management inventory.

2) Dimensi perencanaan dan kontrol, meliputi joint activity atau planning dan multilevel supply control.

3) Dimensi organisasi, meliputi partnership, quasi firm, virtual firm, dan just in time.

4) Dimensi pergerakan informasi, meliputi sharing production plan,

Electronic Data Interchange, dan internet.

Manajemen rantai pasok berbeda dengan rantai pasok. Rantai pasok merupakan jaringan fisik atau wadah perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke konsumen akhir sedangkan manajemen rantai pasok adalah konsep, pemikiran, metode, alat atau pendekatan pengelolaan rantai pasok. Perlu ditekankan bahwa


(29)

manajemen rantai pasok merupakan pendekatan yang terintegrasi mulai dari hulu hingga hilir karena memiliki prinsip 3C, yakni Coordination, Collaborative, dan

Cooperation antar seluruh anggota dalam sebuah rantai pasok. Adapun ilustrasi

sederhana mengenai ruang lingkup manajemen rantai pasok dapat terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Ruang Lingkup Manajemen Rantai PasokSederhana Sumber : Arvietrida 20108

3.1.2.2. Prinsip dan Fungsi Manaje men Rantai Pasok

Dalam manajemen rantai pasok terdapat enam prinsip dasar kunci dalam pengusahaan rantai pasok yang optimal. Enam prinsip tersebut, yaitu (Collins & Dunne 2002, diacu dalam Lestari 2009):

1) Fokus terhadap konsumen dan pelanggan

Seiring banyaknya pelaku usaha yang bersaing, manajemen rantai pasok berubah menjadi pull system, yaitu konsumen sebagai penentu keputusan yang dibuat perusahaan (Indrajit & Djokopranoto 2006 ; Anatan & Ellitan 2008). Mengerti kebutuhan konsumen dan bagaimana pemasok bekerja adalah sesuatu hal yang sangat mendasar dan penting dalam rantai pasok

8

Arvietrida, Niniet Indah. 2010. Mengenal Supply Chain Management.

http://arvietrida.wordpress.com/2010/09/11/ mengenal-ilmu -supply-chain-management/ [6 Januari 2012].

Supply Chain Management Supply Chain

Strategy

Supply Chain Planning

Supply Chain Enterprise Applications

Asset Management Procurement

Product Life Cycle Management


(30)

karena tujuan akhir pengelolaan rantai pasok adalah memenuhi kepuasan konsumen akhir yang menuntut produk yang better, cheaper, dan faster. 2) Menciptakan dan menyebarkan nilai

Penciptaan nilai merupakan hal yang sangat mendasar untuk kepuasan konsumen. Di dalam mengatur sebuah rantai pasok, pembagian nilai setiap anggota yang terlibat di dalamnya harus sesuai dengan ukuran setiap nilai yang diciptakan atau ditambah oleh setiap anggota. Nilai tersebut akan dapat tercipta jika setiap anggota dapat berinovasi dan menggunakan teknologi yang dapat membuat produksi bertambah efisien dan efektif. 3) Mengimplementasikan quality system management yang efektif

Menurut Indrajit & Djokopranoto (2006), mutu tidak lagi hanya sesuai spesifikasi, tetapi segala sesuatu di luar harga yang dikehendaki oleh pelanggan, seperti waktu penyerahan, kendala memenuhi janji, bentuk atau estetika dan ketahanan produk, keamanan produk, layanan purnajual, dan sebagainya.

4) Membangun sistem komunikasi yang terbuka

Informasi yang akurat dan dapat dipercaya merupakan pondasi utama dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang terbuka merupakan awal mula terjadinya hubungan yang baik di antara anggota-anggota yang ada. Komunikasi juga dapat dijadikan sebagai referensi dalam menciptakan nilai tambah.

5) Menjamin atau memastikan sistem logistik yang efektif dan efisien

Manajemen logistik meliputi proses penanganan, penyimpanan, dan transportasi produk. Manajemen rantai pasok merupakan konsep pengembangan dari manajemen logistik dimana penerapannya berbeda antara keduanya. Manajemen rantai pasok memperhatikan logistik dari pemasok hingga konsumen akhir di dalam rantai pasok, sedangkan manajemen logistik hanya memperhatikan kondisi logistik di perusahaan masing- masing setiap anggota rantai pasok (internal).

6) Membangun hubungan yang baik dengan anggota rantai pasok

Hubungan (relationship marketing) yang baik sangat dibutuhkan dalam mensukseskan kerja sama di dalam rantai pasok. Setiap anggota di dalam


(31)

rantai pasok hendaknya saling terbuka dan jujur atas informasi yang terdapat di dalamnya. Hal ini dilakukan agar informasi yang mereka dapatkan tidak mengandung salah paham atau terjadi miscommunication sehingga hubungan di antaranya akan tetap terjaga baik.

Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003), fungsi yang dilakukan dalam manajemen rantai pasok adalah :

1) Perkiraan permintaan

Pada dasarnya manajemen rantai pasok adalah rantai pasok dari produsen ke konsumen, maka permintaan konsumen menjadi acuan untuk proses ke produsen (belakang). Artinya, permintaan konsumen harus diketahui. Salah satu ketidakpastian dalam manajemen rantai pasok adalah kesalahan perkiraan atau peramalan.

2) Menyeleksi pemasok

Pemasok yang digunakan haruslah pemasok yang dipercaya. Oleh karena itu, kegiatan memilih pemasok merupakan kegiatan awal yang krusial. 3) Memesan bahan baku

Begitu diketahui berapa perkiraan permintaan, dilakukan pemesanan bahan baku. Salah satu ketidakpastian dalam manajemen rantai pasok adalah penundaan pesanan.

4) Pengendalian persediaan

Persediaan harus dikendalikan agar tidak memboroskan anggaran keuangan atau biaya produksi. Intinya adalah bagaimana melakukan pengadaan sehingga biaya persediaan menjadi minimal.

5) Penjadwalan produksi

Setelah bahan baku dipesan, penjadwalan produksi mulai dilakukan. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah kerusakan mesin yang menyebabkan produksi telah dijadwalkan tertunda.

6) Pengapalan dan pengiriman

Pengapalan dan pengiriman menjadi penting ketika barang-barang yang diangkut bersifat cepar rusak. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah keterlambatan pengiriman.


(32)

Informasi harus dikelola dengan baik sehingga informasi yang dikumpulkan merupakan informasi yang benar. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah penyampaian informasi yang salah.

8) Manajemen mutu

Mutu bahan baku yang diperoleh dari pemasok hendaknya dengan mutu yang terbaik. Seringkali mutu yang dikirim pemasok tidak sama dengan yang sesuai dengan kesepakatan. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah kualitas produk yang tidak sesuai standar.

9) Pelayanan konsumen

Fungsi manajemen rantai pasok yaitu untuk melayani konsumen yang terlihat dari berapa banyak barang yang sebenarnya dibutuhkan oleh konsumen. Produsen akan memproduksi sesuai dengan keinginan konsumen.

3.1.2.3. Pemain Utama Manaje men Rantai Pasok

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2006), hubungan antara pemain utama dalam manajemen rantai pasok yang mempunyai kepentingan sama, yaitu: 1) Rantai 1 : Pemasok

Jaringan bermula dari rantai ini, yang merupakan sumber penyedia bahan pertama dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama bisa berbentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, dan suku cadang. Jumlah pemasok bisa banyak atau sedikit. 2) Rantai 1-2 : Pemasok - Manufaktur

Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua yaitu manufaktur atau pabrik. Manufaktur melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, merakit, mengkonversikan atau menyelesaikan barang. Hubungan dengan mata rantai pertama mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, persediaan bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi yang berada di pihak pemasok, manufaktur, dan tempat transit merupakan target penghematan. Penghematan sebesar 40-60 persen dapat diperoleh dengan menggunakan konsep kemitraan dengan pemasok.


(33)

Dalam rantai ini terjadi kegiatan penyaluran barang jadi yang dihasilkan oleh perusahaan. Berbagai cara untuk menyalurkan barang kepada pelanggan, misalkan melalui distributor. Barang dari pabrik melalui gudang disalurkan ke gudang distributor atau pedagang besar dalam jumlah besar dan pedagang besar akan menyalurkan barang dalam jumlah yang lebih kecil kepada pengecer atau ritel.

4) Rantai 1-2-3-4 : Pemasok - Manufaktur - Distributor - Ritel

Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang digunakan untuk menyimpan barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada rantai ini dapat dilakukan penghematan dalam bentuk persediaan dan biaya gudang, yaitu dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang manufaktur maupun ke toko pengecer.

5) Rantai 1-2-3-4-5 : Pemasok - Manufaktur - Distributor – Ritel – Konsumen

Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan atau pembeli atau pengguna barang. Contoh pengecer adalah toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, toko koperasi, supermarket. Mata rantai pasok baru benar-benar berhenti setelah barang berada pada pembeli akhir yang merupakan pemakai terakhir karena pembeli belum tentu pengguna terakhir.

3.1.3. Efisiensi Pemasaran

Pemasaran menurut Kotler (1997) adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran yang efisien adalah kegiatan pemasaran yang dilakukan dengan mengoptimalkan input tanpa megurangi kepuasan konsumen. Menurut Kohls dan Uhl (2002), pendekatan yang digunakan dalam menilai efisiensi pemasaran ada dua pendekatan, yaitu : (1) efisiensi operasional dan (2) efisiensi harga.

Efisiensi operasional sering disebut sebagai efisiensi p roduksi, diukur dengan membandingkan output pemasaran terhadap input pemasaran yang


(34)

diasumsikan output tidak mengalami perubahan. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output- input pemasaran. Efisiensi operasional biasanya dapat diukur dari margin pemasaran, analisis farmer’s share, analisis rasio keuntungan terhadap biaya serta analisis fungsi pemasaran, kelembagaan, dan analisis SCP

(Structure, Conduct, Performance).

Efisiensi harga digunakan untuk mendekati efisiensi distribusi dengan asumsi output- input dalam bentuk fisik adalah konstan. Menurut Kohls dan Uhl (2002), efisiensi harga mengukur seberapa kuat harga pasar menggambarkan sistem produksi dan biaya pemasaran. Efisiensi harga biasanya diukur dari korelasi harga komoditi yang sama pada tingkat pasar yang berbeda.

Efisiensi pemasaran dapat terjadi apabila : (1) biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, (2) persentase perbedaan harga yang dibayar konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, (3) tersedianya fasilitas fisik tataniaga, (4) adanya kompetisi pasar yang sehat (Soekartawi 1989). Efisiensi pemasaran dalam penelitian ini dapat dilihat dari indikator margin pemasaran dan farmer’s share.

3.1.3.1. Margin Pe masaran

Margin pemasaran merupakan perbedaan harga antara harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen atau petani. Adanya perbedaan harga disebabkan adanya perbedaan nilai dari jasa-jasa yang telah dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran. Jasa-jasa yang dilakukan setiap lembaga pemasaran merupakan pengeluaran yang disebut sebagai biaya pemasaran. Namun, dalam margin pemasaran tidak hanya terdapat biaya pemasaran saja, terdapat pula keuntungan yang diperoleh lembaga pemasa ran.

Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi- fungsi pemasaran yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga pemasaran satu dengan lembaga pemasaran lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, semakin besar pula perbedaan harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir atau semakin besar pula margin pemasaran.


(35)

Keterangan :

Df : Demand di tingkat petani Dr : Demand di tingkat pengecer

Sf : Supply di tingkat petani Sr : Supply di tingkat pengecer

Pf : Harga di tingkat petani Pr : Harga di tingkat pengecer Qrf : Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

Margin pemasaran : Pr – Pf : Margin pemasaran

Gambar 7. Kurva Margin Pemasaran Su mber : Dahl dan Ha mmond 1977

Besarnya margin pemasaran pada sebuah saluran dapat dinyatakan sebagai jumlah dari margin pada masing- masing lembaga pemasaran yang terlibat. Rendahnya biaya pemasaran belum tentu dapat mencerminkan bahwa pemasaran sudah efisien, tergantung dengan indikator lainnya. Dari kurva margin pemasaran, dapat dilihat nilai margin pemasaran. Nilai margin pemasaran (value of marketing

margin) merupakan perbedaan harga pada dua tingkat lembaga pemasaran

dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan. Tinggi rendahnya margin pemasaran sering digunakan sebagai salah satu kriteria penilaian apakah kegiatan pemasaran sudah efisien atau belum.

3.1.3.2. Farmer’s Share

Farmer’s share menurut Kohls dan Uhl (2002) adalah persentase harga yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar oleh konsumen sebagai imbalan atas jasa usahatani yang dilakukan dalam menghasilkan produk. Besarnya farmer’s share dipengaruhi oleh banyaknya fungsi pemasaran yang dilakukan petani. Farmer’s share dapat dijadikan sebagai indikator untuk menilai efisiensi

Dr Df

Sr Sf

Q Qrf

P

Pr Margin

Pemasaran Pf


(36)

pemasaran suatu komoditi. Farmer’s share yang tinggi menunjukkan bahwa bagian yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar konsumen t inggi, tetapi belum tentu menunjukkan bahwa sebuah pemasaran komoditi efisien, tergantung juga pada indikator lainnya. Farmer’s share dapat dikaitkan dengan aktivitas yang dilakukan produsen atau petani dalam memberi nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Bagian yang diterima oleh petani atau besarnya farmer’s share ditunjukkan dalam bentuk persentase.

3.1.4. Konsep Nilai Tambah

Menurut Coltrain, Barton, dan Boland (2000), nilai tambah adalah menambah nilai produk dengan mengubah tempat, waktu, dan bentuk menjadi lebih menarik perhatian konsumen dalam pasar. Terdapat dua upaya dalam menciptakan nilai tambah, yaitu inovasi dan koordinasi. Kegiatan inovasi merupakan aktivitas yang memperbaiki proses yang ada, prosedur, produk, dan pelayanan atau menciptakan sesuatu yang baru dengan menggunakan atau memodifikasi konfigurasi organisasi yang telah ada. Sedangkan pengertian dari koordinasi merupakan harmonisasi fungsi dalam keseluruhan bagian sistem. Hal tersebut merupakan peluang dalam meningkatkan koordinasi produk, pelayanan informasi dalam produksi pertanian untuk menciptakan imbalan yang nyata dan meningkatkan nilai produk dalam setiap tahap proses produksi pertanian. Konsep nilai tambah bukan hanya terbatas pada fisik produk, tetapi juga pelayanan

(service) yang diciptakan (Boadu 2003).

Menurut Darius (2011), secara ekonomis, peningkatan nilai tambah suatu barang dapat dilakukan melalui perubahan bentuk (form utility), perubahan tempat

(place utility), perubahan waktu (time utility), dan perubahan kepemilikan

(position utility). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut9 :

1. Melalui perubahan bentuk (form utility), suatu produk akan mempunyai nilai tambah ketika barang tersebut mengalami perubahan bentuk.

2. Melalui perubahan tempat (place utility), suatu barang akan memperoleh nilai tambah apabila barang tersebut mengalami perpindahan tempat.

9

Darius. 2011. Nilai Ta mbah. http://berusahatani.blogspot.com/2011/ 03/nila i-ta mbah.html [13 Januari 2012]


(37)

3. Melalui perubahan waktu (time utility), suatu barang akan memperoleh nilai tambah ketika dipergunakan pada waktu yang berbeda.

4. Melalui perubahan kepemilikan (position utility), barang akan memperoleh nilai tambah ketika kepemilikan akan barang tersebut berpindah dari satu pihak ke pihak yang lain.

Nilai tambah digunakan bukan hanya sebagai kata benda atau kata sifat, melainkan merupakan proses mengkombinasikan dan memodifikasi aktivitas, proses, dan produk. Memberikan nilai tambah pada produk bertujuan unt uk menjadi penciri yang membedakan produk sendiri dengan produk kompetitor lainnya sehingga terdapat nilai lebih yang diperoleh konsumen dan terciptalah keunggulan kompetitif. Boadu (2003) membuat konsep tipologi peluang inisiatif nilai tambah berdasarkan dimensi yang dikemukakan Coltrain, Barton, dan Boland (2000) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tipologi Peluang Inisiatif Nilai Tambah

DIMENSI INOVASI KOORDINASI

Waktu Kecepatan Just in time

Lokasi Kenyamanan Efisiensi

Produk/Jasa Bentuk Logistik

Proses.Metode Teknologi Aliansi strategis Informasi Keamanan, etika Sistem informasi

Insentif Motivator Transparan

Sumber : Boadu 2003

Konsep nilai tambah juga berarti perolehan sebuah pelaku usaha (perusahaan) atau balas jasa atas usahanya mengatur pemakaian input seoptimal mungkin dalam produksi yang dilakukan. Menurut Boadu (2003), Nilai tambah merupakan selisih nilai output dan nilai input. Nilai input yang dimaksud adalah

input intermediate (Blokland et al 1997 ; Balk 2002 ; Brunton & Trickett 2007 ;

Katwal et al 2007 ; Cohan & Costa 2009). Disadari bahwa terdapat sistem

input-output dalam setiap perusahaan. Perusahaan mengkonsumsi input untuk

melancarkan kegiatan produksi dan kemudian menghasilkan output. Menurut Balk (2002), hal- hal yang dikategorikan sebagai input adalah : (1) input modal seperti bangunan, mesin, dan peralatan ; (2) input tenaga kerja merupakan sumber daya manusia yang dipekerjakan dalam kegiatan produksi perusahaan ; (3) input


(38)

energy seperti gas, listrik, dan air ; (4) input material yang diproses dalam kegiatan produksi serta (5) service input yang digunakan untuk mengantisipasi proses produksi seperti service peralatan dan lainnya. Setiap input dan output memiliki nilai dan harga. Dari pendekatan input-output, dapat diketahui seberapa optimal sebuah perusahaan dalam menjalankan kegiatan produksi melalui nilai tambah yang diperoleh perusahaan. Konsep nilai tambah biasa digunakan untuk mengukur pendapatan nasional setelah perusahaan-perusahaan dikumpulkan atau diagregatkan.

3.1.5. Konsep Pe rsediaan

Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2007), sediaan merupakan sumber daya ekonomi yang perlu diadakan dan disimpan untuk menunjang penyelesaian pengerjaan suatu produk. Sumber daya ekonomi tersebut dapat berupa kapasitas produksi, tenaga kerja, tenaga ahli, modal kerja, waktu yang tersedia, dan bahan baku serta bahan penolong. Namun pada saat ini, sediaan dibatasi pada material, produk sedang dalam proses pengerjaan, dan barang jadi. Persediaan (inventory) adalah sumber daya ekonomi fisik yang perlu diadakan dan dipelihara untuk menunjang kelancaran produksi, meliputi bahan baku (raw material), produk jadi

(finish product), komponen rakitan (component), bahan pembantu (substance

material), dan barang sedang dalam proses (working in process inventory).

Persediaan sangat penting untuk diperhatikan bagi pengelolaan produk pertanian karena selain karakteristiknya yang mudah rusak, tidak tahan lama, dan membutuhkan ruang yang banyak, biaya persediaan diketahui mendapat pangsa yang paling besar di dalam total biaya produksi. Jika persediaan tidak dikelola dengan benar, maka kerugian yang ditanggung perusahaan menjadi sangat besar dengan mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi. Persediaan tidak disarankan dalam jumlah banyak maupun sedikit karena dapat mempengaruhi biaya dan penjadwalan produksi. Oleh karena itu, pengendalian persediaan yang tepat harus mampu dilakukan perusahaan.

Sistem pengendalian persediaan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga, jadwal pemesanan untuk menambah persediaan dan berapa besar pesanan harus


(1)

Lampiran 8. Lanjutan

9. Bagaimana aliran informasi dengan mitra serta sebaliknya :

฀ Lancar ฀ Kurang Lancar ฀ Tidak Lancar

10.Informasi apa saja yang didistribusikan kepada Tani Sejahtera Farm : ... 11.Informasi apa saja yang didistribusikan kepada konsumen : ... 12.Bagaimana aliran finansial dari konsumen :

฀ Lancar ฀ Kurang Lancar ฀ Tidak Lancar

13.Bagaimana mekanisme pembayaran oleh konsumen : ... 14.Bahan pendukung apa saja dalam produksi beras organik :

... 15.Dari mana saja pasok bahan pendukung : ... 16.Apakah terdapat perencanaan kolaboratif dengan mitra ke depannya, apa saja:

... 17.Apakah terdapat penelitian kolaboratif yang pernah dilakukan, penelitian apa :

... 18.Bagaimana risiko yang ditanggung, risiko apa saja : ... 19.Bagaimana cara membangun kepercayaan dalam rantai pasok : ... ... 20.Apakah produk yang dijual memiliki merek :

฀ Ya ฀ Tidak

21.Jika ada, apa dan ada berapa merek produk : ... 22.Apakah terdapat label sertifikasi organik. Dari mana mendapatkannya : ... Kinerja Rantai Pasok

Efisisensi Pemasaran

1. Volume Penjualan : ……… kg bulan 2. Harga Beli (Rp/kg) : ……… 3. Harga Jual (Rp/kg) : ………

4. Kegiatan apa saja yang dilakukan sejak pembelian beras organik sampai penjualan :

฀ Pengolahan ฀ Penyimpanan

฀ Pengangkutan/Transportasi ฀ Pengemasan ฀ Sortasi dan Grading ฀ Promosi

฀ Lainnya ……….

Analisis Nilai Tambah

1. Berapa hasil produksi (output) dalam satu kali produksi : ...kg 2. Berapa volume bahan baku dalam satu kali produksi : ...kg 3. Berapa kali produksi dalam setahun : ...kali 4. Apa saja sumber daya energi yang digunakan : ... 5. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk setiap sumber daya energi dalam satu

kali produksi : ... 6. Apa saja bahan baku (material) yang digunakan dalam satukali produksi :

... 7. Berapa banyak dan biaya setiap bahan baku dalam satu kali produksi :

... 8. Apa saja dan berapa biaya service dalam satu kali produksi : Rp ...


(2)

(3)

Lampiran 10. Dokumentasi Gudang, Kantor, dan Kemasan Tani Sejahtera Farm


(4)

(5)

RINGKASAN

PRISCA NURMALA SARI. Analisis Network Supply Chain dan Pengendalian Persediaan Beras Organik (Studi Kas us : Rantai Pasok Tani Sejahtera Farm, Kab. Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA).

Sebagian Penduduk Indonesia sudah sadar mengenai kesehatan pribadi dan lingkungan sehingga gaya hidup berubah menjadi “back to nature” dan mulai mengkonsumsi produk organik. Banyak pelaku agribisnis yang mengusahakan beras organik karena harga jual lebih tinggi dibandingkan beras biasa sehingga timbul persaingan untuk memperoleh konsumen sebanyak-banyaknya. Saat ini, untuk memenangi persaingan, pelaku usaha tidak lagi bersaing sendiri, tetapi bersaing antar rantai pasok. Tani Sejahtera Farm (TSF) merupakan anggota rantai pasok beras organik. Badan usaha ini memiliki masalah pada aliran produk, finansial, dan infornasi sepanjang rantai pasoknya sehingga menyebabkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan.

Penelitian ini bertujuan : (1) Mengkaji kondisi dan kinerja rantai pasok beras organik ; (2) Menganalisis nilai tambah setiap anggota rantai pasok beras organik ; (3) Menganalisis dan menghasilkan ukuran pengendalian persediaan beras organik. Penelitian berlokasi di Tani Sejahtera Farm, Kabupaten Bogor dan berlangsung dari Bulan Februari hingga April 2012. Jenis data yang diambil adalah data primer dan sekunder melalui observasi langsung dan wawancara dengan menggunakan kuisioner. TSF merupakan sampel pertama yang ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Kemudian sampel selanjutnya ditentukan dengan metode snowball sampling, yaitu petani mitra dan ritel produk organik. Jumlah seluruh sampel dalam penelitian ini sebanyak 14 sampel yang merupakan anggota rantai pasok beras organik. Terdapat dua jenis metode yang digunakan untuk mengolah data, yaitu metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif yang digunakan adalah kerangka FSCN (Food Supply Chain Networking) untuk menganalisis kinerja rantai pasok dengan pendekatan efisiensi pemasaran dan pengelolaan asset. Selain itu, pengukuran nilai tambah dilakukan dengan Metode Balk serta analisis pengendalian persediaan dengan metode yang diterapkan Chopra dan Meindl.

Rantai pasok beras organik berbentuk jaringan. Pasar tujuan rantai pasok ini adalah pasar domestik. Struktur rantai pasok beras organik terdiri dari sebelas petani mitra, TSF, dua ritel produk organik, dan konsumen akhir. Kedua ritel adalah MM Organic and Vegetable serta Ming Organic and Vegetarian Foods. Kriteria pemilihan mitra hanya ditetapkan oleh TSF dan ritel produk organik. Kesepakatan yang sudah terjalin tidak secara formal. Anggota rantai pasok memiliki sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan. Sik lus yang dijalankan dalam proses bisnis adalah customer order, replenishment, dan procurement cycle. Aliran produk lancar, sedangkan aliran finansial dan informasi kurang lancar. Kinerja rantai pasok dapat dilihat dari efisiensi pemasaran dan pengelolaan asset. Analisis margin pemasaran dan farmer’s share dibagi menjadi tiga saluran karena harga akhir produk berbeda. Dari hasil analisis efisiensi pemasaran pada


(6)

rantai pasok beras organik, hanya saluran 2 yang belum efisien dengan nilai margin Rp. 22.500 dan farmer’s share 22,41 persen sehingga rantai pasok beras organik belum efisien secara keseluruhan. Analisis efisiensi pengelolaan asset persediaan beras organik TSF sudah efisien dengan nilai inventory turnover 12 kali dan inventory days of supply 30 hari. Pengelolaan asset uang tunai belum efisien dengan nilai cash to cash cycle time yang besar selama 35 hari. Bila dilihat dari keenam elemen kerangka FSCN, kondisi rantai pasok beras organik belum baik karena penerapan manajemen rantai pasok belum baik, proses bisnis kurang lancar, dan kinerja belum efisien seluruhnya.

Analisis nilai tambah dilakukan pada setiap anggota rantai pasok beras organik dan secara keseluruhan. Nilai tambah yang diperoleh seluruh petani mitra sebanyak Rp. 31.358.350 dengan besar kontribusi dalam penciptaan perolehan nilai tambah rantai pasok beras organik sebesar 41 persen. TSF mer upakan anggota rantai pasok yang memberikan kontribusi terbanyak dengan persentase 42 persen dan sejumlah Rp. 32.091.650, sedangkan ritel produk organik memperoleh nilai tambah sebesar Rp. 12.960.000 dengan besar kontribusi 17 persen. Jumlah nilai tambah rantai pasok beras organik keseluruhan sebesar Rp. 76.410.000 dalam setahun pada tahun 2011. Nilai tambah rantai pasok beras organik cukup tinggi.

Analisis pengendalian persediaan dilakukan pada TSF. TSF menerapkan kebijakan periodic review karena permintaan berfluktuasi. TSF belum pernah mempersiapkan safety stock sehingga dikhawatirkan akan merugikan jika suatu saat pasokan tidak ada dan permintaan melonjak. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah safety stock sebanyak 279 kg dan penentuan jumlah pemesanan beras organik menggunakan model (Q = 1.334 kg – jumlah persediaan di gudang). Kebijakan lain dibutuhkan agar hasil analisis dapat diterapkan. TSF dapat membeli seluruh beras organik petani mitra dan sebagian panen petani non mitra jika jumlah panen petani mitra lebih sedikit dari hasil pengukuran model dan jika hasil panen lebih besar, maka dijual seluruhnya kepada konsumen akhir.