dengan teknologi yang sangat sederhana yakni menggunakan keranjang anyaman dari bamboo dengan volume rata-rata 40-50 kg per keranjang. Karung plastik
berkapasitas 30-40 kg juga telah dimanfaatkan oleh petani untuk menyimpan dan memasarkan jeruk panenan mereka. Selain itu juga, gardus bekas bungkusan
rokok gudang garam bervolume 35-50 kg jeruk juga telah digunakan petani. Kesehatan buah dan kualitas alat pengepakan tersebut sangat tidak mendukung
kualitas buah jeruk selama proses pemasaran dan transportasi. Akibatnya buah jeruk mengalami kerusakan sampai dengan 25 hasil wawancara dengan
responden selama proses transportasi dan pemasaran sampai ke pasar di tingkat kecamatan dan kabupaten atau provinsi.
5.5. Sistem Pemasaran Jeruk Keprok SoE
Pada bagian ini pembahasan lebih banyak diarahkan untuk mendeskripsikan tentang pola pemasaran, efisiensi dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya dalam rangka untuk mengetahui keadaan stakeholder dan sistem distribusi pemasaran jeruk keprok SoE. Selain itu juga akan dibahas
tentang teknologi dan strategi pemasaran yang sudah dipraktekkan oleh para stakeholders jeruk keprok SoE di daerah penelitian dalam rangka pilihan
kebijakan perbaikan sistem pemasarannya.
5.5.1. Pola Pemasaran Jeruk Keprok SoE
Pemasaran merupakan kegiatan penting yang harus dilaksanakan untuk memperoleh nilai dan keuntungan dari produk yang telah dihasilkan. Dengan
adanya pemasaran maka setiap individukelompok akan memperoleh apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai dengan individukelompok lain. Pemasaran adalah performansi
dari semua kegiatan yang perlu untuk konsepsi filosofi bisnis, harga, promosi dan distribusi dari ide, produk dan jasa untuk menciptakan nilai tukar yang
memuaskan tujuan individu dan organisasi Burns Bush, 2000. Sedangkan apabila dipandang dari segi ekonomis, maka kegiatan pemasaran merupakan
kegiatan produktif karena dapat memberikan beberapa bentuk kegunaan yaitu kegunaan tempat, kegunaan waktu, kegunaan bentuk dan kegunaan pemilikan dari
suatu barang atau jasa. Proses pemasaran jeruk keprok SoE tidak terlepas dari peran serta lembaga
pemasaran. Adapun fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran di daerah penelitian adalah:
1. Petani produsen melaksanakan fungsi pertukaran fungsi penjualan, fungsi
fisik fungsi pengangkutan dan penyimpanan dan fungsi penyediaan fasilitas fungsi penanggungan resiko, grading dan pembiayaan.
2. Pedagang pengumpul melaksanakan fungsi pertukaran fungsi penjualan
dan pembelian, fungsi fisik fungsi penyimpanan dan fungsi penyedian fasilitas yang meliputi standarisasi, grading dan pembungkusan.
3. Pedagang Pengecer melaksanakan fungsi pertukaran fungsi penjualan dan
fungsi pembelian, fungsi fisik fungsi penyimpanan, fungsi penyediaan fasilitas standarisasi dan grading.
Pemasaran jeruk keprok SoE melibatkan berbagai lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran yang dimaksudkan adalah badan-badan yang
menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran terhadap jeruk keprok SoE,
mulai dari petani produsen sampai dengan konsumen akhir. Lembaga pemasaran jeruk keprok SoE meliputi para petani produsen dan para pedagang baik di
tingkat desa, kecamatan, kabupaten maupun provinsi. Yang dimaksudkan dengan petani produsen adalah mereka yang tugas
utamanya melaksanakan kegiatan usahatani jeruk keprok SoE, tetapi seringkali juga aktif melakukan kegiatan pemasaran. Petani produsen memiliki beberapa
alternatif di dalam pemasaran jeruk keprok SoE yaitu menjual langsung ke konsumen akhir atau menjualnya ke pedagang pengumpul atau ke pedagang
pengecer. Yang dimaksudkan dengan pedagang pengumpul adalah mereka
pedagang yang aktif mengumpulkan dan membeli jeruk keprok SoE langsung dari petani produsen dan menjualnya ke pedagang pengecer. Pedagang pengumpul
bisasnya berdomisili di desa, pusat kecamatan, kabuaten atau provinsi. Pengumpul yang tinggal di desa atau kecamatan sangat dekat dengan lokasi
produksi jeruk keprok sehingga mereka mengenal dan menjalin hubungan baik dengan petani produsen.
Pedagang pengecer adalah pedagang kecil yang menjual jeruk keprok SoE langsung kepada konsumen akhir atau kadang kala kepada pengecer lain.
Pedagang pengecer ini menjual beraneka ragam buah-buahan dan bahkan menjual juga sayur-sayuran.
Dari uraian di atas diketahui bahwa pemasaran jeruk keprok SoE melalui berbagai saluran dan tahapan sebelum mencapai konsumen akhir. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemasaran jeruk keprok SoE secara keseluruhan memiliki empat rantai pemasaran seperti terlukis pada Gambar 36. Perlu dicatat
bahwa pola pemasaran dengan empat rantai pemasaran ini berlaku untuk semua zona pengembangan jeruk keprok SoE di lokasi penelitian.
Gambar 36. Rantai Pemasaran Jeruk Keprok SoE, Tahun 2010 Keterangan: : Jumlah petani yang menggunakan saluran pemasaran tersebut
: Konsumen akhir berada di pusat kecamatan, Soe dan Kupang 1. Petani – Pengumpul – Pengecer – Konsumen Akhir 61
2. Petani – Pengecer – Konsumen Akhir 25 3. Petani – Pengumpul - Konsumen Akhir 9
4. Petani – Konsumen Akhir 5
Harga di tingkat petani adalah Rp 9 513 per kg di bulatkan menjadi Rp 9 500 per kg rata-rata dari kedua zona penelitian
Persentase pada setiap saluran adalah banyaknya petani yang menggunakan saluran tersebut di dalam memasarkan jeruk mereka. Kenyataan
menunjukkan bahwa seorang petani menggunakan saluran pemasaran lebih dari satu di dalam memasarkan jeruknya selama musim panen tahun 2010. Namun,
persentase petani yang dihitung pada gambar di atas adalah mereka yang menggunakan saluran pemasaran tersebut lebih dari 75 dari volume penjualan
tahun 2010 dibandingkan dengan saluran lainnya sehingga total pengguna
9 500 Biaya Produksi
Rp.1 900 per kg
Margin 0
Pedagang Pengumpul
25
9
5
Petani Produsen
Pedagang Pengecer
Konsumen Akhir
1 3
2
4
Margin 8 538 Margin
7 600 18 050
Margin 6 113 Margin 2 425
15 625
18 050 15 625
61
keempat saluran pemasaran tersebut adalah 100. Hal ini ditujukan untuk melihat saluran pemasaran mana yang paling banyak digunakan petani di dalam
menjual jeruk keprok mereka. Margin yang dimaksudkan pada gambar di atas adalah selisih antara
harga jual Rp dengan harga beli Rp pada masing-masing pelaku pemasaran. Pada tingkat petani, margin tersebut adalah sebesar Rp 7 600 per kg diperoleh dari
harga jual jeruk keprok kepada pedagang pengumpul dikurangi dengan besarnya biaya produksi jeruk tersebut Rp per kg, belum termasuk biaya pemasarannya.
Harga yang tercantum pada gambar di atas adalah harga jual dari masing-masing lembaga pemasaran. Sedangkan harga jeruk di tingkat konsumen akhir sebesar Rp
18 050 per kg adalah rata-rata harga eceran di tingkat konsumen di berbagai pasar kecamatan sebesar Rp 11 500, kabupaten sebesar Rp 18 000 dan provinsi sebesar
Rp 24 500 per kg. Sedangkan harga pada pasar kecamatan, kabupaten dan provinsi itu merupakan harga rata-rata dari beberapa kelas jeruk keprok SoE yang
dijual secara kg dan borongan per pengepakan. Analisis margin pemasaran secara detail tercantum pada pembicaraan tentang efisiensi pemasaran jeruk keprok SoE
poin 5.5.2 dari bab ini. Dari gambar tersebut diketahui bahwa pada saluran satu, petani menjual
jeruk keprok SoE ke pedagang pengumpul, kemudian setelah melakukan standarisasi dan grading seadanya, pedagang pengumpul menjualnya ke
pedagang pengecer dan terakhir pedagang pengecer menjual jeruk keprok SoE ke konsumen akhir. Biasanya para pedagang pengumpul membeli jeruk di lokasi
usahatani atau di pasar yang paling dekat dengan usahatani. Kemudian mereka menjual ke pengecer yang ada di pasartempat penjualan di wilayah kecamatan
atau di pasartempat penjualan di kabupaten di SoE Ibu kota Kabupaten TTS atau ke pasar Provinsi di Kupang ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Saluran pertama ini paling banyak 61 digunakan petani di dalam pemasaran jeruk keprok SoE.
Banyak alasan petani sehingga mereka memilih saluran pertama ini, antara lain petani tidak mengeluarkan biaya pemasaran, petani terhindar dari
resiko kerusakan dan kegagalan penjualan. Selain itu, ikatan hutang-piutang telah menyebabkan petani memilih pedagang pengumpul desa sebagai saluran utama
pemasaran jeruk keprok mereka. Petani telah saling mengenal karena hubungan kekerabatan atau pinjam-meminjam uang di desa mereka.
Pedagang pengumpul di dalam melakukan kegiatannya mengeluarkan sejumlah biaya untuk melancarkan proses pembelian, standarisasi, grading dan
penjualan kembali jeruknya. Biaya pemasaran yang paling banyak digunakan adalah biaya transportasi dan fasilitas pengepakan tali, ember, karung dan
keranjang anyaman. Trasnportasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kendaraan umum. Pengepakan yang digunakan adalah karung plastik dengan
volume sekitar 40 kg, gardus dengan volume sekitar 42 kg atau ember plastik bak. Demkianpun biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh para pengecer meliputi
biaya transportasi dan pengepakan. Pada pola pemasaran yang kedua, para petani menjual jeruk keprok SoE
ke pengecer yang ada di pasar desa atau kecamatan atau di pasar kabupaten. Pada pola ini para petani mengambil peran aktif untuk mendatangi pengecer yang
berada di pasar-pasar dan atau sebaliknya. Sekitar 25 dari total petani responden
yang melakukan pemasaran JKS dengan pola ini. Kemudian pengecer memasarkan jeruk tersebut ke konsumen akhir.
Hasil wawancara dengan para petani menunjukkan bahwa faktor-faktor penting di dalam pemilihan pembeli-pembeli alternatif para pedagang potensial
adalah: kedekatan dengan tempat usahatani, memiliki reputasi yang baik, dapat menawarkan harga yang bersaing, mempunyai keinginan untuk memberikan
informasi pasar, sering mengunjungi usahatani mereka dan pedagang yang pernah menolong petani dalam pemenuhan kebutuhan pokok dan keuangan rumahtangga
mereka. Pada pola pemasaran yang ketiga petani menjual jeruknya ke pedagang
pengumpul. Jumlah petani yang melakukan pemasaran jeruk dengan sistem ini hanya sebanyak 9. Kemudian pedagang pengumpul langsung memasarkan
jeruknya ke konsumen akhir. Pada pola pemasaran keempat, petani secara langsung memasarkan
jeruknya ke konsumen di tingkat pasar kecamatan, kabupaten dan provinsi baik di kota SoE maupun di kota Kupang.
Saluran yang paling banyak digunakan petani adalah saluran pertama 1 yaitu 61 diikuti saluran kedua yaitu 25, saluran ketiga sebanyak 9 dan
saluran keempat 5. Jadi para petani lebih banyak menyalurkan jeruknya ke padagang pengumpul karena petani sudah saling mengenal dan bahkan karena
ada ikatan lain kekerabatan, ijon atau penjualan di muka dan hutang antara pedagang di desa dengan petani.
Dari wawancara dengan beberapa pedagang pengecer di SoE diketahui bahwa jeruk keprok SoE jarang dikirim ke kota lain karena harganya yang cukup
tinggi Rp 18 050 per kg dibandingkan dengan harga jeruk impor seperti lokam dan kino dari Pakistan. Hal ini telah menyebabkan sulitnya pasaran jeruk keprok
SoE ke kota lain. Sebagai perbandingan harga jeruk keprok SoE dengan jeruk keprok lainnya di kota Kupang adalah jeruk keprok Medan Sumatra sebesar Rp
16 500 per kg; jeruk keprok Manggarai dari kabupaten Manggarai di pulau Flores NTT sebesar Rp 15 000 per kg; jeruk keprok impor dari China sebesar Rp 17 500
per kg dan jeruk keprok impor dari Australia sebesar Rp 19 200 per kg. Catatan: harga jeruk keprok SoE di kota Kupang dan untuk jeruk keprok lainnya adalah
harga yang berlaku di Supermarket Ramayana di kota Kupang pada bulan Juli 2010. Harga jeruk keprok Manggarai di Ruteng ibu kota kabupaten Manggarai
pada bulan Juli 2010Adar dan Mella, 2010. Dari keadaan harga-harga antar jeruk keprok dengan berbagai daerah asal yang berbeda itu, maka dapatlah
dikatakan bahwa petani di daerah TTS menghadapi kesulitan yang besar di dalam memasarkan jeruk mereka ditambah lagi jika sistem usahatani jeruk keprok SoE
mereka belum efisien. Mahalnya harga jeruk keprok SoE khususnya lebih banyak disebabkan
oleh kondisi infrastruktur terutama jalan dan transportasi mulai dari tingkat usahatani sampai ke pasar yang kurang memadai. Dari kebun usahatani biasanya
di pikul ke tempat transportasi umum kendaraan umum atau dengan menggunakan ojek kendaraan bermotor roda dua yang membutuhkan biaya tinggi,
sedangkan volume pengangkutan sedikit. Akibatnya, biaya per unit per kg tinggi, sehingga harga jual juga harus tinggi.
Keadaan produksi jeruk SoE di daerah penelitian tahun 2010 sangat rendah, sedangkan permintaan pasar cukup tinggi. Sebagai perbandingan,
produksi jeruk keprok SoE tahun 2007 adalah sebesar 7 431 ton, sedangkan tahun 2008 hanya 5 103 ton dan tahun 2009 sebesar 15 585 ton Lampiran 1. Hal ini
telah menyebabkan jangkauan pasar jeruk keprok SoE beberapa tahun terakhir ini hanya berada di sekitar kota SoE dan Kupang. Produksi yang rendah ini sebagai
akibat dari rendahnya tingkat teknologi yang diterapkan di tingkat usahatani petani.
Selain masalah harga dan produksi jeruk keprok SoE, ketiadaan mitra bisnis di dalam pemasaran juga merupakan kendala perluasan pangsa pasar jeruk
keprok SoE saat ini. Hasil wawancara dengan para petani menunjukkan bahwa mereka sebagian besar 90 tidak mengetahui pasar akhir produk yang mereka
hasilkan. Pasar akhir, jawaban responden, merupakan urusan para pedagang.
5.5.2. Efisiensi Pemasaran Jeruk keprok SoE