Analisis Fungsi Produksi Stokastik Frontier Pada Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Rendah

petani di daerah penelitian tidak banyak yang menggunakan jenis input-input seperti itu, sehingga tidak dimasukkan di dalam analisis. Penelitian ini menggunakan model stokastik frontier dengan metode pendugaan maximum likelihood estimator MLE yang dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode ordinary least square OLS untuk menduga parameter teknologi dan input-input produksi dan tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi , interssep dan varians dari kedua komponen kesalahan v i dan u i σ v 2 dan σ u 2 Estimasi maximum likelihood MLE untuk parameter fungsi produksi stochastic frontier dari fungsi translog dan model efek dari inefisiensi teknis dilakukan secara simultan dengan menggunakan paket computer program Frontier 4.1 dari Coelli 1996. .

6.3.1. Analisis Fungsi Produksi Stokastik Frontier Pada Zona Agroklimat Dataran Tinggi dan Rendah

Dua zona agroklimat yakni dataran tinggi dan dataran rendah memiliki karakteristik yang sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Petani sampel di masing-masing zona menggunakan teknologi produksi yang sama. Untuk memperhitungkan perbedaan tingkat efisiensi teknis dengan teknologi yang sama itu, maka model fungsi stokastik frontier diformulasikan dan dianalisis secara terpisah. Jika tidak dilakukan analsis secara terpisah, maka koefisien estimasinya akan bias Greene, 2000 dan Wollni, 2007. Kondisi penggunaan input produksi JKS petani contoh adalah seperti yang tercantum pada Tabel 64 berikut ini. Perlu dicatat bahwa jumlah penggunaan kompos, tenaga kerja dan bibit okulasi adalah jumlah input yang digunakan untuk tanaman produktif saja. Tenaga kerja yang diperhitungkan adalah tenaga kerja keluarga yang digunakan untuk melakukan pemeliliharaan tanaman produktif yakni penyiangan, pemupukan, pemberantasan organisme pengganggu tanaman, pemangkasan dan penjarangan buah. Tabel 64. Ringkasan Statistik dari Variabel-Variabel yang Digunakan di dalam Model Stokastik Frontier Produksi Jeruk Keprok SoE di Daerah Dataran Tinggi dan Rendah di Kabupaten Timor Tengah Selatan Variabel Dataran Tinggi Dataran Rendah Mean Max Min Mean Max Min Faktor Produksi Produksi kg 487.30 1312.2 132.84 176.97 651.0 39.75 Jumlah Pohon Produktif pohon 63.00 223.00 13.00 44.00 106.0 9.00 Umur Tanaman Produktif tahun 14.45 21.70 7.00 11.94 21.8 6.50 kompos kg 7.67 64.80 2.16 3.50 49.5 0.00 Tenaga kerja Keluarga HOK 13.72 58.00 8.90 8.59 24.3 5.72 Bibit dummy 0.97 1.00 0.00 0.93 1.0 0.00 Faktor Inefisiensi Penidikan tahun 7.41 12.00 1.00 7.91 16.0 3.00 Pengalaman tahun 19.93 37.00 9.00 14.13 35.0 7.00 KPPL …kali 0.78 3.00 0.00 0.64 2.0 0.00 Umur Petani tahun 48.70 60.00 36.0 47.34 63.0 25.00 SPL dummy 0.83 1.00 0.00 0.90 1.0 0.00 MP dummy 0.87 1.00 0.00 0.63 1.0 0.00 KKT dummy 0.66 1.00 0.00 0.52 1.0 0.00 Sumber: Data Primer, 2010 diolah. Keterangan: KPPL: kontak dengan petugas pertanian lapangan; SPL: sumber pendapatan lain selain dari usahatani jeruk keprok SoE; MP: metode penjualan; KKT: keanggotaan kelompok tani. Tabel 65 menunjukkan hasil estimasi MLE parameter bersama dengan nilai t dari model efisiensi frontier dari usahatani JKS di Kabupaten TTS tahun 2010, pada zona dataran tinggi dan dataran rendah. Tabel tersebut menunjukkan hasil pendugaan bahwa nilai rasio generalized-likelihood LR dari fungsi produksi stokastik frontier model ini adalah 36.97 untuk zona dataran tinggi dan 22.00 untuk zona dataran rendah. Semua nilai LR adalah lebih besar dari nilai tabel. Nilai rasio secara statistik nyata pada α = 5 untuk zona dataran tinggi dan dataran rendah yang diperoleh dari tabel distribusi χ 2 Parameter γ dugaan merupakan rasio dari varians efisiensi teknis u Chi Square. Artinya, semua fungsi produksi stokastik frontier untuk kedua daerah penelitian tersebut dapat menerangkan keberadaan efisiensi dan inefisiensi teknis petani di dalam proses produksi jeruk keprok SoE. i terhadap varians total ε i Di zona agroklimat dataran rendah, variabilitas output yang dihasilkan adalah bukan saja berasal dari efek inefisiensi teknis, tetapi juga berasal dari faktor-faktor eksternal 30 yang lebih besar dibandingkan di zona dataran tinggi 6. Faktor eksternal tersebut antara lain adalah faktor kekeringan yang berkepanjangan lebih dari delapan bulan dalam setahun, angin kencang pada saat jeruk berbunga bulan Agustus-September dan curah hujan yang rendah. diperoleh nilai berkisar antara 0.94 untuk dataran tinggi hingga 0.70 untuk dataran rendah. Secara statistik, nilai yang diperoleh tersebut berbeda nyata dari nol pada α=5 untuk semua unit analisis. Angka ini menunjukkan bahwa 94 dataran tinggi dan 70 dataran rendah dari variasi hasil diantara petani responden disebabkan oleh perbedaan efisiensi teknis dan sisanya sebesar 6 dataran tinggi dan 30 dataran rendah disebabkan oleh efek-efek eksternal seperti iklim, serangan hama penyakit dan kesalahan permodelan. Secara rata-rata, efek inefisiensi teknis terhadap produksi jeruk keprok SoE di daerah penelitian ini adalah sangat besar 82. Tabel 65. Estimasi Parameter dan t Rasio Model Fungsi Produksi Stokastik Frontier Menggunakan MLE di Dataran Tinggi dan Rendah Variabel Parameter Dataran Tinggi Dataran Rendah Estimasi t rasio Estimasi t rasio Model Stochastic Frontier: Intersep β 0.802 0.255 5.730 1.005 JPP β 1 1.555 1.931 0.714 0.786 UTP β 2 0.006 0.035 3.008 1.790 Kompos β 3 1.365 1.698 0.097 0.352 Tenaga Kerja β 4 0.285 0.377 1.760 1.620 0.5JPP 2 β 5 -0.427 -2.968 0.071 0.435 0.5UTP 2 β 6 0.995 1.818 1.615 1.949 0.5Kompos 2 β 7 -0.248 -1.580 0.114 3.270 0.5 Tenaga Kerja 2 β 8 -0.037 -0.235 -0.187 -4.890 JPPUTP β 9 0.289 0.996 0.124 0.356 JPPKompos β 10 -0.032 -0.384 0.144 4.660 JPPTenaga Kerja β 11 0.147 1.285 0.146 1.400 UTPKompos β 12 0.259 1.665 0.085 1.637 UTPTenaga Kerja β 13 -0.131 -1.638 -0.107 -2.098 KomposTenaga Kerja β 14 0.141 1.253 0.086 1.820 Bibit Dummy β 15 0.634 2.605 0.198 1.990 Elastisitas Produksi Parsial: JPP 0.88 1.16 UTP 4.03 1.34 Kompos 1.05 1.18 Tenaga Kerja 1.16 1.81 Return to scale 6.12 5.49 Parameter Varians: σ 0.418 2 2.412 0.270 3.120 γ 0.936 30.140 0.696 3.670 Log-Likelihood -81.39 -108.5 LR 36.97 22.00 Responden 180 180 Luas Lahan JKS hapetani 0.92 0.41 Sumber: Data Primer, 2010 diolah; Lampiran 12 dan 13. Keterangan: : nyata pada α = 5; : nyata pada α = 10; : nyata pada α = 15; JPP: Jumlah pohon produktif ; UTP:Umur tanaman produktif Keadaan cuaca yang ekstrim kering 9-10 bulan kering, curah hujan yang hanya 1500 mm dalam setahun seperti yang sudah dibahas pada Bab V sering merupakan faktor penentu keberhasilan usahatani jeruk keprok SoE di daerah dataran rendah. Hal ini membuktikan bahwa rendahnya produktivitas JKS 4 kg per pohon di daerah dataran rendah lebih disebabkan oleh faktor-faktor selain faktor inefisiensi teknis. Perbaikan teknologi produksi yang berkaitan dengan kondisi agroklimat di daerah dataran rendah merupakan hal penting untuk segera dilakukan. Untuk dapat menyesuaikan kondisi ekstrim kering di daerah dataran rendah dengan varietas JKS, maka perbaikan bibit JKS yang sesuai dengan kondisi tersebut mutlak dilakukan. Oleh karenanya, produksi benih yang khas daerah dataran rendah perlu ditingkatkan. Upaya ini telah mulai dirintis oleh Pemerintah Daerah Provinsi melalui Balai Benih Induk yang ada di Kecamatan Batu Putih Kabupaten TTS dan di desa Nonbes Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang. Kedua Balai Benih Induk itu ditujukan untuk melakukan uji coba tanaman hortikultura khas daerah dataran rendah, termasuk jeruk keprok SoE pers.com dengan Kepala Balai Benih Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada efek inefisiensi di dalam model H0: γ=δ =…..=δ 8 =0 adalah juga ditolak pada tingkat signifikan sebesar 5. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan usahatani sampel baik di dataran rendah maupun dataran tinggi di kabupaten TTS beroperasi di bawah frontier efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE atau secara teknis belum mencapai produksi maksimumnya. Sebagai perbandingan, hasil penelitian Boshrabadi et al. 2006 menunjukkan bahwa nilai γ = 1, tidak menjadi persoalan di dalam studi efisiensi teknis produksi suatu komoditas pertanian. Tabel 65 tersebut juga menunjukkan bahwa tanda dan besaran dari parameter yang diestimasi dari fungsi produksi stokastik frontier pada model fungsi translog adalah sesuai dengan yang diharapkan. Nilai koefisien estimasi dari semua variabel adalah positif. Tanda positif menunjukkan adanya hubungan yang positif antara faktor-faktor produksi teknis tersebut dengan jumlah produksi jeruk keprok SoE di daerah-daerah penelitian. Peningkatan penggunaan faktor- faktor produksi tersebut akan meningkatkan produksi jeruk keprok SoE baik di zona dataran tinggi, maupun zona dataran rendah. Tanda negatif untuk beberapa variabel kuadratik dan interaksi menunjukkan bahwa produksi jeruk keprok SoE menurun sejalan dengan bertambahnya penggunaan atau interaksi variabel- variabel tersebut pada proses produksi. Hasil perhitungan elastisitas produksi secara parsial Tabel 65 menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan faktor produksi seperti jumlah pohon produktif, umur tanaman produktif, kompos dan tenaga kerja akan memberikan peningkatan jumlah produksi jeruk keprok SoE. Semua faktor produksi pada daerah dataran tinggi memberikan efek yang besar elastis pada produksi jeruk keprok SoE, kecuali untuk jumlah pohon produktif. Pada daerah dataran rendah, efek penggunaan faktor-faktor produksi tersebut di atas adalah elastis. Pada daerah dataran tinggi, misalnya, peningkatan jumlah tanaman produktif sebesar 10 akan meningkatkan produksi JKS sebesar 8. Jumlah tanaman produktif memberikan efek yang kecil inelastis untuk unit analisis daerah dataran tinggi pada produksi JKS sejak jumlah kepemilikan tanaman produktif per hektar dari petani responden masih sangat sedikit yakni 63 pohon per ha dibandingkan dengan jumlah potensialnya sebesar 278 pohon per ha. Angka-angka tersebut merefleksikan kenyataan ekonomi usahatani JKS yang berskala kecil di daerah lahan kering di daerah penelitian ini. Jumlah elastisitas faktor-faktor produksi tersebut adalah 1 increasing return to scale. Hal ini mengindikasikan bahwa petani saat ini sedang meningkatkan produksinya, yang dalam jangka panjang mereka dapat menunrunkan biaya produksi per unit output dari usahatani JKS daerah lahan kering,baik untuk daerah dataran tinggi maupun daerah dataran rendah. Pada zona dataran tinggi, variabel-variabel yang nyata berpengaruh terhadap produksi batas frontier petani responden adalah variabel jumlah pohon produktif, kompos dan penggunaan bibit okulasi. Sedangkan variabel umur tanaman produktif dan tenaga kerja keluarga ditemukan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jeruk keprok SoE petani responden. Sedangkan pada zona dataran rendah, terdapat tiga variabel yang berpengaruh nyata yakni umur tanaman produktif, tenaga kerja dan penggunaan bibit okulasi. Pembahasan detail dari hal-hal tersebut adalah sebagai berikut. Jumlah Tanaman Produktif . Tanaman produktif yang dimaksudkan adalah tanaman JKS yang sudah berumur ≥ 5 tahun. Hasil pendugaan seperti tercantum pada Tabel 65 menunjukkan bahwa elastisitas produksi batas frontier dari variabel ini ditemukan berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi JKS pada daerah dataran tinggi. Jumlah tanaman produktif merupakan faktor produksi penting di dalam peningkatan produksi jeruk keprok SoE. Respon produksi terhadap tanaman produktif pada daerah dataran tinggi adalah positif, namun inelastik nilai elastisitas 0.9. Petani masih rasional jika mempunyai keinginan untuk menambah jumlah pohon produktif. Hal ini bisa dibenarkan sejak jumlah kepemilikan tanaman produktif petani sampel per hektarnya masih dibawah jumlah tanaman yang dianjurkan pada standard operational procedure SOP jeruk keprok SoE Dinas Pertanian, 2010b. Tren yang berbeda terjadi pada daerah dataran rendah nilai elasttisitas sebesar 1.2. Namun, pengaruh jumlah pohon produktif pada daerah dataran rendah adalah positif dan tidak nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan pohon produktif tidak memberikan variasi pada produksi jeruk keprok SoE. Jadi JPP dianggap konstan. Petani belum mengusahakan JKS secara besar-besaran karena adanya keterbatasan sumberdaya ekonomi modal dan tenaga kerja terampil dan lingkungan fisik. JKS di daerah ini diusahakan pada lahan yang sempit 44 pohon per ha per petani dan kritis sehingga produktivitasnya sangat rendah yakni 4 kg per pohon. Pengaruh faktor eksternal terutama iklim yang ekstrim kering di dataran rendah ini cukup besar 30 terhadap variasi produksi JKS. Walaupun JPP tidak memberikan efek yang berarti pada produksi, petani tetap mengusahakan tanaman ini karena sebagai suatu aset ekonomi dan budaya warisan, indikator umur dan prestise yang penting. Usahatani jeruk keprok SoE di daerah penelitian ini beroperasi di lahan kering yang kritis yang sudah membutuhkan perubahan teknologi peningkatan kesuburan untuk produktivitas tanaman yang tinggi. Sistem usahatani tradisional menunjukkan fakta bahwa pada satu unit lahan terdapat variasi tanaman JKS yang tinggi baik yang produktif maupun yang non produktif. Share tanaman produktif di daerah dataran tinggi adalah 32 dan dataran rendah sebanyak 55 dari total kepemilikan tanaman jeruk per petani responden, seperti yang sudah dibahas pada Bab V. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa kepemilikan tanaman jeruk keprok SoE daerah penelitian pada musim produksi tahun 2009-2010 didominasi oleh tanaman non produktif. Hal ini berarti bahwa petani masih memiliki peluang peningkatan jumlah tanaman produktif di masa datang, jika pengelolaan kebun mereka dilakukan secara baik dengan memperhatikan kesuburan lahan dan teknologi produksi lainnya. Kenyataan lain menunjukkan bahwa usahatani jeruk keprok SoE di kabupaten TTS adalah usahatani pada lahan dengan kemiringan lebih besar dari 30 Umur Tanaman Produktif. Rata-rata umur tanaman produktif adalah 14.5 tahun untuk dataran tinggi dan 11.9 tahun untuk dataran rendah. Jeruk mulai berproduksi pertama sejak berumur 5 tahun dan produksinya mulai menurun setelah umur 15, 16 atau 17 tahun setelah tanam seperti yang sudah dideskripsikan pada Bab V tulisan ini. Semakin tua suatu tanaman jeruk, maka sebesar 68 Bappeda, 2010 terutama untuk daerah dataran tinggi, tanpa ada sentuhan teknologi konservasi seperti terasering, dan lain sebagainya. Lahan dengan kemiringan seperti itu adalah rentan terhadap erosi tanah terutama pada musim hujan pada bulan Desember-Maret. Di sisi lain, teknologi untuk meningkatkan kesuburan lahan di tingkat petani sangat sederhana, bahkan hanya membiarkan tanaman jeruk bertumbuh dan berkembang secara alamiah. Faktor kesuburan lahan ini yang telah menyebabkan jumlah kepemilikan tanaman produktif setiap petani contoh masih sangat rendah, dengan rata-rata 58 pohon 63 pohon per ha untuk dataran tinggi dan 28 pohon 44 pohon per ha untuk daerah dataran rendah. Jumlah kepemilikan tanaman produktif ini masih sangat rendah bila dibandingkan dengan jumah secara potensial yakni 278 pohon per hektar Dinas Pertanian, 2010b. tingkat efisiensi semakin meningkat berdampak positif dan setelah mencapai umur teknis tertentu tingkat efisiensinya menurun berdampak negatif. Informasi dari variabel ini juga akan mendorong petani apakah dia akan melakukan penanaman kembali replanting, peremajaan atau tidak pada musim berikutnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur tanaman produktif pada daerah dataran rendah berpengaruh positif dan nyata. Sedangkan pada zona pengembagan jeruk keprok SoE di daerah dataran tinggi, umur tanaman produktif berhubungan positif dan pengaruhnya tidak nyata. Semakin tua tanaman jeruk, maka produksinya semakin meningkat positif, tetapi tidak berpengaruh nyata. Variabel ini dianggap konstan, di mana pertambahan umur tanaman tidak menyebabkan variasi produksi JKS. Pada kondisi umur tanaman produktif 14.5 tahun pada dataran tinggi produksi sudah konstan. Dengan memperhatikan kondisi produktivitas yang rendah 8.4 kg per pohon dan konstan tersebut, mengindikasikan perlu adanya perawatan JKS yang intensif. Setelah umur 17 tahun, secara teknis dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak tanaman jeruk yang mati. Hasil analisis variabel umur kuadratik bernilai positif menunjukkan bahwa JKS yang dimiliki petani responden baik di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah masih berada pada kondisi umur teknis dan belum mencapai umur produksi maximumnya. Kunci tinggi-rendahnya produksi dalam hubungannya dengan umur tanaman adalah pemeliharaan dan kondisi nutrisi tanaman itu sendiri. Lahan kering dengan kondisi lahan yang kritis dan curah hujan yang rendah disertai dengan sistem pemeliharaan tanaman yang tradisional atau tidak intensif telah menyebabkan umur tanaman jeruk keprok pendek dan produktivitas rendah. Jeruk keprok SoE adalah tanaman tahunan, sehingga dalam model translog, umur tanaman produktif juga dimasukkan sebagai salah satu variabel interaksi dengan variabel lainnya. Interkasi antara umur tanaman produktif dan kompos menunjukkan pengaruh positif dan nyata pada produksi jeruk keprok SoE. Interaksi antar umur tanaman produktif dan tenaga kerja adalah negatif dan berpengaruh nyata pada produksi jeruk keprok SoE pada kedua zona penelitian ini. JKS kurang diperhatikan oleh para petani responden. Semakin bertambahnya umur tanaman, sebaiknya semakin mendapat perawatan yang lebih baik dari para pengelolanya. Indikator ini menyarankan agar para petani lebih merawat tanaman mereka secara intensif terutama untuk tanaman yang semakin tua, agar produksinya meningkat sejalan dengan bertambahnya umur tanaman tersebut. Faktor umur tanaman produktif merupakan input produksi JKS yang sangat penting. Hasil analisis elastisitasnya menunjukkan bahwa faktor umur tanaman produktif merupakan input produksi yang paling elastis dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya, terutama untuk daerah dataran tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa produksi JKS masih dapat ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya umur tanaman produktif. Hal ini dapat tercapai jika penggunaan tenaga kerja dan kompos semakin intensif. Kompos . Penggunaan kompos memberikan efek yang positif dan berpengaruh nyata pada unit analisis pada daerah dataran tinggi. Peningkatan penggunaan kompos memberikan efek yang besar dan elastis pada semua unit analisis yakni 1.05 untuk daerah dataran tinggi dan 1.18 untuk daerah dataran rendah. Jumlah dan kualitas kompos yang digunakan oleh petani sangat rendah bila dibandingkan dengan standar operasional prosedur yang telah dibuat oleh Dinas Pertanian NTT 2010b. Rata-rata penggunaan kompos petani contoh pada daerah dataran tinggi selama musim produksi tahun 2009-2010 adalah 7.7 kg per petani atau 0.12 kg per pohon produktif. Jumlah ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan jumlah yang direkomendasikan sebesar 20 kg per pohon produktif Departemen Pertanian, 2008c. Selain jumlah yang sedikit, kua litas kompos yang diaplikasikan juga rendah. Pada daerah dataran rendah, penggunaan kompos berhubungan positif dan tidak memberikan efek yang berarti dianggap konstan bagi peningkatan produksi jeruk keprok SoE. Walaupun penggunaan kompos masih berada jauh di bawah standar teknis yang direkomendasikan hanya 0.08 kg per pohon produktif, kompos masih tetap digunakan oleh petani sebagai suatu sarana produksi JKS daerah lahan kering. Kompos yang digunakan petani adalah bahan organik yang langsung diambil dari kandang ternaknya sendiri, tanpa mengetahui dengan pasti tingkat kandungan nutrien pupuk kandang tersebut. Selain itu, petani responden juga hanya memberikan kompos pada tanaman produktif dengan kondisi buah yang kurang lebat pada tahun berjalan. Cara pemberian kompos seperti ini, dan juga kondisi kompos mentah yang diberikan pada tanaman jeruk telah menyebabkan kompos belum memberikan efek yang berarti pada tahun tersebut. Penggunaan kompos dengan jumlah sedikit itu menggambarkan kecilnya kemampuan petani untuk mendapatkan atau memproduksi dan menerapkannya pada usahatani jeruk mereka. Kompos tersedia sangat dekat dengan usahatani petani karena sebagian besar petani sudah mampu untuk memproduksinya sendiri. Kondisi ini yang mendorong petani untuk tetap menggunakan kompos di dalam usahatani mereka. Kearifan lokal yang turun-temurun, ditambah dengan banyaknya lembaga swadaya masyarakat yang memberikan pelatihan pembuatan pupuk organik untuk petani, telah menyadarkan petani akan pentingnya penggunaan pupuk organik pada usahatani daerah lahan kering dan kritis sebagai sumber unsur hara dan kelembaban tanah. Selain itu, hasil analisis interaksi kompos dengan jumlah dan umur tanaman produktif adalah positif. Hal ini juga mengindikasikan bahwa kompos merupakan faktor penting untuk peningkatan produksi jeruk keprok SoE. Perlu disadari bahwa usahatani jeruk keprok SoE adalah usahatani di daerah lahan kering dengan sistem tradisional tanpa menggunakan zat-zat kimia untuk membantu pertumbuhan tanaman jeruk petani. Sandaran utama peningkatan produktivitas jeruk mereka adalah kesuburan tanah secara alamiah dan penggunaan kompos. Pupuk organik ini dapat dijadikan andalan sejak usahatani jeruk dilakukan pada daerah berbukit dengan kondisi lahan yang kritis, di mana tingkat kesuburannya rendah. Akibatnya, tingkat produktivitas usahatani jeruk masih sangat rendah. Upaya perbaikan produktivitas lahan usahatani jeruk keprok SoE merupakan prioritas pertama di dalam upaya peningkatan efisiensi teknis produksi. Petani jeruk keprok SoE membutuhkan sentuhan teknologi intensifikasi usahatani lahan kering yang sudah pada ambang kritis itu. Hal itu, misalnya dapat dilakukan dengan pembuatan terasering lahan, penggunaan kompos berkualitas, bibit berlabel biru, pengairan yang memadai, pemberantasan OPT yang berkelanjutan, dan perbaikan keterampilan dan pengetahuan kemampuan manajerial petani jeruk terutama bagi orang-orang muda. Tenaga kerja . Pada zona dataran rendah, faktor produksi ini berhubungan positif, elastis dan berpengaruh nyata pada α = 10 terhadap produksi jeruk keprok SoE. Pada daerah dataran tinggi, penggunaan tenaga kerja keluarga berhubungan positif, elastis dan berpengaruh tidak nyata dengan produksi jeruk keprok SoE. Dengan demikian, variabel tenaga kerja dianggap konstan atau tidak menyebabkan adanya variasi pada produksi. Efek tenaga kerja terhadap produski masih belum nyata diduga disebabkan oleh penggunaan tenaga kerja yang kurang profesional dengan tingkat pendidikan yang rendah Sekolah Dasar dan jumlah penggunaannya masih sedikit. Tenaga kerja keluarga belum serius mengelola jeruk keprok SoE. Mereka hanya menekuni usahatani jeruk keprok SoE pada skala operasi yang kecil 1 ha. Ini berarti bahwa terdapat kapasitas tenaga kerja yang masih belum didayagunakan idle capacity, sebagai akibat ketiadaan investasi dan permodalan petani. Tenaga kerja lebih tertarik pada sumber pendapatan lain di luar usahatani jeruk. Akibatnya, usahatani jeruk tidak terawat. Sedangkan pendapatan dari luar usahatani jeruk itu tidak digunakan untuk menyewa tenaga kerja yang seharusnya lebih profesional untuk pemeliharaan tanaman jeruk keprok SoE. Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk kegiatan pemeliharaan tanaman produktif di dalam usahatani jeruk keprok SoE masih sangat kecil yakni hanya 13.72 HOK di daerah dataran tinggi dan 8.59 HOK untuk daerah dataran rendah per musim produksi tahun 2009-2010. Jumlah ini masih sangat rendah 90 lebih rendah bila dibandingkan dengan standar penggunaan tenaga kerja sebesar 100 HOK untuk tanaman jeruk yang sudah berproduksi Milla et al., 2002. Alokasi penggunaan tenaga kerja yang sedikit ini dapat dijadikan indikator bahwa usahatani jeruk keprok SoE merupakan usahatani sampingan bagi petani jeruk pada proses produksi tahun 2009-2010. Kenyataan menunjukkan bahwa kebun jeruk petani yang tidak terawat dengan baik, bukan dikarenakan oleh ketiadaan tenaga kerja, namun lebih disebabkan oleh alokasi tenaga kerja keluarga petani ke sumber-sumber pendapatan lain di luar usahatani jeruk. Keanekaragaman kegiatan usaha rumahtangga petani jeruk seperti kegiatan usahatani jagung, ternak dan ubi-ubian telah menyebabkan sedikitnya perhatian petani pada usahatani jeruk keprok SoE. Selain itu, petani tidak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga yang lebih profesional di dalam pengelolaan usahatani jeruk mereka. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan pembiayaan petani terhadap input produksi ini, sebagai akibat rendahnya penerimaan dari usahatani jeruk keprok SoE. Penggunaan bibit okulasi . Efek penggunaan bibit okulasi terhadap produksi jeruk keprok SoE adalah positif dan nyata pada α = 5 untk daerah dataran tinggi dan dataran rendah. Bibit okulasi yang digunakan petani tidak berlabel biru 100. Penggunaan bibit yang tidak berlabel tidak memberikan jaminan tanaman yang sehat dan berproduksi tinggi. Bibit yang digunakan petani untuk tanaman jeruk keprok yang sudah berproduksi sampai dengan tahun 2009- 2010 lebih banyak 65 adalah produksi sendiri dan dari para penangkar lokal yang tidak bersertifikat sebagai penangkar. Pasokan bibit dari Pemerintah sangat sedikit, tidak mampu memenuhi kebutuhan petani jeruk setiap tahun. Di pihak lain, 95 petani responden tidak mengetahui bagaimana cara untuk menghasilkan bibit vegetatif mencangkok, menempel, menyambung yang berkualitas baik. Petani responden pada umumnya 97 tidak mengetahui penentuan bibit yang baik atau bibit berkualitas terutama dalam hal ukuran bibit, sumber batang bawah, batang atas dan umur bibit yang siap tanam. Pelatihan pembuatan bibit vegetatif berkualitas baik sangat perlu untuk segera dilakukan di dalam upaya peningkatan efisiensi teknis produksi jeruk keprok SoE tersebut. Hasil wawancara dengan petani responden menunjukkan bahwa sumber bibit produksi petani sendiri bersumber dari pohon yang tumbuh di kebun mereka sendiri yang bukan merupakan pohon induk yang sehat belum terdeterminasi oleh Dinas yang berwenang seperti Balai Sertifikasi Benih baik Kabupaten maupun Provinsi. Selain itu, pohon sebagai sumber benih yang sudah dideterminasi juga masih tetap berproduksi. Hal ini dibiarkan oleh petani, karena pohon tersebut merupakan sumber produksi pada tahun berjalan. Idealnya, pohon jeruk yang merupkan sumber benih vegetatif, selama menjadi pohon induk tidak boleh berproduksi agar lebih sehat dan kuat. Lima tahun terakhir 2006-2010 upaya Pemerintah Daerah Kabupaten dan Provinsi didukung juga oleh Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat baik lokal maupun internasional adalah memperluas areal tanam jumlah pohon jeruk keprok yang dimiliki petani sebagai uapaya mengatasi terancam punahnya jeruk keprok SoE yang tingkat kematiannya dari tahun ke tahun terus meningkat selama periode tersebut di atas. Pemberian anakan jeruk kepada petani adalah dalam bentuk hibah. Salah satu dampak dari kebijakan ini adalah jumlah kepemilikan tanaman jeruk keprok SoE yang belum menghasilkan pada tingkat petani sampel lebih banyak 65 dibandingkan dengan tanaman yang sudah berproduksi 35 seperti yang sudah dibahas pada Bab V disertasi ini. Namun, metode penanaman jeruk petani juga tidak memenuhi standar teknis budidaya. 6.3.2. Analisis Fungsi Produksi Stokastik Frontier Antar Ukuran Usahatani pada Daerah Dataran Tinggi di Kabupaten Timor Tengah Selatan Ringkasan statistik data yang digunakan di dalam fungsi produksi stokastik frontier antar ukuran usahatani adalah seperti tercantum pada Tabel 66. Tabel 66. Ringkasan Statistik dari Variabel-Variabel yang Digunakan di dalam Model Stokastik Frontier Produksi Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan: Antar Ukuran Usahatani Variabel Ukuran Usahatani Ukuran 1 Ha Ukuran ≥ 1 Ha Mean Max Min Mean Max Min Faktor Produksi: Produksi kg 246.3 1021.0 132.8 433.3 1312.2 135.0 Jumlah pohon produktif pohon 57.0 182.0 13.0 56.0 223.0 18.0 Umur tanaman produktif tahun 14.7 19.3 7.0 14.29 21.7 7.5 kompos kg 6.9 26.5 2.2 10.54 64.8 8.4 Tenaga kerja HOK 11.35 58.0 4.8 14.36 45.09 8.9 Bibit dummy 0.96 1.0 0.0 0.98 1.0 0.0 Faktor Inefisiensi: Penidikan tahun 7.27 12.0 3.0 7.51 12.0 1.0 Pengalaman tahun 17.78 33.0 9.0 19.61 37.0 9.0 KPPL …kali 0.82 3.0 0.0 0.77 1.0 0.0 Umur Petani tahun 48.55 60.0 36.0 48.80 58.0 37.0 SPL dummy 0.86 1.0 0.0 0.86 1.0 0.0 MP dummy 0.83 1.0 0.0 0.86 1.0 0.0 KKT dummy 0.66 1.0 0.0 0.70 1.0 0.0 Sumber: Data Primer, 2010 diolah. Keterangan: KPPL: kontak dengan petugas pertania lapangan;SPL: sumber pendapatan lain selain dari usahatani JKS; MP: metode penjualan; KKT: keanggotaan kelompok tani Perlu diketahui bahwa jumlah kompos dan tenaga kerja keluarga yang tercantum pada tabel tersebut adalah jumlah input-input yang digunakan hanya untuk tanaman produktif selama musim produksi 2009-2010. Sedangkan bibit dummy adalah jenis bibit okulasi yang digunakan petani untuk kondisi tanaman jeruk yang masih berproduksi pada tahun 2009-2010. Hasil estimasi parameter fungsi produksi stokastik frontier bentuk fungsi translog antar ukuran usahatani di zona dataran tinggi adalah seperti tercantum pada Tabel 67. Tabel 67. Estimasi Parameter dan t Rasio dari Model Fungsi Produksi Stokastik Frontier dengan Menggunakan MLE Variabel Para meter Ukuran 1 Ha Ukuran ≥ 1 Ha Estimasi t-rasio Estimasi t-rasio Model Stochastic Frontier: Intersep β 0.452 0.447 0.989 0.307 JPP β 2.643 1 2.844 2.465 2.979 UTP β 0.075 2 0.177 0.233 1.422 Kompos β 1.481 3 1.490 0.741 1.494 Tenaga kerja β 0.771 4 1.590 0.322 0.421 0.5 JPP β 2 -0.904 5 -2.952 -0.625 -3.802 0.5UTP β 2 0.662 6 1.685 0.141 1.707 0.5Kompos β 2 -0.172 7 -0.607 -0.314 -1.591 0.5Tenaga kerja β 2 -0.071 8 -0.221 0.026 0.174 JPP UTP β 0.892 9 2.129 0.409 0.667 JPP Kompos β 0.177 10 1.021 0.047 0.463 JPP Tenaga kerja β 0.330 11 1.480 0.071 0.626 UTPKompos β 0.455 12 1.474 0.318 1.771 UTPTenaga Kerja β -0.193 13 -1.548 -0.337 -1.737 KomposTenaga kerja β 0.073 14 0.379 -0.007 -0.058 Bibit dummy β 0.510 15 1.652 0.809 3.864 Elastisitas Produksi Parsial: JPP 2.53 1.34 UTP 5.72 1.64 Kompos 3.26 1.02 Tenaga kerja 1.55 1.56 Return to Scale: 13.07

5.55 Parameter Varians: