29.8 Penerimaan 0.53 Peluang 99.47 KERAGAAN USAHATANI JERUK KEPROK SOE

komposisi biaya per unit produksi jeruk di daerah dataran rendah sangat besar yakni Rp 2 786.4 per kg. Komponen tenaga kerja untuk kedua zona masih menempati persentase terbesar dibandingkan dengan penggunaan input lainnya. Tabel 60 menunjukkan besarnya penerimaan, biaya dan pendapatan petani JKS per hektar selama musim produksi tahun 2009-2010. Pendapatan yang dimaksudkan di sini adalah besarnya penerimaan dikurangi besarnya biaya usahatani jeruk keprok SoE per hektar per petani responden di daerah penelitian. Tingkat pendapatan rata-rata yang diperoleh petani secara keseluruhan sampel adalah sebesar Rp 2 377 739.0 dengan rentangan maksimum Rp 23 146 074 dan minimum Rp 73 011.9 per ha per petani. Tabel 60. Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Jeruk Keprok SoE di Daerah Penelitian Penerimaan, Biaya Pendapatan Dataran Tinggi RpHa Dataran Rendah RpHa Rata-Rata RpHa Rata-rata Max Min Rata-rata Max Min Penerimaan 4 185 271.4 25 949 754.0 1 258 200 1 369 682.7 10 070 190.0 185 331.9 2 777 477.03 Biaya 489 348.0 2 803 680.0 181 440 310 128.0 1 185 210.0 112 320.0 399 738.00 Pendapatan 3 695 923.4 23 146 074.0 1 076 760 1 059 554.7 8 884 980.0 73 011.9 2 377 739.03 Persentase biayapendapatan 1

13.2 29.8

21.25 Penerimaan

Potensial 2 271 745 000 Rp 257 150 000 264 100 000 Penerimaan Aktual

1.54 0.53

1.04 Peluang

peningkatan penerimaan

98.46 99.47

98.96 Sumber: Data Primer, 2010 diolah. Keterangan: 1 : biaya terhadap pendapatan rata-rata setiap zona 2 Bila dibandingkan antar zona, maka pendapatan petani di zona dataran rendah Rp 1 059 555 per ha atau hanya sebesar 28.7 saja dari pendapatan : jumlah tanaman per ha adalah 278 pohon produktif, jarak tanam 6 x 6 meter, dengan target produksi 50 dari produksi potensial yakni 100 kg per pohon produktif umur 12 tahun petani di daerah dataran tinggi Rp 3 695 923.4 per ha. Maksimum pendapatan petani di daerah dataran tinggi adalah Rp 23 146 074 dan dataran rendah Rp 8 884 980 per hektar per petani. Rasio biaya per pendapatan pada zona dataran rendah jauh lebih besar 30 bila dibandingkan dengan dataran tinggi 13. Berdasarkan hasil analisis pada tabel tersebut, maka diketahui bahwa tingkat penerimaan rata-rata petani dari usahatani JKS masih sangat rendah yakni hanya sebesar 1 dari penerimaan potensialnya 1.5 di zona dataran tinggi dan 0.5 di zona dataran rendah. Dengan kata lain agribisnis JKS di daerah penelitian masih menyimpan potensi yang sangat besar 99 untuk ditingkatkan di hari-hari mendatang. Peluang peningkatan penerimaan yang sangat besar ini hanya dapat dimanfaatkan jika petani dan pelaku agribisnis JKS lainnya mampu mengalokasikan penggunaan input produksi, pasca panen dan pemasaran secara efisien. Rendahnya tingkat produksi JKS yang telah menyebabkan rendahnya pendapatan petani disebabkan oleh beberapa permasalahan yang terkait dengan efisiensi teknis, kemampuan manajerial petaninya, kapasitas yang masih tersimpan idle capacity karena ketiadaan investasi dan kondisi lingkungan fisik dan non fisik usahatani jeruk keprok SoE tersebut. Pembahasan secara mendalam tentang permasalahan-permasalahan ini akan dibahas pada bab berikut ini.

VI. ANALISIS PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI JERUK KEPROK SOE DAERAH LAHAN KERING

Pada bagian ini akan dibahas hasil analisis pendugaan fungsi produksi stokastik frontier dan efisiensi teknis serta faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis petani JKS di daerah penelitian di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Basis analisis dan pembahasan adalah performansi antar zona dan ukuran usahatani dari efisiensi teknis usahatani jeruk keprok SoE. Pembahasan dimulai dari pengujian perbedaan sistem produksi dan dilanjutkan dengan pengujian hipotesis antar zona agroklimat dan ukuran usahatani jeruk keprok SoE.

6.1. Analisis Perbedaan Sistem Produksi antar Zona Agroklimat dan Ukuran Usahatani Jeruk Keprok SoE

Sebelum memilih bentuk fungsi translog sebagai bentuk fungsi yang sesuai untuk digunakan di dalam penelitian ini, maka analisis perlu dilakukan untuk mengetahui apakah sistem produksi antar zona dan ukuran usahatani jeruk keprok SoE berbeda atau tidak. Untuk mencapai maksud tersebut maka penelitian ini membagi responden berdasarkan zona agroklimat dataran tinggi dan dataran rendah dan ukuran usahatani 1 ha dan ≥ 1 ha pada daerah dataran tinggi. Pembedaan ini perlu diuji terlebih dahulu karena pembedaan tidak akan berarti jika sistem produksi petani jeruk keprok SoE antar zona dan ukuran usahatani yang berbeda itu sama. Jika petani responden pada zona agroklimat dan ukuran usahatani yang berbeda itu memiliki sistem produksi yang berbeda, maka analisis perlu dilakukan secara terpisah agar kesimpulan dan saran kebijakan