Pemeliharaan Tanaman KERAGAAN USAHATANI JERUK KEPROK SOE

digunakan oleh para pembeli. Para pembeli borongan menggunakan tenaga kerja keluarga petani untuk memanen jeruk dengan sistem upah pasar harian yang berlaku atau dengan imbalan berupa pemberian bahan makanan beras dan gula atau buah jeruk keprok. Kegiatan pascapanen lebih banyak diperuntukan bagi kegiatan pembersihan dengan potongan kain, pengkelasan dan pengepakan. Sedangkan tenaga kerja keluarga untuk pemasaran adalah tenaga kerja dari petani yang melakukan pemasaran JKS di pasar lokal desa dan kecamatan, pasar kabupaten atau pasar provinsi. Pada saat perhitungan biaya usahatani untuk kepentingan analisis pendapatan petani jeruk, komponen biaya untuk tenaga kerja keluarga ini dihitung sebagai biaya oportunitas opportunity cost dengan tingkat upah yang berlaku di level usahatani yakni Rp. 20 000 per HOK. Komponen biaya tenaga kerja untuk perhitungan biaya usahatani tersebut adalah tenaga kerja yang digunakan dalam kaitannya dengan produksi jeruk keprok SoE musim produksi tahun 2009-2010. Dengan demikian, komponen biaya usahatani yang masuk di dalam perhitungan pendapatan adalah biaya tenaga kerja untuk pemeliharaan tanaman produktif, panen, pascapanen dan pemasaran jeruk keprok SoE musim produksi tahun 2009-2010. Perhitungan detail penggunaan tenaga kerja untuk kepentingan analisis ini tercantum pada poin 5.7 bab ini.

5.3. Pemeliharaan Tanaman

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan kebun, pemupukan, pemberantasan organisme pengganggu tanaman OPT, pemangkasan, penjarangan buah dan pengairan. Penyiangan adalah kegiatan membuang dan membersihkan gulmatumbuhan pengganggu dari sekitar pertanaman pokok baik secara mekanik maupun penggunaan herbisida. Kegiatan penyiangan kebun jeruk oleh petani semuanya dengan cara manual dengan menggunakan tofa dan parang. Pemeliharaan tanaman JKS oleh petani masih sangat sederhana dan belum memakai input-input usahatani modern. Hanya sekitar 20 petani yang menggunakan pupuk urea untuk memupuk tanamannya pada saat tanam dengan rentangan jumlah penggunaan pupuk sebesar 0 hingga 50 kg per petani contoh. Sedangkan untuk pemeliharaan, petani contoh tidak menggunakan pupuk kimia baik untuk pertumbuhan tanaman maupun untuk peningkatan produksi buah jeruk. Petani hampir tidak pernah menggunakan zat kimia seperti pestisida, insektisida dan fungisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman jeruk. Pemberantasan organisme pengganggu tanaman hanya dilakukan dengan cara tradisional yakni dengan mengasap tanaman di kebun dan penggunaan air tembakau untuk pemberantasan semut 17. Sedangkan petani yang menggunakan kapur ada sebanyak 28.89. Petani contoh di dataran rendah tidak menggunakan kapur dan obat-obatan. Data yang berkaitan dengan pemeliharaan tanaman jeruk keprok tercantum pada Tabel 46 berikut ini. Usahatani jeruk keprok SoE, boleh dikatakan, adalah usahatani organik. Sebanyak 88 petani menggunakan kompos hasil produksi sendiri. Di daerah dataran tinggi sebanyak 100 petani contoh telah menggunakan kompos selama pemeliharaan tanaman mereka dalam musim tanam 2009-2010. Kompos lebih banyak digunakan pada saat penanaman pertama, dan sedikit sekali diberikan pada tanaman yang sudah berproduksi terutama untuk tanaman yang sudah berumur 8 tahun ke atas. Rata-rata penggunaan kompos petani pada tahun 2010 adalah 17.13 kg dengan rentangan 10-80 kg per petani. Tabel 46. Kegiatan Pemeliharaan Tanaman Jeruk Keprok SoE Kegiatan Pemeliharaan Dataran Tinggi Dataran Rendah Rata- rata Rata- rata Max Min Rata- rata Max Min 1. Pemupukan : anorganik urea 23.33 50.00 0.00 16.67 20.00 5.00 20.00 2. Pemupukan : kompos 100.00 80.00 10.00 75.00 25.00 10.00 87.50 3. Pengendalian OPT: Kapur 28.89 5.00 0.00 0.00 0.00 0.00 14.44 4. Pengendalian OPT: Obat-obatan 16.67 65000 0.00 0.00 0.00 0.00 8.33 5. Pemangkasan 73.89 1.00 0.00 14.72 1.00 0.00 44.30 6. Penjarangan buah 41.67 1.00 0.00 10.28 1.00 0.00 25.97 7. Pengairan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Sumber: Data Primer, 2010 diolah. Keterangan: Nilai max dan min untuk pupuk urea, kompos dan kapur dalam kg dan obat-obatan dalam Rupiah. Sedangkan pemangkasan, penjarangan buah dan pengairan adalah variabel dummy Rata-rata pengeluaran untuk peralatan pertanian bagi petani jeruk keprok adalah Rp. 14 050 dengan kisaran antara Rp. 9 200 hingga Rp. 22 000 per petani pada tahun 2010. Hal ini hanya dikhususkan untuk peralatan pertanian yang berkaitan langsung dengan usahatani jeruk seperti gunting panen dan pangkas tanaman dan perlatan lainnya seperti pisau okulasi. Sedangkan perlatan lain seperti tofa, linggis dan parang tidak diperhitungkan di dalam komponen ini karena merupakan peralatan yang dipakai bersama sharing cost equipment. Secara keseluruhan, sebagian besar 44 petani responden melakukan pemangkasan tanaman jeruk keprok mereka. Paling banyak 74 petani contoh di zona dataran tinggi telah melakukan pemangkasan tanaman dan hanya 15 untuk petani daerah dataran rendah. Pemangkasan yang dilakukan bukan pemangkasan bentuk atau pemangkasan pemeliharaan untuk tujuan produktif, namun hanya sekedar mengeluarkan ranting tanaman yang mati. Secara ideal, pemangkasan bentuk tanaman ditujukan untuk mendapatkan bentuk pohon atau bentuk tajuk yang ideal sehingga dicapai pertumbuhan dan produktivitas yang optimal. Selain itu, pemangkasan pemeliharaan bermanfaat untuk merangsang tumbuhnya tunas-tunas produktif, meningkatkan sanitasi kebun serta mengurangi resiko serangan OPT dan memudahkan pemeliharaan tanaman. Namun hal-hal ini tidak dipahami oleh petani. Petunjuk teknis yang sudah dicantumkan di dalam Standard Operational Procedure SOP tanaman jeruk keprok SoE tidak diadopsi dan diterapkan petani. Para petani responden sebagian kecil 26 yang melakukan penjarangan buah; dengan rentangan 10 daerah dataran rendah dan 42 dataran tinggi dari total responden. Penjarangan buah yang dipraktekan oleh petani hanya sebatas membuang buah yang terserang OPT atau yang sudah kering, tanpa alasan lainnya. Padahal kegiatan penjarangan buah ini sangat penting dalam rangka menghasilkan buah bermutu, seragam, memperpanjang masa berbuah, menjamin kontinuitas produksi dan mengurangi resiko kerusakankematian tanaman serta memperpanjang umur produktif tanaman. Pemangkasan produktif dan penjarangan buah kurang dilakukan petani karena kedua hal tersebut bertentangan dengan kebiasaan petani di sentra-sentra pengembangan jeruk. Petani berprinsip “banyak ranting dan banyak buah pada pohon jeruk berarti banyak rejeki”. Petani lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas produk mereka. Baik petani contoh di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah, keduanya tidak mengairi jeruk mereka pada musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh ketiadaan sarana pengairan yang dapat digunakan. Banyaknya bunga jeruk yang gugur selama masa pembungaan pada bulan Agustus-September puncak kekeringan baik di zona dataran tinggi maupun zona dataran rendah lebih banyak disebabkan oleh kekurangan air. Hal ini merupakan salah satu sebab rendahnya produktivitas jeruk keprok SoE. Sebenarnya, di daerah dataran tinggi di bagian utara kabupaten TTS, sumber air dari pengunungan Mutis tersedia cukup besar jika ada pembangunan infrastrukur irigasi bagi pengembangan tanaman jeruk keprok SoE. Prasarana pengairan dari pegunungan Mutis ini hanya diperuntukan bagi kebutuhan air minum penduduk yang berdomisili di Kota SoE ibukota kabupaten TTS. Sumber lain, sebenarnya juga masih ada yakni pembangunan embung atau cekdam wadah untuk menampung air hujan selama musim hujan. Namun, kekurangan modal telah menyebabkan pembangunan sarana-sarana pengairan usahatani jeruk ini tidak pernah dilakukan.

5.4. Kegiatan Panen dan Pascapanen