Dari Segi Harga Teknologi dan Strategi Pemasaran Jeruk Keprok SoE

42 kg jeruk per gardus sebagai pembukus buah jeruk. Teknologi pengepakan dan fasilitas produk lainnya yang sederhana seperti yang sudah digambarkan di atas telah menyebabkan jangkauan pasar jeruk keprok SoE pendek, yaitu sebagian besar 99 dipasarkan sampai di SoE, Kefa ibukota kabupaten Timor Tengah Utara dan Kupang saja. Selain itu, jeruk keprok SoE belum ada yang dijual di supermarket baik yang ada di Kupang maupun di kota lain. Akibat minimya teknologi pra dan selama pemasaran berlangsung, jeruk keprok SoE hanya sanggup bertahan di pasar paling lama 5 hari setelah panen. Sebagai perbandingan, jeruk kino dan lokam dari Pakistan bisa bertahan 3 bulan di pasaran. Hal ini disebabkan oleh adanya perlakuan pascapanen yang berteknologi tinggi seperti pengaturan kadar air dalam buah, pengawetan buah dan pengepakan yang sangat memadai.

5.5.4.2. Dari Segi Harga

Strategi harga yang dibahas pada bagian ini adalah strategi yang digunakan baik oleh petani maupun oleh pedagang yang terlibat di dalam pemasaran jeruk mereka. Adapun strategi harga yang diterapkan oleh pelaku pemasaran jeruk keprok SoE adalah sebagai berikut: 1. Petani tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan strategi penentuan harga bagi produk mereka. Harga jual atau harga dasar produk yang ditentukan tanpa perhitungan ekonomiuntung rugi. Harga yang berlaku adalah harga yang ditentukan oleh pedagang dan bersaing. Pedagang pertama-tama menentukan harga. Kemudian petani memberikan tanggapan atas harga yang ditawarkan pedagang tersebut, sampai pada titik persetujuan harga. Banyak petani 88 merasa bahwa harga yang ditawarkan oleh para pedagang selalu lebih rendah sehingga perlu negosiasi bargaining. Pada umumnya para petani tidak puas dengan harga yang ditawarkan oleh pedagang. 2. Pedagang menentukan harga berdasarkan biaya tanpa strategi lain. Biaya- biaya yang diperhitungkan adalah biaya transportasi, pengepakan, pungutan, dan tenaga kerja. 3. Pedagang kebanyakan mengikuti harga-harga para pesaing di pasar terutama para pedagang yang sudah lama memasarkan produk-produk pertanian di pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para petani produsen menjual jeruk keprok dengan menggunakan beragam metode seperti yang tercantum pada Tabel 52. Dari tabel tersebut diketahui bahwa petani menggunakan beberapa metode pemasaran JKS yakni penjualan di muka atau ijon, baik sistem penjualan per pohon, per kg maupun per kebun; dan sistem penjualan pada saat panen, baik per pohon, per kg maupun per kebun. Dari kedua metode penjualan tersebut ijon dan saat panen, maka metode penjualan pada saat panen mendominasi sistem penjualan yang dipraktekkan oleh petani. Bila diperhatikan data per zona, maka ada 31 petani contoh di zona dataran tinggi yang melakukan penjualan ijon, sedangkan di zona dataran rendah hanya 22; dengan rata-rata secara total sebesar 28. Sebagian besar 73.33 petani di zona dataran tinggi melakukan penjualan per pohon pada saat panen, sedangkan di zona dataran rendah hanya ada 32.22. Pada saat panen, secara rata-rata petani responden lebih banyak 73 memilih metode penjualan dengan sistem per kg. Di zona dataran rendah, jumlah petani yang menjual jeruk dengan sistem per kg pada saat panen adalah sebanyak 63, sedangkan di zona dataran tinggi berjumlah 87 dari total responden. Dengan demikian, petani lebih banyak memilih metode penjualan jeruk mereka dengan sistem per kg dan borongan per pohon pada saat panen. Tabel 52. Sistem Penjualan Jeruk Keprok SoE: Berdasarkan Jumlah Responden Metode Penjualan Dataran Tinggi Dataran Rendah Rata-rata Max Min Rata-rata Max Min Di muka : per pohon 26.67 1.00 0.00 22.22 1.00 0.00 per kg 3.89 1.00 0.00 0.00 1.00 0.00 per kebun 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Total Rata-rata 30.56 22.22 Saat panen : per pohon 73.33 1.00 0.00 32.22 1.00 0.00 per kg 87.44 1.00 0.00 63.33 1.00 0.00 per kebun 1.67 1.00 0.00 0.00 1.00 0.00 Total Rata-rata 172.44 1 95.55 Sumber: Data Primer, 2010 diolah. Keterangan: 1 : Variabel dummy: max 1 dan min 0 : Beberapa petani melakukan penjualan campuran, sehingga total untuk penjualan pada saat panen adalah lebih dari 100 Dari segi tempat penjualan, maka penjualan yang dilakukan di kebun yang paling banyak dijalankan petani 62 bila dibandingkan dengan tempat penjualan lainnya. Zona dataran tinggi merupakan daerah yang paling banyak 71 petani contohnya yang memasarkan jeruk keproknya di kebun. Para pembeli yang mendatangi kebun petani adalah pedagang pengumpul yang berasal dari desa setempat atau desa tetangga yang paling dekat, dan paling banyak sudah memiliki ikatan kekerabatan atau sudah saling mengenal atau karena ikatan hutang di antara petani dan pedagang tersebut. Penjelasan secara detail tentang metode penjualan jeruk keprok SoE daerah penelitian adalah sebagai berikut.

a. Penjualan di muka per pohon forward sale by trees

Metode ini diterapkan oleh petani rata-rata 26 dari petani responden pada saat dua atau tiga bulan sebelum jeruk siap dipanen, terutama pada saat di mana para petani sangat membutuhkan uang tunai. Sekitar bulan Januari, Pebruari atau Maret, di mana jeruk sudah berbuah, petani pergi ke pedagang pengumpul setempat di kampung atau desa mereka, dan meminta pedagang untuk datang melihat buah jeruk mereka di kebun. Setelah negosiasi dan sudah ada kesepakatan harga per pohon, pedagang membayar setengah bagian dari total harga per pohon dan sisanya akan dibayarkan pada saat panen jeruk. Pedagang terkadang juga membayar dalam bentuk barang seperti bahan makanan, pakaian atau radio, dan sebagainya. Setelah pedagang membayar setengah bagian dari harga per pohon, maka semua buah pada pohon jeruk tersebut menjadi milik pedagang dan petani memiliki kewajiban untuk menjaga dan melindungi semua buah pada pohon tersebut baik dari pencuri maupun hama-penyakit. Harga per pohon pada umumnya sangat rendah yakni hanya Rp 4 000 per kg. Sebagai contoh, harga per pohon sekitar Rp 100 000pohon. Sebagai perbandingan, ketika petani menjual jeruknya per kg, mereka bisa mendapatkan harga sekitar Rp 400 000 per pohon. Jadi, harga penjualan dengan metode ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan penjualan per kg pada saat panen. Strategi ini dipraktekkan oleh petani ketika mereka sangat membutuhkan uang tunai untuk kepentingan pendidikan, pembelian