Penjualan per kilogram pada saat panen per kg sale at harvest Penjualan per kebun pada saat panen per farm sale at harvest

menjaga jeruknya setelah panen pertama dan mempercayai petani tidak mencuri buah jeruk mereka yang masih tersisa di pohon. Para petani lebih menyukai metode ini karena membawa dan menjual jeruk ke pasar akan merendahkan status sosial mereka.

d. Penjualan per kilogram pada saat panen per kg sale at harvest

Secara keseluruhan ada 75 petani di lokasi penelitian melakukan penjualan jeruk dengan metode per kg pada saat panen 87 petani di zona dataran tinggi dan 63 petani di zona dataran rendah. Pada metode ini, petani memanen sendiri jeruknya. Jika diperlukan, terkadang petani juga melakukan grading dan pengepakan sederhana sebelum atau pada saat jeruk dipasarkan. Petani atau anggota keluarganya membawa jeruknya ke pedagang di desa atau di kota, atau mereka menjual sendiri di pasar yang ada di pusat kecamatan, di pinggir jalan atau di pasar kota kabupaten atau provinsi, atau hanya menjual di kebun saja. Bila dibandingkan dengan metode lainnya, maka harga jeruk dengan metode ini lebih tinggi. Sebagai contoh, jika harga jeruk dengan metode penjualan per pohon pada saat panen adalah sebesar Rp 5 200 per kg, maka penjualan dengan sistem per kg adalah sebesar Rp 12 000 per kg.

e. Penjualan per kebun pada saat panen per farm sale at harvest

Metode penjualan per kebun pada saat panen hanya dipraktekkan oleh petani jeruk keprok di dataran tinggi. Pada saat jeruk siap panen, petani mendatangi pedagang atau sebaliknya dan melakukan tawar-menawar harga jeruk per kebun. Setelah ada kesepakatan harga dan pengamatan di lapangan telah dilakukan, maka seluruh buah jeruk yang ada di dalam kebun menjadi milik pedagang. Petani tetap bertanggung jawab terhadap jeruk yang sisa dari panenan pertama sampai dengan panenan terakhir. Metode ini mirip dengan metode pertama dan kedua. Selain itu, kondisi buah jeruk per pohon yang terdapat di dalam satu kebun tidak sama. Ada pohon dengan jumlah buah lebih besar dari 50 kgpohon dan ada juga yang kurang dari 5 kgpohon. Harga jual per kebun sedikit lebih rendah bila petani menjualnya dengan metode harga per pohon pada saat panen. Namun petani merasa cukup beruntung dengan metode ini karena mereka terhindar dari biaya panen, transportasi, pengepakan dan pungutan lainnya. Petani hampir tidak melakukan penjualan JKS berdasarkan tingkat kelas buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dikelaskan oleh petani pengecer dan pedagang atas dasar berat, diameter dan jumlah buah per kg, maka terdapat perbedaan harga jeruk antar kelas yang cukup besar Tabel 53. Harga jeruk yang dijual di muka adalah 49 lebih rendah Rp 4 250 per kg bila dibandingkan dengan harga jual jeruk pada saat panen Rp 8 800 per kg. Sedangkan harga jual jeruk dengan sistem borongan adalah 44 lebih rendah Rp 5 333 per kg bila dibandingkan dengan metode penjualan per kg pada saat panen Rp 12 267 per kg. Harga jual jeruk maksimum terjadi pada jeruk kelas super yakni Rp 24 500 per kg pada saat panen. Para petani menggunakan metode penjualan yang berbeda sangat erat kaitannya dengan luas kebun jeruk, tingkat pendapatan, harga jeruk pada tahun tersebut, jumlah tenaga kerja keluarga, tingkat pendidikan petani dan jarak tempat tinggal petani dengan pasar. Petani yang memiliki kebun jeruk yang agak luas merasa mempunyai biaya rendah per pohon dan perbedaan penjualan dengan metode per pohon dan per kg juga besar. Sehingga petani dengan jumlah pohon jeruk yang lebih banyak cenderung menjual jeruk mereka dengan metode penjualan per kg. Tabel 53. Rata-Rata Harga Jual Jeruk Keprok SoE Di Tingkat Petani Berdasarkan Sistem Penjualan dan Kelas Mutu Harga Jual RpKg Berdasarkan Sistem Penjualan dan Kelas Mutu Dataran Tinggi Dataran Rendah Rata- Max Min Rata- Max Min rata rata Jual di muka: per pohon dan per kg 1 4 250.0 4 500.0 4 000.0 4 250.0 4 500.0 4 000.0 Saat panen : Per pohon kebun 5 333.3 5 500.0 5 000.0 5 000.0 5 000.0 5 000.0 Per kg rata-rata 2 12 266.7 : 16 525.0 9 125.0 11 560.4 16 525.0 7 625.0 Kelas Super 16 000.0 24 500.0 12 500.0 14 645.8 24 500.0 9 500.0 Kelas I 13 358.3 17 600.0 10 000.0 12 470.8 17 600.0 8 000.0 Kelas II 11 208.3 16 000.0 8 000.0 10 750.0 16 000.0 7 000.0 Kelas III 8 500.0 12 000.0 6 000.0 8 375.0 12 000.0 6 000.0 Total Rata-rata 9 775.0 9 250.0 Sumber: Data Primer, 2010 diolah. Keterangan: : dihitung dari petani secara individu dengan mengkonversikannya ke kg pada saat panen khusus untuk penjualan borongan per pohon atau per kebun. 1 : Rata-rata harga penjualan di muka per pohon dan kg 2 Para petani dengan tingkat pendapatan usahatani yang tinggi cenderung menjual jeruk mereka per pohon pada saat panen. Harga yang tinggi pada saat musim jeruk pada tahun tersebut mendorong petani untuk menjual jeruknya dengan metode penjualan per kg pada saat panen. Petani dengan jumlah anggota keluarga yang besar memampukan mereka untuk memanen sendiri dan menjual jeruk mereka dengan sistem per kg. Petani dengan tingkat pendidikan yang lebih : Rata-rata harga masing-masing kelas di tingkat petani kebun, pasar kecamatan, pasar kabupaten dan pasar Provinsi di Kupang. tinggi formal atau informal lebih suka menjual jeruk mereka per kg. Sama halnya dengan petani dengan pengalaman berusahatani yang lama cenderung menjual jeruknya dengan metode per kg. Pengangkutan merupakan isu penting bagi petani yang tinggal jauh dari pusat pasar dan jalan raya yang tidak memadai. Petani yang tinggal dekat dengan pasar atau jalan raya beraspal, memanen dan menjual sendiri jeruk mereka dengan metode penjualan per kg.

5.5.4.3. Dari Segi Promosi

Secara ideal promosi penjualan dapat dilakukan dengan cara iklan, demonstrasi penjualan, motivasi sales force dan publikasi. Namun di tingkat petani hal-hal ini sulit dilakukan dengan tujuan pemasaran yang dipraktekan adalah penjualan secara langsung, tanpa ada upaya untuk mempromosikan produk dengan tujuan untuk meningkatkan volume penjualan. Pedagang hanya sebatas memajangkan produk di pasar local atau dipinggir jalan Gambar 39. Pemerintah kabupaten bersama dengan Pemerintah Provinsi telah berupaya banyak memperkenalkan jeruk keprok SoE ini di tingkat pusat di Jakarta dan kota lain di Indonesia dengan mengikuti pameran pembangunan. Sebagai contoh, pada tahun 2010, Pemerintah Provinsi NTT telah mengikutsertakan jeruk keprok SoE dalam pekan flora dan flori di Batam dan Gelar Buah di Istana Negara di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 2010. Selain itu, jenis promosi produk lainnya seperti advertensi periklanan dan publisitas seminar, tulisan ilmiah yang dipublikasikan juga sudah dilakukan oleh berbagai stakeholders seperti Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Lembaga-Lembaga Penelitian lainnya.

5.5.4.4. Dari Segi Distribusi: Tempat Penjualan

Pada bagian terdahulu telah dibahas lebih banyak tentang saluran pemasaran jeruk keprok SoE. Pada sub bagian ini akan dibahas tentang distribusi jeruk keprok SoE dengan fokus pada fasilitas dan strategi yang berkaitan dengan tempat penjualan point of sale. Gambar 39. Personal Selling : Memotivasi Pelanggan dengan Cara Memajangkan Produk di Pinggir Jalan Raya Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Jangkauan pemasaran jeruk keprok SoE masih sangat terbatas pada pasar lokal di NTT 99. Jeruk keprok SoE dikategorikan produk pertanian yang mudah rusak. Keterbatasan sarana transportasi, gudang dan inventori turut memperburuk kualitas jeruk keprok SoE. 2. Transportasi darat yang digunakan oleh petani dan pedagang untuk mendistribusikan produk mereka adalah kendaraan umum bus dan truk dimana jeruk diangkut bersama penumpang dan barang dagangan lainya. Dari kebun atau rumah petani, jeruk keprok bersama dengan barang dagangan lainnya terkadang dipikul dengan tenaga manusia yang cukup memakan waktu dengan keamanan yang tidak terjamin dalam perjalanan menuju pasar tujuan. 3. Gudangtempat penyimpanan dan fasilitas pendingin cool storage selama penyimpanan tidak tersedia baik di tingkat petani maupun di tingkat pedagang. Akibatnya, tingkat kehilangan hasil pasca panen jeruk tinggi. 4. Peralatan lain untuk pendistribusian seperti boxpeti pengangkutan produk tidak ada. Jeruk dimasukan di dalam karung plastik atau keranjang bamboo yang kasar atau gardus bekas pembungkusan rokok gudang garam sehingga mudah rusak. 5. Tidak ada orang atau pedagang yang mengkhususkan diri memasarkan jeruk keprok SoE, yang ada hanyalah pedagang komoditi pertanian secara umum. Para pedagang dari desa sering ke pasar dengan membawa jeruk bersamaan dengan komoditi lain seperti pisang. Petani ke pasar dengan tujuan ganda, baik untuk menjual hasil pertanian mereka maupun untuk membeli barang kebutuhan-kebutuhan pokok mereka. Tempat pemajangan produk terletak di pasar tradisional 31.5 dan dipinggir jalan raya 60, Sisanya 8.5 tercecer. Sedangkan perbedaan tempat distribusi dan harga dalam pemasaran JKS berdasarkan tempat penjualan adalah seperti tercantum pada Tabel 54, Gambar 40 dan Gambar 41. 6. Saluran pemasaran yang paling banyak digunakan adalah dari petani ke pedagang pengumpul sebanyak 61 seperti yang sudah dijelaskan pada bagian terdahulu bab ini. Dari gambar-gambar tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas 62 petani contoh secara rata-rata menjual jeruknya di kebun dengan harga yang paling rendah bila dibandingkan dengan harga jual JKS di pasar-pasar lainnya. Penjualan jeruk keprok di pasar provinsi di kota Kupang menempati urutan kedua terkecil, namun harga jual jeruk sangat tinggi. Sebanyak 72 petani responden di daerah dataran tinggi menjual jeruk mereka di kebun, sedangkan di daerah dataran rendah adalah sebanyak 51 dari total petani respnden. Tabel 54. Persentase Banyaknya Petani Berdasarkan Tempat Penjualan Jeruk Keprok SoE Tempat Penjualan Dataran Tinggi Dataran Rendah Rata-rata 2 Rata-rata Max 2 Kg 1 Min Kg 1 Rata-rata Max 2 Kg 1 Min Kg 1 Kebun 71,92 800,00 20,00 51,33 250 20 61,63 Pasar kecamatan 13,55 270,00 20,00 36,60 200 29 25,08 Pasar Kabupaten 4,85 200,00 30,00 5,73 200 35 5,29 Pasar propinsi 7,55 350,00 45,00 1,18 50 26 4,37 Lainnya 2,13 3 30,00 2,00 5,15 13 2 3,64 Sumber: Data Primer, 2010 diolah. Keterangan: 1 : Nilai max dan min kg individual petani contoh, dalam satuan kg termasuk hasil konversi ke kg dari jumlah penjualan borongan 2 : Persentase dari jumlah petani 3 : di pinggir jalan, tempat-tempat keramaian umum atau pedagang keliling. Gambar 40. Persentase Petani Berdasarkan Tempat Penjualan Jeruk Keprok SoE Kebun Pasar Kecamatan Pasar Kabupaten Pasar Provinsi Lainnya Dataran Tinggi 72 14 5 8 2 Dataran Rendah 51 37 6 1 5 10 20 30 40 50 60 70 80 P e r se n tas e P e n ju al an Tempat Penjualan Dataran Tinggi Dataran Rendah Gambar 41. Perbedaan Harga Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Tempat Penjualan Keterampilan petani produsen dalam hal teknologi produksi dan pemasaran jeruk keprok SoE sangat rendah. Teknologi pemasaran yang rendah ini telah membuat komoditi andalan lokal ini memiliki pangsa pasar yang kecil, sebatas di NTT 99. Keadaan ini diperburuk dengan kondisi produktivitas lahan yang rendah sedangkan permintaan pasar tinggi. Dengan kata lain, permintaan terhadap jeruk keprok SoE di provinsi NTT sendiri melebihi penawaraanya. Akibatnya, harga jeruk keprok SoE lebih tinggi dibandingkan dengan harga jeruk sejenis lainnya, terutama jeruk impor yang beredar di pasar-pasar di provinsi Nusa Tenggara Timur. Harga yang tinggi juga disebabkan oleh buruknya infrastruktur seperti jalan usahatani di daerah-daerah sentra produksi jeruk keprok SoE.

5.6. Produksi dan Produktivitas Usahatani Jeruk Keprok SoE