Bibit dan Jumlah Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE

10-15 dibandingkan dengan jumlah tanaman jeruk keprok mereka perbandingan luasan penanaman. Komposisi inilah yang dijadikan responden di dalam penelitian ini. Pola tanam campuran diutamakan ketika umur tanaman kurang dari 4 tahun setelah tanam, di mana tanaman jeruk belum memberikan naungan yang berarti bagi tanaman lainnya. Pola tanam campuran ini juga yang telah memberikan kondisi kepadatan populasi tanaman jeruk keprok per ha yang lebih rendah bila dibandingkan dengan potensialnya.

5.2.2. Bibit dan Jumlah Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE

Sebagian besar 72 para petani melakukan penanaman jeruk keprok pada musim tanam tahun 20092010. Rata-rata penggunaan bibit tanaman jeruk yang ditanam petani adalah 56.1 pohon dengan kisaran 16.3 – 92.0 pohon anakan per petani di zona dataran tinggi. Sedangkan di zona dataran rendah, Rata-rata penggunaan bibit tanaman jeruk adalah 9.8 pohon dan rata-rata kedua zona adalah sebesar 33 pohon per petani. Tanaman yang ditanam tahun 2009-2010 adalah bibit yang berasal dari okulasi 100. Untuk tanaman yang produktif, petani yang mengunakan anakan okulasi adalah sebanyak 97 dan sisanya 3 memakai bibit dari biji. Hasil wawancara dengan petani responden menunjukkan bahwa sumber bibit tanaman jeruk yang masih bertumbuh di kebun petani baik yang ditanam pada tahun 2010 maupun sebelumnya yang digunakan petani adalah dari Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten 35, penangkar benih lokal 20, dari tetangga 15 dan produksi sendiri 30. Kabupaten TTS mempunyai 1 unit Blok Fondasi BF seluas 30 m 2 dengan jumlah tanaman induk 15 pohon. Bibit jeruk keprok SoE yang ditanam oleh petani berasal dari pembenihan oleh penangkar dengan dukungan Blok Penggandaan Mata Tempel BPMT. Lokasi BPMT terletak di kebun Dinas Pertanian provinsi NTT sebanyak tiga unit dengan luas keseluruhan 120 m 2 Tabel 42. Penangkar Benih Jeruk Keprok SoE di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Tahun 2009 dan mampu menghasilkan 30 000 mata temple per tahun. Jenis batang bawah yang digunakan adalah Rough Lemon RL. Mata temple dari BPMT digunakan oleh penangkar untuk menghasilkan tanaman jeruk keprok SoE siap tanam. Daftar penangkar benih jeruk keprok SoE adalah seperti tercantum pada Tabel 42. No Nama Penangkar Alamat Kapasitas Produksi BatangTahun 1 Kelompok Nekmese Nonofau - Kualeu 50 000 2 Kelompok Sinar Nonofau - Kualeu 50 000 3 Kelompok Suka Maju Nonofau - Kualeu 50 000 4 Kelompok Fajar Boentuka-Batu Putih 50 000 5 Kelompok Karya Oeklani-Desa Oinlasi 30 000 6 Kebun Dinas Pertanian Oenali dan Oelnunuh 50 000 7 Yurits Taneo Oelnunuh 25 000 8 Simon Biliu Oebesa 10 000 Jumlah 315 000 Sumber: Departemen Pertanian, 2009b. Kondisi bibit tanaman jeruk keprok yang ditanam petani adalah tidak berlabel biru 100, dan tidak memenuhi prosedur seperti yang diceritakan di atas; sehingga mutunya kurang terjamin bisa saja tidak bebas dari hama-penyakit sehingga pertumbuhan tanaman tidak baik. Gambar 33 berikut ini memperlihatkan adanya kondisi bibit tanaman JKS yang diproduksi petani dan Balai Benih Induk BBI di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Produksi bibit petani jauh lebih rendah kualitasnya dibandingkan dengan bibit yang diproduksi BBI, namun semuanya tidak berlabel biru. a Kondisi Bibit Tanaman Jeruk Keprok SoE Produksi Petani yang tidak Berlabel b Kondisi Bibit Tanaman Jerk Keprok SoE Produksi BBI tidak Berlabel Gambar 33. Kondisi Bibit Tanaman Jeruk Keprok SoE Sebagian besar 94.80 seperti yang ditunjukkan Tabel 40 poin 11 terdahulu petani responden tidak mengetahui bagaimana cara membuat bibit vegetatif seperti mencangkok, menempel dan menyambung dalam berbagai bentuk. Petani pada umumnya 97 tidak mengetahui penentuan bibit yang baik atau bibit yang berkualitas terutama dalam ukuran bibit, sumber batang bawah, batang atas dan umur bibit yang siap tanam. Selain itu, petani responden sedikit sekali yang pernah mendapatkan pelatihan tentang produksi benihbibit secara vegetatif. Hasil wawancara dengan petani responden menunjukkan bahwa sumber bibit produksi petani sendiri bersumber dari pohon yang tumbuh di kebun mereka sendiri yang bukan merupakan pohon induk yang sehat belum terdeterminasi oleh Dinas Pertanian yang berwenang seperti Balai Sertifikasi Benih baik Kabupaten maupun Provinsi. Selain itu, pohon sebagai sumber benih yang sudah dideterminasi juga masih tetap berproduksi. Hal ini dibiarkan oleh petani, karena pohon tersebut merupakan sumber produksi buah jeruk pada tahun berjalan. Idealnya, pohon jeruk yang merupkan sumber benih vegetatif, selama menjadi pohon induk tidak boleh berproduksi agar lebih sehat dan kuat. Penentuan pohon induk sebagai sumber benih JKS di masa datang merupakan hal paling utama demi peningkatan produktivitas yang tinggi. Tanaman yang sehat bersumber dari benih yang sehat. Benih yang sehat hanya dapat diperoleh dari pohon induk yang sehat dan melalui tangan-tangan petani penangkar yang terampil. Jika pohon induk itu berada di dalam kebun petani, sebaiknya dipastikan agar tidak berproduksi selama menjadi pohon induk. Petani perlu diberi kompensasi pendapatan sesuai dengan perkiraan produksi dari pohon yang bersangkutan. Kompensasi itu sebaiknya diberikan oleh Pemerintah Daerah. Rata-rata jumlah tanaman yang diusahakan petani responden di daerah penelitian tercantum pada Tabel 43. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata- rata kepemilikan tanaman jeruk yang belum produktif umur 1 sampai dengan 4 tahun lebih besar yakni 57.2 dibandingkan dengan tanaman produktif yang hanya 42.8 per petani. Petani responden di zona dataran rendah memiliki rata- rata jumlah tanaman produktif yang lebih banyak 55 dibandingkan dengan petani responden di zona dataran tinggi 31. Tetapi jumlah pohon produktif secara aktual untuk dataran tinggi adalah lebih banyak 58 pohon per petani per 0.92 ha atau 63 pohonha dibandingkan dengan dataran rendah yang hanya memiliki sebesar 28 pohon per petani per 0.41 ha 44 pohonha. Jumlah kepemilikan tanaman untuk kedua daerah pengembangan ini masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah secara potensialnya 278 pohon per ha. Daerah dataran rendah memiliki jumlah tanaman JKS yang paling sedikit dikarenakan oleh kondisi lingkungan fisik, terutama jumlah kering yang lama ≥ 8 bulan. Tabel 43. Rata-rata Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE Petani Responden Dataran Tinggi Dataran Rendah Rata- Rata No Karakteristik Rata- Max Min Rata- Max Min rata rata 1 Tanaman belum berbuah pohon 130,00 355,0 10,0 23,00 152,0 2,0 77,00 2 Tanaman sudah berbuah pohon 58,00 265,0 12,0 28,00 85,0 5,0 43,00 3 Jumlah total tanaman yang dimiliki petani pohon 188,00 620,0 22,0 51,00 237,0 7,0 120,0 4 Produktivitas kgpohon 8,40 30,0 0,35 4,00 18,1 1,09 6,30 5 Kepadatan populasi pohonha 203,00 424,0 50,0 81,00 364,0 28,0 175,0 Sumber: Data Primer, 2010 diolah; Lampiran 4 dan 5. Keterangan: :Niali max-min jumlah kepemilikan tanaman JKS secara individual :Jumlah kepemilikan tanaman JKS oleh petani yakni jumlah tanaman yang belum berbuah ditambah dengan yang sudah berbuah per hektar Rata-rata jumlah tanaman yang dimiliki petani contoh secara total baik yang sudah berbuah maupun yang belum poin 3 pada Tabel 43 adalah sebanyak 119.5 pohon per petani per 0.66 ha per luasan lahan yang diusahakan atau sebanyak 160.13 pohon per ha. Bila dibandingkan dengan populasi tanaman per ha secara ideal, maka peluang peningkatan jumlah tanaman per ha masih sebesar 37.1. Secara ideal, satu ha lahan jeruk keprok dengan jarak tanam 6 x 6 meter dengan pola tanam monokultur adalah 278 pohon. Jumlah tanaman yang dimiliki petani responden di zona dataran tinggi jauh lebih besar 188.1 pohonpetani0.92 ha atau 203 pohon per ha dibandingkan dengan yang dimiliki oleh petani di zona dataran rendah 50.9 pohonpetanio.41 ha atau 80.9 per ha. Peluang peningkatan jumlah populasi tanaman per ha bagi petani di dataran tinggi adalah sebesar 27 dan dataran rendah adalah sebesar 70 terhadap jumlah populasi potensial 278 pohon per ha. Peluang ini kemungkinan besar tercapai mengingat bahwa JKS merupakan aset warisan, indikator umur anak dan prestise petani. Namun, perlu disadari bahwa faktor eksternal seperti iklim yang ekstrim kering di daerah dataran rendah telah menyebabkan sedikitnya jumlah tanaman JKS yang dimiliki petani per hektarnya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan peluang peningkatan jumlah tanaman jeruk di daerah dataran rendah, maka sistem pengairan usahatani secara teknis perlu untuk direncanakan dan dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Tingkat produktivitas tanaman jeruk keprok per pohonnya adalah masih sangat rendah yakni hanya 6.20 kg per pohon atau 1.9 tonha dibandingkan dengan produktivitas potensialnnnya 250 kg per pohon. Dengan demikian, masih terdapat peluang peningkatan produktivitas sebesar 97.24 jika diusahakan secara intensif. Rata-rata produktivitas JKS di zona dataran tinggi adalah 8.4 kg per pohon atau 2.3 tonha dan zona dataran rendah sebesar 4.0 kg per pohon atau 1.1 tonha. Produktivitas JKS di zona dataran rendah adalah 50 lebih rendah faktor iklim yang kurang mendukung, dibandingkan dengan dataran tinggi. Peluang peningkatan produktivitas masih sangat besar yakni sebesar 96.6 dan 98.3 untuk zona dataran tinggi dan zona dataran rendah secara berturut-turut. Sedangkan rata-rata produktivitas jeruk keprok nasional adalah 22.13 tonha atau 80 kg per pohon Departemen Pertanian, 2009a. Hasil studi Bahar dan Nugraheni 2008 menunjukkan bahwa produktivitas jeruk keprok di provinsi Sumatra Selatan adalah sebesar 70.22 kg per pohon dan di Jawa Timur sebesar 38.89 kg per pohon. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas JKS di Nusa Tenggara Timur. Kepemilikan tanaman berdasarkan umur tanaman adalah seperti tercantum pada Tabel 44 dan Gambar 34. Dari tabel dan gambar tersebut diketahui bahwa petani responden memiliki umur tanaman sangat beragam dan kepemilikan dengan tren menurun sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Tabel 44. Rata-Rata Jumlah Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE Petani Responden Berdasarkan Umur Tanaman Umur Tanaman Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 20 Total Dataran Tinggi pohon 56.1 31.3 27.0 16.0 7.9 4.6 1.1 2.1 3.1 5.4 3.2 6.1 4.0 5.6 1.9 2.6 2.0 2.9 1.3 1.1 2.7 188.1 Dataran Rendah pohon 9.8 5.75 3.49 3.8 2.5 2.6 2.3 1.8 2.5 2 2.33 2.08 1.68 1.64 1.3 1.51 1 0.67 0.8 0.6 0.7 50.9 Rata-Rata pohon 32.9 18.5 15.3 9.9 5.2 3.6 1.7 2.0 2.8 3.7 2.8 4.1 2.8 3.6 1.6 2.0 1.5 1.8 1.0 0.9 1.7 119.5 Sumber: Data Primer, 2010 diolah. Sumber: Tabel 44. Gambar 34. Jumlah Kepemilikan Tanaman Jeruk Keprok SoE Berdasarkan Umur Tanaman 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 20 Ju m lah Tan am an P o h o n Umur Tanaman Tahun Dataran Tinggi pohonpetani Dataran Rendah pohonpetani Petani contoh senantiasa menanam jeruk keprok dari tahun ke tahun, namun kekurangan air, bibit yang tidak berkualitas dan perawatan yang tidak intensif telah menyebabkan banyaknya tanaman yang mati pada umur 2 sampai 5 tahun setelah tanam. Permasalahan utama banyaknya jeruk petani yang mati adalah kualitas bibit yang rendah. Hal ini dibenarkan oleh staf Balai Benih Induk BBI Provinsi Nusa Tenggara Timur pers.com tanggal 12 Februari 2010. Memang ketersediaan benihbibit jeruk keprok berkualitas yang belum mencukupi bukan saja merupakan masalah yang dihadapi oleh Provinsi NTT namun juga merupakan permasalahan secara nasional Departemen Pertanian, 2008d. Permasalahan ini diperparah dengan kondisi infrastruktur perbenihan pohon induk, Blok Fondasi dan BPMT jeruk keprok yang belum sepenuhnya memadai. Sedangkan infrastruktur pengairan usahatani juga tidak tersedia. Padahal permasalahan pengaiaran usahatani lahan kering adalah sangat penting untuk difokuskan di dalam pengembangan dan peningkatan produktivitas jeruk kerpok. Menurut para petani respopnden, banyaknya tanaman jeruk muda yang mati juga disebabkan oleh adanya serangan hama dan penyakit. Tanaman jeruk mulai terserang hama dan penyakit sejak tahun 2007. Setiap tanaman yang mati, petani mengganti dengan tanaman baru namun juga tetap mati pada tahun berikutnya. Hal ini dibenarkan juga oleh laporan koran Pos Kupang 27 Februari 2010. Sampai dengan tahun 2010, belum ada penelitian yang dijalankan untuk mengidentifikasi hama dan penyakit yang menyerang jeruk keprok SoE selama tiga tahun terakhir ini. Petani jeruk sudah sering menyampaikan keluhan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan, namun tidak ada tanggapan yang serius. Kurangnya tenaga teknis lapangan di bidang hama dan penyakit yang bertugas memberikan penyuluhan juga memperpanjang penderitaan para petani di dalam menghadapi permasalahan hama dan penyakit jeruk keprok SoE. Apabila persoalan ini tidak segera ditangani secara serius dan tuntas, maka tanaman jeruk keprok SoE akan bernasib sama seperti tanaman apel di dataran tinggi kabupaten Timor Tengah Selatan yang punah sebagai akibat serangan hama dan penyakit pada tahun 1982-1984.

5.2.3. Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga