discharge yang sedikit, dysuria dan intermenstrual bleeding. Infeksi gonorrhoeae juga berhubungan dengan pelvic inflammatory
disease PID. c. Trichomonas vaginalis dapat menyebabkan vaginal discharge
warna kuning yang menyengat, yang sering berlebihan dan berbusa, disertai rasa gatal pada vulva dan rasa sakit, dysuria,
abominal pain dan dyspareunia. Infeksi ini juga berhubungan partus prematur.Tetapi infeksi ini juga kebanyakan bersifat asimptomatik.
Pengobatan Infeksi Menular Seksual Vaginal discharge a. Chlamydia trachomatis; pemberian secara oral doxycycline 100 mg
dua kali sehari selama 7 hari kontrandikasi pada kehamilan; azithromycin 1 g dosis tunggal WHO merekomendasikannya pada
kehamilan. b. Gonorrhoea; pemberian secara oral cefixime 400 mg dosis tunggal
atau ceftriaxone 250 mg intramuscular dosis tunggal. c. Trichomonas vaginalis; pemberian secara oral metronidazole 2 g
dosis tunggal atau metronidazole 400-500 mg dua kali sehari selama 5-7 hari.
Dalam penatalaksaan selanjutnya, pasangan pasien sebaiknya diidentifikasi, dilakukan screening dan diobati sehingga tidak terjadi re-
infeksi dari pasangannya.
2.9. Metode Pemeriksaan Chlamydia trachomatis
Universitas Sumatera Utara
Untuk menunjukkan adanya infeksi genital oleh Chlamydia. trachomatis bahan pemeriksaan harus diambil uretra atau cerviks dengan
menggunakan swab kapas dengan tangkai metal. Pada wanita Chlamydia trachomatis lebih sering dapat diisolasi di cerviks dari pada uretra.
a. Biakan Sampai tahun 1980-an diagnosis infeksi Chlamydia trachomatis
terutama berdasarkan pada isolasi organisma dalam biakan sel jaringan. Ini merupakan metode tradisional untuk diagnosis laboratorium dan tetap
sebagai metode pilihan untuk spesimen medikolegal dimana sensitivitas diperkirakan 80-90 dan spesifitasnya 100. Yang dapat digunakan
adalah sel-sel Mc. Coy yaitu sel-sel yaitu sel-sel fibroblas tikus L-cells. Biakan sel dapat juga digunakan mencari bahan inklusi Chlamydia dengan
bantuan grup spesifik fluorescein - labelled antibodi monoklonal terhadap Chlamydia
trachomatis. Prosedur ini membutuhkan mikroskop
fluorescens.
b. Pemeriksaan Mikroskopik Pemeriksaan dalam gelas objek diwarnai dengan pewarnaan
giemsa atau larutan jodium dan diperiksa dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pewarnaan Giemsa, Badan Inklusi BI terdapat intra
sitoplasma sel epitel akan nampak warna ungu tua, sedangkan dengan pewarnaan yodium akan terlihat berwarna coklat. Jika dibanding dengan
cara kultur, pemeriksaan mikrosopik langsung ini sensitivitasnya rendah dan tidak dianjurkan pada infeksi asimtomatik.
Universitas Sumatera Utara
c. Deteksi Antigen Langsung Dikenal 2 cara pemeriksaan antigen yaitu:
1 Direct Fluorescent Antibody DFA Cara ini merupakan test non-kultur pertama dimana Chlamydia
trachomatis dapat ditemukan secara langsung dengan metode monoklonal antibodi yang dilabel dengan fluorescein. Dengan teknik ini
Chlamydia bebas ekstraseluler yang disebut badan elementer BE dapat ditemukan. Kadang-kadang juga dapat ditemukan badan inklusi
intrasitoplasmik. Cara ini tidak dapat membedakan antara organisme mati atau hidup, tetapi keuntungannya tidak membutuhkan biakan sel jaringan
dan hasilnya dapat diketahui dalam 30 menit. 2 Enzym Immuno Assay EIA
Banyak tes-tes yang tersedia saat ini menggunakan teknik ini. Tidak seperti DFA, EIA bersifat semiautomatik dan sesuai digunakan
untuk memproses spesimen dalam jumlah besar. d. Serologik
Tes serologik tidak digunakan secara rutin dan luas untuk diagnosa infeksi traktus genitalis Chlamydial kecuali untuk LGV, oleh karena
dijumpai prevalensi antibodi pada populasi seksual aktif yang mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi Chlamydia trachomatis, yaitu berkisar 45 -
60 dari individu yang diperiksa. Walaupun tidak selalu dijumpai pada setiap kasus infeksi genital tanpa komplikasi, antibodi terhadap Chlamydia
Universitas Sumatera Utara
trachomatis biasanya timbul setelah infeksi dan dapat menetap selama bertahun tahun. Respon Ig M dapat dilihat pada infeksi episode pertama.
Berbagai teknik serologik diaplikasikan untuk mempelajari infeksi clamydial antara lain:
1. Complement Fixation CFT CFT menggunakan antigen “group” Chlamydia untuk mendeteksi
serum antibody terhadap semua anggota genus ini. Konsekuensinya, deteksi antibody terhadap antigen lipopolysacharida Chlamydial tidak
dapat membedakan antara infeksi Chlamydia trachomatis dengan Chlamydia psittaci dan juga tidak cukup sensitif untuk deteksi antibodi
terhadap Chlamydia pneumonia. 2. Microimmunofluorescence MIF
MIF menggunakan antigen Chlamydial purifikasi tertentu yang ditempatkan diatas slide kaca bereaksi dengan serum penderita. Test ini
sensitif dan spesifik, dimana pada sebagian besar kasus dapat memberikan informasi mengenai serotype infeksi Chlamydia trachomatis.
Selain di serum, antibodi dapat juga ditemukan pada sekresi lokal tubuh lainnya seperti air mata dan sekresi genital. Antibodi Chlamydia
trachomatis dapat diklasifikasikan menurut Ig Ig M, Ig G dan Ig A dengan teknik ini. Respon Ig M merupakan ciri infeksi akut dan terutama
digunakan dalam diagnosis infant Chlamydial pneumonia. Hasil serologik Chlamydial biasanya diinterprestasikan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a Infeksi akut ; titer Ig M l : 8 danatau peningkatan 4 kali lipat atau lebih, atau penurunan titer Ig G.
b Infeksi kronik ; titer Ig G tetap tinggi l : 256.
e. Test DNA Chlamydia 1. DNA Hibridisasi DNA Probe
Test ini sensitivitasnya kurang dibandingkan metode kultur yaitu 75- 80 dan spesifitas lebih dari 99 .
2. Nucleic Acid Amplification. Teknik amplifikasi nukleat yang terbanyak dipakai yaitu:
Polymerase Chain Reaction PCR dan Ligase Chain Reaction LCR. Test ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi, dan dapat
menggunakan non-invasif spesimen seperti urine untuk menskrining infeksi asimtomatik pada wanita maupun pria.
Skrining Chlamydia trachomatis Berdasarkan hasil-hasil penelitian, mayoritas menyimpulkan dan
merekomendasikan bahwa semua wanita usia dibawah 25 tahun sebaiknya dilakukan skrining infeksi Chlamydia trachomatis setiap tahun
Mishori, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria perilaku juga bisa dijadikan acuan untuk melakukan screening untuk wanita usia diatas 25 tahun, yaitu jumlah pasangan
seksual, pasangan seksual lebih dari satu atau adanya pasangan baru dan riwayat infeksi sebelumnya. Oleh karena re-infection rates cukup
tinggi dan terjadi dalam beberapa bulan, komplikasi ini dapat dikurangi dengan mengobati pasangan seksualnya. Screening ulangan dapat
dilakukan kembali 4 – 6 bulan setelah infeksi awal. Data dari suatu penelitian randomized controlled trial tentang
skrining Chlamydia menunjukkan bahwa program skrining ini dapat mengurangi insidensi PID sebesar 60.
Pengobatan Menurut rekomendasi Centers for Disease Control and Prevention
CDC untuk pengobatan infeksi Chlamydia dapat digunakan azithromycin dan doxycycline sebagai obat pilihan pertama yang mempunyai efektivitas
95 dan eryromycin atau sulfa sebagai pilihan kedua, namun kurang efektif dan mempunyai efek tambahan.
2.10. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Infeksi Chlamydia