bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan infeksi genital Chlamydia.
Pada Tabel 5 di atas tampak bahwa dari kelompok ibu yang positif Chlamydia maupun dari kelompok ibu yang negatif Chlamydia, ternyata
hanya sebagian kecil saja yaitu masing-masing 15,8 dan 10,9 ibu dengan sikap kurang baik. Berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi-
square diperoleh nilai p lebih besar dari 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara sikap ibu dan infeksi
genital Chlamydia. Untuk variabel tindakan, dapat dilihat bahwa pada ibu yang
mengalami infeksi genital Chlamydia ternyata terdapat proporsi sebesar 21,1 dari kelompok ibu tersebut dengan kategori tindakan kurang baik.
Hasil uji statistik dengan Chi-square diperoleh nilai p lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat bermakna
antara tindakan ibu dengan infeksi genital Chlamydia.
d. Hubungan Higiene dan Sanitasi dengan Infeksi Chlamydia trachomatis
Higiene dan sanitasi merupakan suatu keadaan dan kebiasan sehari-hari yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan dan
mencegah tertular dari suatu penyakit. Pada penelitian ini masalah higiene dan sanitasi yang diteliti meliputi sumber air untuk mandi, cuci dan kakus
MCK, jenis jamban yang digunakan, frekuensi mandi, penggunaan air
Universitas Sumatera Utara
dan sabun setelah buang air besar BAB, penggunaan pembalut tipis panty liner, dan jenis pembalut haid.
Analisis bivariat faktor higiene dan sanitasi ini terhadap adanya infeksi genital Chlamydia dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Hubungan Faktor Higiene-Sanitasi dengan Infeksi Chlamydia trachomatis
Faktor Higiene dan Sanitasi
Pemeriksaan Chlamydia dengan PCR
Total Nilai p
Positif Negatif
Sumber air Air sumur
Air PAM 6 15,8
32 84,2 26 28,3
66 71,7 32 24,6
98 75,4 p= 0,133
Total 38 100,0
92 100 130 100,0 Jenis Jamban
Jamban duduk JambanJongkok
24 63,2 14 36,8
29 31,5 63 68,5
53 40,8 77 59,2
p= 0,001 Total
38 100,0 92 100 130 100,0
Frekuensi mandi 2xhari
3-4xhari 27 71,1
11 28,9 75 81,5
17 18,5 102 78,5
28 21,5 p= 0,187
Total 38 100,0
92 100 130 100,0 Penggunaan air dan sabun
Tidak Ya
34 89,5 4 10,5
68 73,9 24 26,1
102 78,5 28 21,5
p= 0,051 Total
38 100,0 92 100 130 100,0
Penggunaan pembalut tipis Tidak
Ya 26 68,4
12 31,6 73 79,3
19 20,7 99 76,2
31 23,8 p= 0,184
Total 38 100,0
92 100 130 100,0 Jenis Pembalut haid
Buatan sendiri Buatan pabrik
7 18,4 31 81,6
24 26,1 68 73,9
31 23,8 99 76,2
p= 0,351 Total
38 100,0 92 100 130 100,0
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 6 di atas, diperoleh bahwa dari 38 ibu yang mengalami infeksi genital Chlamydia terdapat 15,8 ibu yang
menggunakan air sumur untuk aktivitas mandi, cuci dan kakus MCK sehari-hari. Namun hasil uji statistik dengan Chi-square menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan sumber air dengan terjadinya infeksi Chlamydia, karena nilai p yang
diperoleh menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,05. Untuk jenis jamban yang digunakan, diperoleh hasil bahwa proporsi
ibu yang menggunakan jamban duduk dan mengalami infeksi genital Chlamydia lebih besar daripada proporsi ibu yang menggunakan jamban
jongkok dan mengalami infeksi genital Chlamydia, yaitu 63,2 berbanding 36,8. Nilai p dari hasil uji statistik dengan Chi-square menunjukkan
adanya hubungan pemakaian jamban dengan infeksi genital Chlamydia. Tabel 6 di atas juga menunjukkan bahwa pada kelompok ibu yang
mengalami infeksi Chlamydia terdapat proporsi yang lebih tinggi pada ibu dengan kebiasaan frekuensi mandi 2 kali per hari 71,1 dibanding
frekuensi mandi 3-4 kali per hari 28,9. Dari hasil uji Chi-square, diperoleh nilai p yang lebih besar dari 0,05 sehingga dapat dinyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi mandi dengan adanya infeksi genital Chlamydia.
Terhadap kebiasaan menggunakan air dan sabun setelah buang air besar BAB diperoleh hasil bahwa dari kelompok ibu yang mengalami
infeksi Chlamydia terdapat proporsi yang lebih tinggi ibu dengan kebiasaan tidak menggunakan air dan sabun setelah buang air besar
Universitas Sumatera Utara
89,5 dibandingkan proporsi ibu yang menggunakan air dan sabun 10,5. Namun hasil uji Chi-square, diperoleh nilai p yang lebih besar
dari 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan air dan sabun setelah buang air besar
dengan adanya infeksi genital Chlamydia. Dalam penggunaan pembalut wanita, dapat dilihat proporsi ibu
yang mengalami infeksi Chlamydia dan tidak mempunyai kebiasaan menggunakan pembalut tipis panty liner lebih tinggi yaitu 68,4,
dibanding proporsi ibu yang mempunyai kebiasaan menggunakan pembalut tipis sehari-harinya. Namun hasil uji statistik dengan Chi-square
diperoleh nilai p lebih besar dari 0,05. Hal ini menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggunakan
pembalut tipis dengan terjadinya infeksi Chlamydia. Demikian juga terhadap penggunaan pembalut saat haid, diperoleh
hasil yang menunjukkan bahwa proporsi kelompok ibu yang terinfeksi Chlamydia dengan menggunakan pembalut buatan sendiri hanya ada
sebesar 18,4, sedangkan pada kelompok ibu yang menggunakan buatan pabrik sebesar 81,6. Berdasarkan uji Chi-square diatas diperoleh
nilai p yang lebih besar dari 0,05, sehingga berdasarkan nilai tersebut dapat diinterpretasikan bahwa tidak terdapat hubungan jenis pembalut
yang digunakan ibu dengan adanya infeksi Chlamydia.
Universitas Sumatera Utara
e. Hubungan Akses Pelayanan Kesehatan Primer dengan Infeksi Chlamydia trachomatis