India, 28 infeksi Chlamydia trachomatis dijumpai pada wanita infertil Malik, et al, 2006; Townshend, et al, 2000
Selain adanya pelvic inflammatory disease PID dan
endometriosis, faktor-faktor lain yang ada hubungannya dengan peningkatan resiko infertilitas meliputi adanya pengaruh lingkungan dan
pekerjaan, efek toksis yang berhubungan dengan tembakau, marijuana, atau obat-obatan lainnya, latihanexercise, diet yang tidak adekuat yang
berhubungan dengan penurunan dan peningkatan berat badan yang ekstrim dan usia lanjut Gracia, et al., 2006
2.8. Vaginal discharge
Vaginal discharge adalah suatu gejala umum yang muncul, dapat bersifat fisiologis ataupun patologis. Meskipun banyak kasus vaginal
discharge tidak disebabkan oleh penyakit menular seksual dan memerlukan pengobatan, namun penyakit menular seksual dapat
memberikan gejala vaginal discharge WHO, 2007a. Cairan vagina fisiologis normal adalah berwarna putih atau jernih, non-
offensive discharge yang bervariasi sesuai siklus menstruasi. Sedangkan gejala-gejala discharge yang abnormal, meliputi:
a. Cairan yang lebih banyak dari biasanya b. Cairan yang lebih kental dari biasanya
c. Cairan seperti nanah pus-like discharge d. Cairan putih dan bergumpal white and clumpy discharge
Universitas Sumatera Utara
e. Cairan yang berwarna keabuan, kehijauan, kekuningan dan sedikit berdarah grayish, greenish, yellowish, or blood-tinged discharge
f. Cairan yang berbau amis foul-smelling discharge; fishy or rotting meat
g. Cairan yang disertai darah, rasa gatal, rasa terbakar, ruam atau rasa sakit.
Beberapa penyebab vaginal discharge, antara lain: a. Non-infective:
1 Physiological 2 Cervical polyps dan ectopy
3 Foreign bodies seperti retained tampon 4 Vulval dermatitis
5 Erosive lichen planus 6 Genital tract malignancy cancer cervix, cancer uterus,
ovarian cancer 7 Fistulae
b. Non-sexually transmitted infection: 1 Bacterial vaginosis
2 Candida infections Candida albicans c. Sexually transmitted infection:
1 Chlamydia trachomatis 2 Neisseria gonorrhoeae
3 Trichomonas vaginalis
Universitas Sumatera Utara
Vaginal discharge yang fisiologis dapat terjadi pada masa usia reproduksi, fluktuasi kadar estrogen dan progesteron sepanjang siklus
menstruasi mempengaruhi kualitas dan kuantitas mucus cervical, sehingga membuat perubahan cairan vagina. Pada awalnya ketika
kadar estrogen rendah, mucus kental dan lengket. Saat kadar estrogen meningkat, mucus menjadi lebih jernih, basah dan lebih elastis.
Setelah ovulasi, mucus kembali mengalami peningkatan kekentalan dan lebih lengket. Pada masa menopause jumlah normal cairan vagina
menurun sejalan dengan penurunan kadar estrogen.
Vaginal discharge pada infeksi Menular Seksual Infeksi Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae dan
Trichomonas vaginalis dapat menimbulkan vaginal discharge tetapi bisa juga tidak ada gejala asimptomatik. Infeksi menular seksual ini
ada hubungannya dengan peningkatan risiko penularan HIV. a. Chlamydia trachomatis dapat menyebabkan vaginal discharge yang
purulen dan banyak, tetapi 80 wanita tidak menunjukkan keluhan ini. Bila infeksi ini tidak diobati, maka sekitar 10-40 dapat
menyebabkan pelvic inflammatory disease PID. Oleh karena itu penegakkan diagnosa infeksi Chlamydia secara dini sangat
penting. b. Neisseria gonorrhoeae juga dapat menyebabkan vaginal discharge
yang purulen, tetapi hampir 50 wanita tidak mempunyai gejala sama sekali asimptomatik. Gejala ringan lainnya seperti vaginal
Universitas Sumatera Utara
discharge yang sedikit, dysuria dan intermenstrual bleeding. Infeksi gonorrhoeae juga berhubungan dengan pelvic inflammatory
disease PID. c. Trichomonas vaginalis dapat menyebabkan vaginal discharge
warna kuning yang menyengat, yang sering berlebihan dan berbusa, disertai rasa gatal pada vulva dan rasa sakit, dysuria,
abominal pain dan dyspareunia. Infeksi ini juga berhubungan partus prematur.Tetapi infeksi ini juga kebanyakan bersifat asimptomatik.
Pengobatan Infeksi Menular Seksual Vaginal discharge a. Chlamydia trachomatis; pemberian secara oral doxycycline 100 mg
dua kali sehari selama 7 hari kontrandikasi pada kehamilan; azithromycin 1 g dosis tunggal WHO merekomendasikannya pada
kehamilan. b. Gonorrhoea; pemberian secara oral cefixime 400 mg dosis tunggal
atau ceftriaxone 250 mg intramuscular dosis tunggal. c. Trichomonas vaginalis; pemberian secara oral metronidazole 2 g
dosis tunggal atau metronidazole 400-500 mg dua kali sehari selama 5-7 hari.
Dalam penatalaksaan selanjutnya, pasangan pasien sebaiknya diidentifikasi, dilakukan screening dan diobati sehingga tidak terjadi re-
infeksi dari pasangannya.
2.9. Metode Pemeriksaan Chlamydia trachomatis