d. Riwayat Aborsi
Infeksi Chlamydia selain dapat menyebabkan infertilitas juga berperan pada terjadinya abortus spontan. Penelitian Al-Sharif 2011 di
Arab Saudi, menemukan adanya infeksi Chlamydia pada penderita yang mengalami abortus sebesar 30. Meskipun mekanisme terjadi abortus
spontan ini belum begitu jelas, namun diduga berkaitan dengan pecahnya ketuban dan prematuritas. Beberapa teori menyatakan kontraksi uterus
dapat dipicu oleh pelepasan cytokine, enzym-enzym proteolitik atau prostaglandin ataupun dipicu oleh mikroorganisme-mikroorganisme
sehingga menyebabkan persalinan prematur Cram et al, 2002. Hasil penelitian ini menunjukkan, dari 130 ibu yang memiliki keluhan
vaginal discharge terdapat 32 orang ibu dengan riwayat aborsi 24,6, sedangkan jumlah ibu yang terinfeksi Chlamydia dan mempunyai riwayat
aborsi sebanyak 28,9. Namun analisis bivariat dengan Chi-square menunjukkan tidak adanya hubungan antara infeksi Chlamydia dengan
riwayat aborsi p=0,461.
e. Penghasilan keluarga
Infeksi Chlamydia sering dijumpai pada kelompok sosio-ekonomi lemah dan pada orang yang tinggal di kota. Hasil penelitian ini
menunjukkan mayoritas subjek penelitian mempunyai penghasilan 1,2 juta rupiah per bulan 89,2. Hal ini mungkin juga dikarenakan mayoritas
subjek mempunyai pendidikan yang sudah lebih baik sehingga sejalan
Universitas Sumatera Utara
dengan besarnya penghasilan yang diperoleh subjek. Adanya kemampuan finansial ini juga dapat mendorong subjek penelitian untuk
datang ke pelayanan kesehatan memeriksakan dirinya. Namun uji Chi- square menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara
infeksi Chlamydia dengan penghasilan keluarga p=0,954.
5.2. Perilaku Kesehatan dan Infeksi Chlamydia
Perilaku kesehatan merupakan segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya khususnya menyangkut
pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit. Pada penelitian ini perilaku
yang diteliti meliputi pengetahuan dan sikap ibu tentang infeksi genital serta tindakan yang dilakukan dalam menangani masalah penyakitnya.
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan dan sikap ibu tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap adanya infeksi Chlamydia.
Hasil sistematik review menyatakan bahwa wanita akan lebih melakukan test Chlamydia bila ia mengetahui Chlamydia merupakan infeksi yang
serius Pavlin et al., 2006. Sedangkan tindakan mempunyai hubungan yang signifikan dengan
infeksi Chlamydia, dimana proporsi ibu yang terinfeksi Chlamydia dan mempunyai tindakan yang kurang baik dalam penanganan keluhan
vaginal dischargenya sebanyak 21,1. Tindakan yang kurang baik ini adalah membiarkan keluhan tersebut karena mungkin mengganggapnya
masih keadaan keputihan yang biasa, dan tindakan mengobati diri sendiri
Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan pengobatan tradisional baik ramuan maupun jamu. Selain itu secara persepsi, wanita menganggap adanya cairan vagina
merupakan infeksi biasa yang dialami wanita dan merupakan keluhan yang sering hilang timbul akibat kebiasaan yang kurang hygienis pada
vagina dan kelembaban vagina, sehingga cenderung membiarkannya Nurbaeti, 2010.
5.3. Higiene dan Sanitasi