Analisis Kebijakan Hasil dan Pembahasan Kebijakan Pengelolaan Limbah

Tabel 53. Hierarki kriteria pengelolaan limbah baja berdasarkan faktor pendukung Faktor Kriteria Pengelolaan Limbah Baja Faktor Pendukung Tujuan Timbulnya limbah Pencemaran kerusakan lingkungan Efisiensi material energi Environmental equity Degradasi lingkungan Ekosistem lingkungan Daya dukung lingkungan Pemanfaatan limbah kembali 0.402 0.153 0.050 0.118 0.062 0.117 0.098 Minimalisasi limbah 0.092 0.067 0.151 0.153 0.147 0.162 0.229 Pencegahan pencemaran pesisir 0.239 0.104 0.233 0.088 0.121 0.152 0.062 Upaya menpertahankan kelesterian wilayah pesisir 0.219 0.119 0.085 0.088 0.140 0.254 0.096 Kebijakan pengelolaan limbah berwawasan lingk dan berkelanjutan 0.170 0.149 0.051 0.277 0.050 0.199 0.104 Pencegahan pencemaran thd kesehatan masyarakat 0.297 0.216 0.161 0.101 0.090 0.055 0.079 Results 0.237 0.135 0.122 0.138 0.102 0.157 0.111 Berdasarkan Tabel 53 tersebut di atas, memperlihatkan bahwa faktor pendukung tujuan paling penting pada pengelolaan limbah industri baja sebagai upaya untuk mempertahankan kelestarian wilayah pesisir kawasan industri Krakatau Cilegon ini adalah: 1 Pemanfaatan limbah kembali memberi nilai tertinggi pada faktor kriteria timbulnya limbah dengan nilai 0,402, 2 Minimalisasi limbah memberi nilai pada faktor kriteria degradasi lingkungan dengan nilai 0,247 dan faktor kriteria daya dukung lingkungan dengan nilai 0,229, 3 Pencegahan pencemaran pesisir memberikan nilai tertinggi terdapat pada faktor kriteria efisiensi material dan energi dengan nilai 0,233, 4 Upaya mempertahankan pesisir memberikan nilai tertinggi terdapat pada faktor kriteria ekosistem lingkungan dengan nilai 0,254, 5 Kebijakan mengelola limbah berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dengan memberikan nilai tertinggi terdapat pada faktor kriteria Environmental equity dengan nilai 0,277, 6 Pencegahan pencemaran thd kesehatan masyarakat dengan memberikan nilai tertinggi terdapat pada faktor kriteria pencemaran kerusakan lingkungan dengan nilai 0,216. 3. Hierarki aktor pengelolaan limbah baja berdasarkan faktor pendukung kriteria Hierarki aktor model pengelolaan limbah industri baja sebagai upaya untuk mempertahankan kelestarian wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon ditentukan berdasarkan faktor pendukung kriteria. Hasil pengolahan dengan menggunakan model AHP Cdplus3.0 disajikan pada Tabel 54. Tabel 54. Hierarki aktor pengelolaan limbah baja berdasarkan faktor pendukung Faktor Aktor Pengelolaan Limbah Baja Faktor Pendukung Kriteria Pemerintah Daerah Industri penghasil baja Divisi K3LH PT. KS Masyarakat sekitar Lembaga Swadaya Masyrakat Peneliti Pakar Tmbulnya limbah 0.301 0.168 0.222 0.118 0.107 0.083 Pencemaran dan kerusakan lingkungan 0.403 0.219 0.157 0.074 0.074 0.074 Efisiensi material dan energi 0.335 0.248 0.155 0.099 0.094 0.068 Environmental Equity” 0.313 0.162 0.203 0.119 0.129 0.075 Degradasi lingkungan 0.293 0.238 0.178 0.124 0.105 0.063 Ekosistem lingkungan 0.353 0.187 0.192 0.092 0.100 0.076 Daya dukung lingkungan 0.312 0.244 0.155 0.121 0.091 0.078 Results 0.330 0.209 0.180 0.107 0.100 0.074 Berdasarkan Tabel 54 tersebut di atas, menunjukkan bahwa faktor pendukung kriteria paling penting pada pengelolaan limbah industri baja sebagai upaya untuk mempertahankan kelestarian wilayah pesisir kawasan industri Krakatau Cilegon ini terdapat 5 lima faktor pendukung yang memiliki nilai tertinggi dari 7 tujuh faktor pendukung kriteria yaitu: 1 Timbulnya limbah memberi nilai tertinggi pada faktor aktor adalah Divisi K3LH PT. Krakatau Steel dengan nilai 0,403 dan PenelitiPakar dengan nilai 0,083, 2 Pencemaran dan kerusakan lingkungan memberi nilai pada faktor aktor adalah pemerintah daerah dengan nilai 0,403, 3 Efisiensi material dan energi memberikan nilai tertinggi terdapat pada faktor aktor adalah Industri penghasil baja dengan nilai 0,248, 4 Environmental equity” memberikan nilai tertinggi terdapat pada faktor aktor adalah lembaga swadaya masyarakat dengan nilai 0,129, 5 Degradasi lingkungan dengan memberikan nilai tertinggi terdapat pada faktor aktor adalah masyarakat sekitar dengan nilai 0,124. 4. Hierarki alternatif pengelolaan limbah baja berdasarkan faktor pendukung aktor Hierarki alternatif model pengelolaan limbah industri baja sebagai upaya untuk mempertahankan kelestarian wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon ditentukan berdasarkan faktor pendukung aktor. Hasil pengolahan dengan menggunakan model AHP Cdplus3.0 disajikan pada Tabel 55. Tabel 55. Hierarki alternatif pengelolaan limbah baja berdasarkan faktor pendukung Faktor Alternatif Pengelolaan Limbah Baja Faktor Pendukung Aktor Perubahan Bahan Baku Perubahan proses dan Teknologi Perubahan Produk Penerapan 5 R Lingkungan Mengurangi Limbah Memakai kembali Limbah Mendaur ulang Limbah Mengganti Limbah Lembaga Swadaya Masyrakat 0.295 0.142 0.160 0.111 0.074 0.068 0.077 0.073 Masyarakat sekitar 0.283 0.187 0.130 0.115 0.098 0.053 0.067 0.067 Divisi K3LH PT. Krakatau Steel 0.297 0.127 0.169 0.125 0.117 0.059 0.06 0.045 Industri Penghasil Baja 0.252 0.114 0.203 0.091 0.095 0.091 0.096 0.058 Peneliti Pakar 0.223 0.159 0.195 0.141 0.052 0.058 0.078 0.093 Pemerintah Daerah 0.306 0.139 0.161 0.100 0.078 0.062 0.069 0.086 Results 0.276 0.145 0.170 0.114 0.086 0.065 0.075 0.070 Berdasarkan Tabel 55 tersebut di atas, memperlihatkan bahwa faktor pendukung aktor paling penting pada pengelolaan limbah industri baja sebagai upaya untuk mempertahankan kelestarian wilayah pesisir kawasan industri Krakatau Cilegon ini, terdapat 5 lima faktor pendukung yang memiliki nilai tertinggi dari 6 enam faktor pendukung aktor yaitu: 1 Masyarakat sekitar memberi nilai tertinggi pada faktor alternatif Perubahan proses dan Teknologi dengan nilai 0,187, 2 Divisi K3LH PT. Krakatau Steel memberi nilai pada faktor alternatif Mengurangi limbah dengan nilai 0,117, 3 Industri penghasil baja memberikan nilai tertinggi terdapat pada 3 tiga faktor alternatif yaitu: Perubahan produk dengan nilai 0,203, Memakai kembali limbah dengan nilai 0,091, dan Mendaur ulang limbah dengan nilai 0,096, 4 PenelitiPakar memberikan nilai tertinggi terdapat pada 2 dua faktor alternatif Penerapan 5 R lingkungan dengan nilai 0,141, dan Mengganti limbah dengan nilai 0,093, 5 Pemerintah daerah memberikan nilai tertinggi terdapat pada faktor alternatif Perubahan bahan baku dengan nilai 0,306. Dari tabel 41 juga, terdapat dominasi faktor pendukung aktor terhadap 3 tiga faktor alternatif strategi dan kebijakan pengelolaan limbah baja.

8.3.2 Sintesa

Pengelolaan limbah baja secara terpadu yang melibatkan Pemerintah daerah, dunia usaha, serta stakeholders lainnya, untuk membentuk kelompok kerja yang melakukan analisis terhadap: 1 Kondisi dan kecenderungan ekosistem, serta kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir; 2 Skenario perubahan masa depan pada ekosistem dan kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir; 3 Respons terhadap pelestarian ekosistem yang lebih baik dan terhadap peningkatan peran ekosistem untuk kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir; dan 4 Penilaian sub-global terhadap konsekuensi perubahan ekosistem untuk kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir. Para pakar maupun ilmuan dapat melakukan analisis sintesa informasi dari publikasi ilmiah, data dan model ilmiah, serta menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk dapat berpartisipasi melakuan kajian ilmiah dalam upaya menjaga dan mempertahankan kelestarian wilayah pesisir di kawasan industri akibat adanya limbah yang mencemari maupun merusak lingkungan sekitarnya. Pendekatan yang digunakan oleh pakar yaitu membuat suatu dokumen sintesa singkat yang merangkum seluruh hasil kajian ilmiah dan siap digunakan oleh para penentu kebijakan atas dasar untuk menyebarluaskan penemuan, metoda, data dan perangkat yang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan dan perencanaan di dalam pengelolaan limbah industri baja. Untuk itu perlu dilakukan sintesa hasil penelitian, yakni analisis logam berat dan analisis investasi pengelolaan limbah baja.

8.3.2.1 Analisis Logam Berat

Untuk menganalisis logam berat di perairan wilayah pesisir ini terutama pada air, sedimen, biota air yaitu walaupun logam berat dalam air tidak terdeteksi, tetapi dalam sedimen tinggi apalagi jika dilihat organ tubuh kerang. Hal ini memperlihatkan bahwa konsentrasi bahan pencemar yang berasal dari insang dan hepatopankreas hati yang jumlahnya kecil dalam air harus tetap diwaspadai karena bahan pencemar tersebut, dalam hal ini terutama bahan B3 yang berasal dari kegiatan industri di Kawasan Industri Krakatau Cilegon terutama yang berasal dari kegiatan pabrik baja dapat terakumulasi pada sedimen dan biota air, sehingga dapat mengakibatkan kelestarian wilayah pesisir disekitar industri Krakatau Cilegon akan terganggu.

8.3.2.2 Analisis Investasi Pengelolaan Limbah

Untuk pengelolaan limbah industri baja ini, para pakar menilai, bahwa model penanganan limbah baja terdapat 2 dua opsi skenario. Skenario pertama, perusahaan dapat mengolah limbah baja menjadi produk yang mempunyai nilai tambah value added . Opsi ini, perusahaan harus mengeluarkan dana untuk investasi awal yang cukup besar dalam arti perusahaan mendirikan pabrik baru dengan bahan substitusi campuran limbah. Berapa negara seperti Jepang sudah memanfaatkan limbah baja untuk bahan substitusi campuran membuat produk tersebut, seperti batako, genteng, paving block, lantai keramik, dan sebagainya. Skenario kedua, perusahaan dapat menjual langsung limbah yang dihasilkan oleh pabrik saat beroperasi proses produksi. Opsi ini telah dilakukan oleh perusahan dengan cara menjual limbah baja ke perusahaan lain di dalam dan luar negeri. Setiap bulannya perusahaan dapat menjual + 3.000 ton untuk pabrik semen di Indonesia dan pabrik baja di negara Cina. Skenario opsi kedua dianggap mendukung program lingkungan bersih, karena secara berangsur-angsur limbah yang berada di area penampungan semakin berkurang, maka sejak tahun 2007 perusahaan memulai melaksanakan penanganan limbah baja dengan cara menjual. Analisis sistesa model pengelolaan limbah industri baja dapat dilakukan dengan penetapan prioritas penanganan limbah baja terpakai yang didasarkan atas hasil perhitungan. Hal ini dapat dilakukan untuk penetapan prioritas penanganan jenis limbah baja yang dihasilkan oleh masing-masing pabrik baja yang berada di Cilegon dengan memiliki karakteristik jenis limbah baja berbeda-beda, sehingga diperlukan analisis dan sintesa terutama terhadap perubahan-perubahan nilai investasi seperti net present value analysis dan benefit cost ratio analysis. Hasil analisis investasi pengelolaan limbah baja yang diuraikan pada bab sebelumnya diperoleh estimasi nilai manfaat benefit dari komponen debu EAF BSP, debu EAF SSP1, debu EAF SSP2, sludge DR, sludge WRM, slurry CRM, shipping bernilai 1.885.022 USD, sedangkan nilai biaya cost adalah 391.077 USD. Analisis investasi dari NPV dan BCR Helfert, 1997 dan Perman, 2003 berdasarkan hasil perhitungan untuk masing-masing jenis limbah baja, seperti yang disediakan pada Tabel 59.