Pemanfaatan dan Pengelolaan Potensi Pesisir di Daerah

kualitas air dengan beban limbahnya tanpa memperhatikan dinamika perairan yang ada.

2.2.5 Persepsi dan Partisipasi Masyarakat

Dalam persepsi kehidupan masyarakat yang berada di daerah pesisir pantai dapat berupaya untuk menekan tingkat pencemaran dengan cara melakukan pengendalian dan pengurangan pencemaran di wilayah sekitarnya. Di sisi lain, menurut Soemarwoto 2004, persepsi masyarakat terdapat anggapan bahwa kehidupan di daerah pesisir pantai adalah masyarakat yang hidup terpisah dari masyakat umum padahal mereka butuh sosialisasi dengan masyarakat lainnya, butuh kehidupan yang layak baik lingkungan bersih, kesehatan dan pendapatan yang memadai. Menurut pendekatan ekologik, persepsi terjadi secara spontan dan langsung. Spontanitas terjadi karena organisme selalu menjajaki dengan lingkungannya dan penjajakan itu melibatkan setiap objek yang terdapat di lingkungannya. Setiap objek menonjolkan sifat-sifat yang khas untuk organisme yang bersangkutan. Begitu juga, partisipasi masyarakat dalam pengendalian pencemaran limbah di wilayah pesisir pantai harus berperan aktif, mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Partisipasi yang dimaksud adalah suatu proses ikut ambil bagian dalam suatu kagitan. Menurut Davis 1985, parisipasi adalah keterlibatan mental emosional, kesediaan memberikan kontribusi, kesediaan untuk bertanggung jawab dalam mencapai tujuan bersama. Pada penelitian ini persepsi dan partipasi masyarakat dalam hubungannya dengan pengelolaan limbah meliputi: pengendalian limbah, upaya pengurangan limbah yang timbul, dan pemanfaatan limbah.

2.3 Pemanfaatan dan Pengelolaan Potensi Pesisir di Daerah

Wilayah pesisir sekitar kawasan industri Krakatau Cilegon merupakan kawasan yang memiliki dinamika pertumbuhan yang paling pesat, terutama untuk industri-industri. Karena wilayah pesisir tersebut memiliki arti strategis yang merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya. Namun, karakteristik laut tersebut belum sepenuhnya dipahami dan diintegrasikan secara terpadu. Kebijakan pemerintah daerah yang sektoral dan bias, belum menyentuh pada kebutuhan masyarakat sekitar. Menurut Dahuri 1996, dari sisi sosial-ekonomi, pemanfaatan kekayaan laut masih terbatas pada kelompok pengusaha besar. Nelayan sebagai jumlah terbesar merupakan kelompok profesi paling miskin di Indonesia. Sedangkan dalam permasalahan lingkungan hidup telah menjadi suatu penyakit kronis yang dirasa sangat sulit untuk dipulihkan. Padahal permasalahan lingkungan hidup yang selama ini terjadi di Perairan Indonesia disebabkan paradigma pembangunan yang mementingkan pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan faktor lingkungan yang dianggap sebagai penghambat. Posisi tersebut dapat menyebabkan terabaikannya pertimbangan-pertimbangan lingkungan hidup di dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Akibatnya kualitas lingkungan makin hari semakin menurun, ditandai dengan terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di berbagai wilayah perairan atau pesisir. Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang luas kepada daerah kabupaten dan kota untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan kewenangan daerah di wilayah laut adalah: 1 Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut. 2 Pengaturan kepentingan administratif. 3 Pengaturan tata ruang. 4 Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah. 5 Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. Oleh karena itu yang termasuk wilayah laut daerah provinsi adalah sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan. Sedangkan wilayah laut daerah kabupaten dan kota adalah sepertiga dari wilayah laut daerah provinsi. Dengan memperhatikan ketentuan tersebut maka daerah pesisir merupakan kewenangan dari daerah kabupaten dan kota. Wilayah pesisir sebagai transisi dari ekosistem darat dengan ekosistem laut berada dalam kewenangan daerah di bidang kelautan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang menyatakan bahwa wilayah laut dari kabupatenkota adalah sepertiga dari wilayah laut provinsi berarti sepanjang 4 empat mil laut dari garis pantai, maka wilayah pesisir berada dalam kewenangan daerah kabupaten atau kota setempat. Sejalan dengan kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, maka daerah akan mengelola dan memanfaatkan daerah wilayah pesisir untuk digunakan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah. Untuk memenuhi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat di daerah maka seluruh potensi sumber daya yang tersedia di daerah akan dimanfaatkan seoptimal mungkin. Salah satu potensi sumber daya yang dimiliki sebagian daerah adalah potensi daerah wilayah pesisir. Oleh sebab itu, secara alamiah potensi wilayah pesisir di daerah dimanfaatkan langsung oleh masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan tersebut yang pada umumnya terdiri dari nelayan. Nelayan di wilayah pesisir memanfaatkan kekayaan laut mulai dari ikan, rumput laut, terumbu karang dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada umumnya potensi wilayah pesisir dan kelautan yang dimanfaatkan oleh para nelayan baru terbatas pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Pemanfaatan potensi daerah wilayah pesisir secara besar-besaran untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomis dalam rangka peningkatan pertumbuhan perekonomian rakyat belum banyak dilakukan. Pemanfaatan wilayah pesisir untuk usaha ekonomi dalam skala besar baru dilakukan pada sebagian Kabupaten dan Kota yang berada di daerah wilayah pesisir. Pada umumnya usaha ekonomi pemanfaatan daerah pesisir ini bergerak di sektor pariwisata. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah berupaya untuk memanfaatkan potensi daerah wilayah pesisir ini untuk meningkatkan pendapatan asli daerah PAD. Disamping itu pemerintah daerah juga memanfaatkan potensi daerah wilayah pesisir ini untuk meningkatkan pertumbuhan dan perekonomian masyarakat di daerah. Mengingat kewenangan daerah untuk melakukan pengelolaan bidang kelautan yang termasuk juga daerah wilayah pesisir masih merupakan kewenangan baru bagi daerah maka pemanfaatan potensi daerah wilayah pesisir ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah kabupaten atau kota yang berada di wilayah pesisir, sehingga belum semua kabupaten dan kota dapat memanfaatkan potensi wilayah pesisir. Pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah daerah sebagian belum memenuhi ketentuan pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari dan berkelanjutan. Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi dan kelestarian pesisir dan lingkungannya. Penyebab degradasi kondisi daerah pesisir secara tidak langsung juga disebabkan oleh pengelolaan sumber daya alam di hulu yang berpengaruh terhadap muara di pesisir. Berbagai permasalahan yang timbul dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah wilayah pesisir masih terdapat beberapa kendala sebagai berikut: 1 Pemanfaatan dan pengelolaan daerah wilayah pesisir belum diatur dengan peraturan perundang-undangan yang jelas, sehingga daerah mengalami kesulitan dalam menetapkan suatu kebijakan. 2 Pemanfaatan dan pengelolaan daerah wilayah pesisir cenderung bersifat sektoral, sehingga kadangkala melahirkan kebijakan yang tumpang tindih satu sama lain. 3 Pemanfaatan dan pengelolaan daerah wilayah pesisir belum memperhatikan konsep daerah wilayah pesisir sebagai suatu kesatuan ekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif pemerintahan, sehingga hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antar daerah. 4 Kewenangan daerah dalam rangka otonomi daerah belum dipahami secara komprehensif oleh para stakeholders , sehingga pada setiap daerah dan setiap sektor timbul berbagai pemahaman dan penafsiran yang berbeda dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah wilayah pesisir.

2.4 Parameter Kriteria Kualitas dan Konsentrasi Logam di dalam Air