daya dukung lingkungan terhadap variabel aktor dalam pengelolaan limbah industri baja ini disajikan pada tabel 39.
Tabel 39. Hasil analisis bobot kriteria terhadap tingkat kepentingan aktor pada strategi pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir KIKC
No. Variabel Bobot
Nilai 1
Sar 3
4 5
6 Pemerintah Daerah
Industri penghasil baja Divisi K3LH PT. KS
Masyarakat sekitar Lembaga Swadaya Masyarakat
PenelitiPakar 0,330
0,209 0,189
0,107 0,100
0,074
Berdasarkan Tabel 39 di atas, terlihat bahwa bobot kriteria terhadap tingkat kepentingan aktor yang memiliki rangking tertinggi adalah pemerintah daerah dengan
nilai bobot sebesar 0,330 dan consistency ratio sebesar 0,099 pada strategi pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir KIKC.
d. Analisis tingkat kepentingan variabel aktor terhadap variabel alternatif
Penjaringan pendapat pakar tentang perbandingan tingkat kepentingan diperoleh bobot masing-masing variabel alternatif sesuai dengan acuan yang menjadi
variabel aktor pengelolaan limbah industri baja ini. Hasil pengolahan selengkapnya disajikan pada Tabel 40.
Tabel 40. Hasil perhitungan bobot aktor terhadap tingkat kepentingan alternatif pada strategi pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir KIKC
Aktor Alternatif
Lembaga Swadaya
Masyarakat Masyarakat
Sekitar Divisi K3LH
PT. KS Industri
Penghasil Baja
Peneliti Pakar
Pemerintah Daerah
Perubahan Bahan Baku 0.295
0.283 0.297
0.252 0.223
0.306 Perubahan proses dan
Teknologi 0.142 0.187
0.127 0.114
0.159 0.139
Perubahan Prosuk 0.160
0.130 0.169
0.203 0.195
0.161 Penerapan 5 R
Lingkungan 0.111 0.115
0.125 0.091
0.141 0.100
Mengurangi Limbah 0.074
0.098 0.117
0.095 0.052
0.078 Memakai Kembali Limbah
0.068 0.053
0.059 0.091
0.058 0.062
Mendaur Ulang Limbah 0.077
0.067 0.060
0.096 0.078
0.069 Mengganti Limbah
0.073 0.067
0.045 0.058
0.093 0.086
Consistency 0,094 0,099
0,093 0,093
0,090 0,080
Berdasarkan Tabel 40 di atas, menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut memiliki konsistensi positif, antara variabel aktor terhadap variabel alternatif pada
pengelolaan limbah industri baja ini. Juga dilakukan pengolahan data hasil pengumpulan pendapat pakar tentang perbandingan berpasangan antara variabel aktor
dengan variabel alternatif. Pada tahapan ini, juga dilakukan perhitungan bobot untuk setiap faktor yang mengacu pada masing-masing variabel aktor terhadap variabel
alternatif. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan model AHP Cdplus3.0
, maka dapat diketahui bobot masing-masing faktor yang mengacu dari variabel aktor terhadap masing-masing variabel alternatif.
Berdasarkan hasil pengolahan pendapat pakar yang menggunakan berupa hasil perhitungan bobot kepentingan variabel aktor yaitu: Pemerintah Daerah, Industri
penghasil baja, Divisi K3LH PT. Krakatau Steel, Masyarakat sekitar, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan para penelitipakar terhadap variabel alternatif dalam
pengelolaan limbah industri baja ini disajikan pada Tabel 41. Tabel 41. Hasil analisis bobot aktor terhadap tingkat kepentingan alternatif
pada strategi pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir KIKC No. Variabel
Bobot Nilai
1 2
3 4
5 6
7 8
Perubahan bahan baku Perubahan produk
Perubahan proses dan teknologi Penerapan 5 R lingkungan
Mengurangi limbah Mendaur ulang limbah
Mengganti limbah Memakai kembali limbah
0,276 0,170
0,145 0,114
0,086 0,075
0,070 0,065
Berdasarkan Tabel 41 di atas, terlihat bahwa bobot aktor terhadap tingkat kepentingan alternatif yang memiliki rangking tertinggi adalah perubahan bahan baku
dengan nilai bobot sebesar 0,276 dan consistency ratio sebesar 0,099 pada strategi pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir KIKC.
Berdasarkan hasil terhadap variabel-variabel terhadap tingkat kepentingan, maka disusun suatu strategi kebijakan pengelolaan limbah yang ditunjukkan pada
struktur hierarki disajikan pada Gambar 21.
7.4.8.2 Penentuan Parameter Kunci
Untuk mengidentifikasi struktur sistem pada penentuan parameter kunci kebijakan pengelolaan limbah industri baja dalam upaya mempertahankan
kelestaraian wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau Cilegon menggunakan metodologi interpretative structural modelling model ISM. Hasil pengolahan data
kuesioner beberapa pendapat pakar lingkungan yang mendominasi jawaban pertanyaanpernyataan seperti pada Tabel 42.
Tabel 42. Hasil pendapat pakar lingkungan tentang pengelolaan limbah baja No. PertanyaanPernyataan
Pendapat Pakar
1 Dalam pengelolaan limbah baja,
menurut saudara mana urutan aktor yang paling berperan?
Pabrik baja 2
Jika akan memilih area penyimpanan limbah baja,
menurut bapakibu urutan aspek pemilihan penyimpanan limbah
baja yang bagaimana yang akan dipilih?
Area penyimpanan limbah yang jelas status kawasannya
3 Jika akan memilih area
penyimpanan limbah baja, menurut bapakibu bagaimana
urutan bentuk Area penyimpanan limbah yang akan dipilih?
Pembangunan Area penyimpanan limbah dari yang jauh pemukiman
penduduk
4 Pengelolaan limbah
baja yang
selama ini dilaksanakan oleh pabrik baja ini ditujukan untuk
mengatasi berbagai permasalahan ekologi, ekonomi maupun sosial,
menurut bapakibu bagaimana urutan permasalahan yang telah
berhasil diatasi dengan dimulai sistem pengelolaan limbah baja?
Pergeseran lokasiArea penyimpanan limbah
5 Model pengelolaan limbah baja
akan berdampak pada permasalahan ekologi, ekonomi
maupun sosial, menurut bapakibu bagaimana dampak yang paling
besar terjadi dengan dibangunnya model pengelolaan limbah baja?
Pergeseran lokasi pembangunan
6 Model pengelolaan limbah baja
dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut bapakibu bagaimana
urutan faktor yang paling penting dengan dibangunnya model
pengelolaan limbah baja? Pengelolaan yang bisa
dipertanggungjawabkan dari segi lingkungan
7 Model pengelolaan limbah baja
diikuti dengan pembangunan Jaringan pembuangan air
limbahwaste water
prasarana, menurut bapakibu bagaimana urutan faktor prasarana
dasar penyimpanan limbah yang paling penting?
8 Penggunaan teknologi pengolahan
limbah ditinjau dari beberapa aspek, menurut bapakibu
bagaimana urutan teknologi pengolahan limbah yang baik dan
dapat meminimalkan jumlah pencemaran lingkungan yang akan
bapakibu pilih? Kecepatan waktu yang dibutuhkan
untuk mengolah limbah baja
9 Apakah bapakibu pernah melihat
limbah baja menumpuk di sekitar penampungan?
Pernah, karena kebutuhan biaya untuk membuat prasarana pengolahan
limbah yang aman, dan sebagainya. 10
Apakah bapakibu pernah melihat limbah baja menyumbat di saluran
drainase sekitar perusahaan pada waktu musim hujan?
Tidak pernah, karena penerapan 3R sudah jalan Reuse, Recyling,
Recovery
11 Apakah bapakibu pernah melihat
limbah baja di lingkungan saudara pada saat anda melintasi kawasan
industri tersebut? Ya pernah disekitar tahun 70 – 80-an
12 Pernahkah pemerintah
melibatkan bapakibu dalam pengelolaan
lingkungan dari limbah baja? Pernah, Studi pemanfaatan limbah
baja 13
Apakah di lingkungan bapakibu pernah ada sosialisasi kebijakan
pengelolaan limbah baja ? Pemerintah melalui KLH yang
mendatang ahli-ahli yang berpengalaman
14 Adakah fasilitas pengelolaan
limbah baja di daerah sekitar tempat tinggal bapakibu?
Kerjasama yang saling menguntungkan untuk pelaksanaan
pemanfaatan kembali limbah 15
Apakah bapakibu setuju dengan model pengelolaan limbah baja
yang ada sekarang? Setuju, karena sifatnya adalah
pemanfaatan limbah 16
Menurut bapakibu apakah sudah ada Perda yang mengatur tentang
pengelolaan limbah baja? - Ditinjau dari lokasi sudah sesuai
- Ditinjau dari sistem perlu Peningkatan
17 Menurut bapakibu apakah sudah
ada Perda yang mengatur tentang pengelolaan limbah baja
Ada, PP 95 tahun 1994, dan lain-lain 18
Apakah di lingkungan bapakibu sudah mempunyai strategi
pengelolaan limbah baja diPerdakan?
Perda layak uji belum ada, dan hanya terbatas pada NAB
19 Apakah bapakibu dilibatkan
dalam menyusun strategi pengelolaan limbah baja?
Tidak 20
Menurut bapakibu apakah di lingkungannya sudah terjadi
pencemaran saat ini? Sejauh ini belum terasa adanya
pencemaran lingkungan
Berdasarkan hasil dari 20 butir pertanyaanpernyataan dan pendapat para pakar tersebut di atas, maka diambil 10 jawaban pendapat para pakar sebagai parameter
kunci pada model pengelolaan limbah industri baja dalam upaya mempertahankan kelestaraian wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau Cilegon, yang selanjutnya
diolah dengan bantuan program ISM VAXO, dengan tahapan sebagai berikut: 1. Menentukan sub elemen pendapat pakar
Sub elemen pendapat pakar dari hasil jawaban pendapat para pakar lingkungan dari berbagai instansi terkait seperti pakar lingkungan yang berasal dari perguruan
tinggi, instansi pemerintah maupun instansi terkait lainnya yang berpendidikan S2S3 seperti: IPB, ITB, dan UNTIRTA, Puspiptek Serpong, Dinas Lingkungan
Hidup, Pertambangan dan Energi Kota Cilegon, Provinsi Banten seperti: Bapedalda, Dinas perikanan dan Kelautan, Divisi K3LH PT. Krakatau Steel dan
Lembaga Swadaya Masyarakat LSM pemerhati lingkungan, dengan jumlah 15 orang responden sebagai pakar lingkungan yang telah memberikan kontribusi
jawaban atas 20 butir pertanyaanpernyataan, kemudian diambil menjadi 10 butir jawaban yang memenuhi keseragaman jawaban untuk diprioritaskan sebagai
parameter kunci dalam menentukan sub elemen pendapat pakar, seperti yang disajikan pada Tabel 43.
Tabel 43. Sub elemen faktor kunci dalam pengelolaan limbah No. Sub
Elemen 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 Pabrik baja
Area penyimpanan limbah Pembangunan area limbah yang jauh dari pemukiman
Pengolahan yang dapat dipertangungjawabkan Jaringan pembuatan waste water
Kecepatan waktu pengolahan limbah Membangun prasarana pengolahan limbah yang aman
Penerapan 3 R Reuse, Recyling, Recovery Studi pemanfaatan limbah
Mendatangkan pakar
2. Menentukan kontekstual antar elemen Setelah menentukan sub elemen pendapat pakar, selanjutnya peneliti melakukan
identifikasi para pakar lingkungan terutama bekerja maupun yang berdomisili di sekitar lokasi pabrik yang berkecenderungan menghasilkan limbah untuk
memberikan jawabanpendapat kontekstual antar elemen dengan jumlah responden 5 orang pakar, hasilnya seperti yang tersedia pada Lampiran 10.
3. Menentukan hasil pengolahan ISM VAXO Hasil pengolahan ISM VAXO diperoleh berdasarkan hasil pengolahan
kontekstual antara elemen dengan melibatkan 5 orang responden dari para pakar lingkungan dengan meggunakan bantuan program ISM VAXO. Hasil pengolahan
program ISM VAXO tersedia pada lampiran 10. 4. Membuat grafik hasil pengolahan
Grafik hasil pengolahan ini dibuat dengan bantun program ISM VAXO matriks driver power - dependence
atau diagram kartesius dengan sumbu Y adalah driver power
dan sumbu X adalah dependence. Grafik ini dapat melihat posisi elemen faktor parameter kunci model pengelolaan limbah baja disajikan pada Gambar 22.
Gambar 22. Matriks driver power-dependence untuk sub elemen faktor kunci Berdasarkan grafik matriks driver power-dependence di atas menunjukkan sub
elemen faktor kunci pendapat pakar lingkungan memposisikan yakni Sektor II dependence namun memiliki kekuatan penggerak driver power yang kecil posisi
sub elemen pendapat pakar menyatakan kecepatan waktu pengolahan limbah 6; Sektor III independent dan driver power yang kecil posisi sub elemen pendapat
pakar menyatakan area penyimpanan limbah 2, jaringan pembuatan waste water 5, membangun prasarana pengolahan limbah yang aman 7, penerapan 3 R reuse,
recyling , recovery 8, Studi pemanfaatan limbah 9, dan mendatangkan pakar 9;
Sektor IV independent. posisi sub elemen pendapat pakar menyatakan pabrik baja 1, pembangunan area limbah yang jauh dari pemukiman 3, dan pengolahan yang
dapat dipertangungjawabkan 4 adalah peubah bebas, hal ini berarti kekuatan
DependenceKetergantungan Dr
iver P
o w
er Da ya Dor
o n
g
penggerak driver power yang besar namun memiliki sedikit ketergantungan terhadap program. Berdasarkan hasil keluaran program tersebut di atas, maka dapat
disajikan pada Gambar 23. Level 1
Level 2
Level 3
Level 4
Keterangan: artinya mempengaruhi
Gambar 23. Diagram model struktural dari elemen faktor kunci pengelolaan limbah Dari Gambar 23 di atas, tertera bahwa untuk melakukan kecepatan waktu
pengolahan limbah 6 adalah pengubah pengait dari sistem, karena diharapkan setiap tindakan tersebut akan menghasilkan sukses program pengelolaan limbah industri
baja di wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau Cilegon. Berdasarkan diagram model struktural di atas, maka yang menjadi elemen kunci key element adalah
submodel dengan peringkat satu pada model pengelolaan limbah industi baja ini adalah subelemen pabrik baja 1.
7.4.8.3 Pengembangan Model Dinamis pada Pengelolaan Limbah
Pengembangan model sebagai skenario dalam pengelolaan limbah industri baja melalui pendekatan sistem yang tahapannya meliputi: a analisis kebutuhan
stakeholders, b formulasi masalah, c identifikasi sistem, d pembuatan model, dan
e pengujian model.
6. Kecepatan waktu pengolahan limbah
2. Area penyim-
panan limbah
5. Jaringan pembuatan
waste water 7. Membangun
prasarana pengolahan
limbah yang aman
8. Pene- rapan
5R 9. Studi
peman- faatan
limbah 10. Men
datang- kan
pakar
3. Membangun area limbah yang jauh
dari pemukiman 4. Pengolahan yang
dapat dipertanggung- jawabkan
1. Pabrik baja
A. Analisis Kebutuhan Stakeholders
Analisis kebutuhan dapat diidentifikasi melalui stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan limbah industri baja dalam upaya mempertahankan kelestaraian
wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon adalah pemerintah yang mewakili kepentingan publik melalui Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Dinas
Perikanan dan Kelautan Provinsi Banten serta Dinas Lingkungan Hidup, Pertambangan dan Energi Kota Cilegon, Perusahaanindustri perhasil baja, Lembaga
swadaya masyarakat LSM peduli lingkungan, Masyarakat di sekitar yang menggantungkan sumber penghasilannya pada sumberdaya perikanan, Perguruan
Tinggi, serta Divisi Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup K3LH PT. Krakatau Steel. Analisis kebutuhan stakeholders digunakan untuk menentukan pelaku
sistem dengan kebutuhan pelaku sistem dengan komponen-komponen yang terlibat serta kebutuhan masing-masing komponen yang dilaksanakan dalam pengelolaan
limbah industri baja adalah sebagai berikut: 1 Pemerintah Provinsi Banten dan Kota Cilegon serta dinas instansi teknis lainnya
membutuhkan pengelolaan limbah industri baja dalam upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan
masyarakat, peningkatan pendapatan asli daerah, dan peningkatan dinamika ekonomi daerah.
2 PerusahaanIndustri penghasil baja membutuhkan keberlanjutan usaha, terjaminnya sumber bahan baku baja yang kontinu, dan harga produk yang
memiliki daya saing tinggi untuk dapat dijual. 3 Lembaga swadaya masyarakat LSM membutuhkan dan mengharapkan
terjaminnya hak-hak masyarakat sekitar pabrik baja, terjaganya kelestarian wilayah pesisir sekitar dan penyediaan tenaga kerja daerah sekitar.
4 Masyarakat sekitar membutuhkan tersedianya sumber daya alam sebagai sumber pendapatan dan mata pencaharian masyarakat sekitar.
5 Penelitipakar dari perguruan tinggi membutuhkan pengelolaan limbah industri ini sebagai bahan kajian akademikilmiah.
6 Divisi K3LH PT. Krakatau Steel membutuhkan dan mempersiapkan pengelolaan kawasan industri baja secara komprehensif dan holisik serta berkelanjutan.
B. Formulasi Masalah
Formulasi masalah dilakukan atas dasar penentuan informasi yang telah dilaksanakan melalui identifikasi sistem secara bertahap. Pada pelaksanaannya,
seringkali terjadi konflik kepentingan dari kebutuhan para stakeholders, meskipun demikian konflik kepentingan dalam pengelolaan limbah industri baja perlu
diidentifikasi antara keinginan yang diperoleh dari hasil perhitungan bobot kepentingan variabel kriteria terhadap variabel aktor pada Tabel 38 dengan konflik
kepentingannya seperti yang disajikan pada Tabel 44. Tabel 44. Formulasi masalah keinginan dan konflik kepentingan pengelolaan limbah
No. AktorPelaku Keinginan
Konflik Kepentingan
1 Pemerintah
Mencegah limbah dari pencemaran dan kerusakan
lingkungan, baik di sekitar pabrik maupun di wilayah
pesisir Produsen:
Masih banyak limbah baja yang tersimpan di area
penampungan limbah, namun belum dikelola
dengan baik Petani:
Petani menilai wilayah pesisir belum terbebas dari
limbah industri yang mengalir, karena masih ada
industri yang belum memanfaatkan limbah
menjadi material yang mempunyai nilai tambah
2 Industri Efisiensi
pemakaian material
dan energi Produsen:
Just in time sudah dilakukan
pada pemakaian bahan baku baja dan energinya, namun
masih ada sarana yang kurang mendukung.
3. Lembaga Swadaya
Masyarakat Mendukung prinsip
“environmental equity” Produsen:
Masih lemahnya tanggung jawab dan kepedulian para
stakeholder untuk menjaga
kelestarian lingkungan. MasyarakatPetani:
Masyarakat menilai prinsip “environmental equity”
masih membutuhkan waktu, sehingga belum terpikir
kearah tersebut.
4. Masyarakat Sekitar
Memperkuat daya dukung lingkungan
Pemerintah Daerah: Peraturan yang memperkuat
daya dukung lingkungan masih mempunyai faktor
kepentingan, sehingga potensi wilayah pesisir
belum memiliki tata ruang. Petani:
Petani perikanan belum
merasakan daya dukung lingkungan, sehingga hasil
laut dirasakan masih minim dan masih sulitnya
masyarakat pesisir mencari pekerjaan yang layak.
5. PakarPeneliti Perlunya pencegahan
timbulnya limbah ProdusenPengusaha:
Upaya untuk pencegahan timbulnya limbah sudah ada,
namun pengelolaannya belum optimal sehingga
masih banyak limbah yang belum tertangani.
Petani: Hasil laut semakin menurun
dikarenakan buangan limbah industri sampai mengalir di
pesisir
6. Divisi K3LH
Mencegah timbulnya limbah dengan menekan angka
kecelakaan kerja, dan penyakit lingkungan
ProdusenPengusaha: Biaya pencegahan timbulnya
limbah masih terbatas dan tidak terfokuskan pada upaya
penanganannya.
Seperti yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang menjadi perhatian para stakeholders yaitu bagaimana pengelolaan limbah baja yang tidak dapat
mengganggu kelestarian wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau Cilegon. Perlu diketahui bahwa permasalahan rendahnya hasil pertanian di empat
Kecamatan yaitu Ciwandan, Citangkil, Grogol, dan Pulomerak yang merupakan daerah termasuk wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau Cilegon yang
memiliki produksi komoditas hasil pertanian yang sangat rendah pada tahun 2007 seperti tangkapan ikan, padi, dan kacang tanah. Diketahui pula bahwa hasil laut di
wilayah pesisir berupa tangkapan ikan sebanyak 1.103 tontahun. Jika dikaitkan dengan jumlah penduduk Kota Cilegon, maka kebutuhan ikanlauk pauk tidak
mencukupi dan sampai saat ini masih dipasok oleh daerah lain seperti KabupatenKota Serang dan Kabupaten Pandeglang. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, maka perlu mencari sumber penyebab akar permasalahan yang menjadi penghambat perkembangan dan pembangunan wilayah. Pengelolaan limbah industri
dan berkembang industri budi daya hasil kelautan secara tidak langsung akan mengurangi kerusakan terumbu karang akibat lahan penangkapan ikan dilakukan
dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan. Bagi pemerintah daerah dan industri di Kota Cilegon, pengelolaan limbah industri akan memberikan dampak ekonomi
yaitu peningkatan pendapatan nelayan atau petani ikan, juga berpengaruh terhadap
peningkatan devisa daerah meningkat dan pada akhirnya akan terwujud yang berdampak pada kelestarian wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakakatau Cilegon.
C. Identifikasi Sistem
Pada identifikasi sistem ini, tahapan pengelolaan limbah baja menggunakan model dinamis. Dalam tahap ini dilakukan rancang bangun model dengan dilakukan
penggambaran diagram sebab akibat cause loop diagram, karena identifikasi sistem merupakan langkah penting untuk menetapkan ukuran-ukuran kuantitatif dari
berbagai variabel pada pengelolaan limbah industri baja dalam upaya mempertahankan kelestaraian wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon.
Secara spesifik konsep diagram sebab akibat untuk model pengelolaan limbah industri baja di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon dapat
digambarkan dalam struktur sub model.
1. Cause loop diagram
Hubungan antar variabel yang terlibat dalam model pengelolaan limbah industri di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon digambarkan dalam
diagram sebab akibat cause loop diagram pada Gambar 30. Penelitian ini ditujukan pada pemecahan berbagai jenis masalah yang diformulasikan pada tahap sebelumnya.
Dalam diagram sebab akibat ini terfokus pada 3 tiga subsistem, yaitu kependudukan, pesisir laut dan limbah industri.
Diagram sebab akibat untuk subsistem kependudukan di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon menunjukkan adanya timbal balik antara jumlah
penduduk, angka kelahiran, angka kematian, dan tingkat kedewasaan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk ditentukan oleh laju kelahiran, laju kematian, dan jumlah
penduduk. Karena jumlah penduduk akan meningkatkan pendapatan perkapita dan konsumsi hasil laut penduduk. Laju penduduk juga medorong laju kelahiran semakin
tinggi, jumlah penduduk yang meningkat memberi peluang laju kematian yang lebih tinggi sehingga mengurangi jumlah penduduk. Jumlah penduduk produktif usia 19 –
60 tahun yang merupakan angkatan kerja di Kota Cilegon memiliki presentasi yang paling besar, sehingga memenuhi ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan
termasuk tenaga kerja pertanian atau perikanan di pesisir. Diagram sebab akibat untuk subsistem pesisir laut Kawasan Industri Krakatau
Cilegon diawali dari lahan pesisirperairan laut yang dipersiapkan menjadi luas pesisir. Luas pesisir yang diharapkan ini memerlukan produktivitas pesisir, dan konsumsi
ikan total. Wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon mengalami
pengurangan luas pesisir akibat dibangunnya beberapa pabrik menjadi luas konversi perairan laut, pengalihan lahan pesisir yang menyebabkan berkurangnya pendapatan
nelayan sekitar pesisir tersebut. Demikian juga pendapatan nelayan diperoleh dari produksi ikan dan pengaruh supply dan demand ikan terhadap harga ikan ditentukan.
Diagram sebab akibat untuk subsistem untuk limbah industri baja menunjukkan tingkat permintaan limbah yang terkait dengan hasil limbah pada proses
produksi, tingkat persediaan limbah, dan penilaian hasil limbah yang berasal dari limbah dalam proses produksi. Sedangkan tingkat penerimaan limbah dipengaruhi
oleh jumlah produksi baja, produksi yang menghasilkan limbah, dan waktu proses produksi baja. Selain itu persediaan limbah juga dipengaruhi oleh tingkat kedatangan
limbah dan waktu persediaan limbah yang diharapkan.
2. Diagram Input-output
Diagram input dan output merupakan tahapan lebih lanjut dari diagram sebab akibat. Diagram ini juga sebagai implementasi dari konsep block box. Menurut
Eriyatno, 1999, konsep black box dapat dikategorikan ke dalam 3 tiga golongan yaitu: 1 peubah input, 2 peubah output, 3 parameter-parameter yang membatasi
struktur sistem. Peubah input terbagi dalam 2 golongan yaitu: a input yang tidak terkendali meliputi kondisi area penampungan limbah, daya dukung lingkungan,
tingkat keanekaragaman hayati pesisirperikanan, dan kondisi iklim dan cuaca; b input
yang terkendali meliputi teknologi, sarana dan prasarana, SDM dan modal. Input
lingkungan meliputi Undang-Undang Republik Indonesia tentang pengelolaan lingkungan hidup, dan peraturan Perundang-perundangan yang berlaku seperti
peraturan daerah lainnya Perda. Sedangkan peubah output terbagi dalam 2 golongan yaitu: a output yang diinginkan kelestarian sumber daya di perairan pesisir,
penyerapan tenaga kerja di perairan pesisir, dan sebagainya; b output yang tidak diinginkan seperti degradasi pesisir, dan menurunnya kesehatan masyarakat,
menurunnya kualitas lingkungan, dan terjadinya konflik. Pada diagram input output model pengelolaan limbah industri baja dalam
upaya untuk mempertahankan kelestarian wilayah di Kawasan Industri Krakatau Cilegon ini bertujuan secara penilaian ekonomis adalah peningkatan devisa negara
dan pendapatan asli daerah, penyerapan tenaga kerja daerah, dan peningkatan dinamika ekonomi daerah. Meskipun demikian, jika output yang tidak diinginkan
terdapat penurunan kualitas lingkungan di wilayah pesisir tersebut dan terjadi konflik antara wilayah perbatasan antara Kota Cilegon dengan wilayah lainnya, maka perlu
pengendalian sistem dalam pengelolaan ini.
Untuk pengendalian sistem agar terfokus pada output yang diinginkan, maka dibuatlah suatu mekanisme umpat balik feedback berupa manajemen pengendali
model pengelolaan limbah industri baja mengarah pada output yang diinginkan. Dengan demikian pengelolaan limbah industri baja di wilayah pesisir akan mencegah
terjadi eksploitasi hasil laut di perairan Kawasan Industri Krakatau Cilegon, sehingga dapat menjaga dan mempertahankan kelestariannya. Adapun diagram Input-Output
pengelolaan sumberdaya pesisir selengkapnya disajikan pada Gambar 24.
Gambar 24. Diagram Input-Output pengelolaan sumberdaya pesisir
D. Pembuatan Model
Berdasarkan hasil identifikasi sistem yang akan digunakan dalam membuat model pengelolaan limbah industri baja sebagai upaya untuk mempertahankan
• Kelestarian sumberdaya
perikananpesisir • Peningkatan devisa
negara dan PAD • Penyerapan tenaga
kerja • Peningkatan
dinamika ekonomi daerah
• Terbinanya hubungan yang
harmonis dengan daerah perbatasan
• Degradasi Pesisir • Penurunan
kesehatan masyarakat
• Penurunan kualitas
lingkungan • Terjadi konflik
OUTPUT TIDAK DIINGINKAN
MODEL PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI
BAJA
Manajemen Pengendalian
INPUT LINGKUNGAN
• Kondisi area penampungan
limbah • Daya dukung
lingkungan. • Tingkat
keanekaragama- an hayati
perikanan • Kondisi iklim dan
cuaca
INPUT TIDAK TERKENDALI
• Teknologi • Sarana dan
prasarana, SDM, dan Modal.
• Kerjasama lintas sektor.
• Kuantitas dan kualitas produk
• Kapasitas produksi terpasang
INPUT TERKENDALI
OUTPUT DIINGINKAN
• UU RI No. 231997 • Peraturan perundang-
undangan lainnya Perda
kelestarian wilayah di Kawasan Industri Krakatau Cilegon, maka dibuat rancang bangun model dinamis dengan menggunakan paket program powersim.
1. Pengelolaan limbah industri baja berdasarkan submodel penduduk
Penduduk merupakan bagian terpenting bagi aktivitas pembangunan daerah, karena jumlah penduduk yang memadai akan berpengaruh besar kecilnya terhadap
perubahan suatu wilayah. Submodel penduduk yang merupakan main model dari model pengelolaan limbah industri baja yang secara terinci disajikan dapat
ditunjukkan pada Gambar 25.
Gambar 25. Diagram hubungan sebab akibat submodel penduduk pada model pengelolaan limbah industri baja
Berdasarkan Gambar 25 di atas, dapat dideskripsikan keterkaitan antar elemen yang terlibat dalam submodel penduduk pada model pengelolaan limbah industri baja
akan terjadi ketersediaan tenaga kerja seperti tenaga kerja pertanian atau perikanan. Hal tersebut dapat terjadi karena wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau
Cilegon sangat membutuhan tenaga kerja di bidang perairan atau kelautan, tenaga kerja di wilayah ini sudah banyak yang terserap oleh industri-industri yang berada di
kawasan ini. Penduduk yang tergolong angkatan kerja usia 19 sampai 60 tahun sangat dibutuhkan, oleh karena itu dengan jumlah penduduk yang cukup dan lapangan kerja
yang serap banyak akan mempengaruhi pendapatan perkapita daerah atau produk domestik regional brutto PDRB semakin meningkat di Kota Cilegon.
Selanjutnya setelah dibuatkan diagram sebab akibat cause loop diagram secara utuh, maka perlu dibuat struktur sub model kependudukan pada model
pengelolan limbah industri baja di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon. Diagram sebab akibat cause loop di atas dan hasil keterkaitan antar elemen
submodel kependudukan pada model pengelolaan limbah industri baja, maka struktur model dengan menggunakan program powersim yang digunakan untuk proses
simulasi disajikan pada Gambar 26.
Gambar 26. Struktur model kependudukan pada model pengelolaan limbah industri baja
Keterangan:
: Flow : Konstanta : Fungsi IF
: Level : Fungsi Graph
Berdasarkan Gambar 26 di atas, struktur model kependudukan pada model pengelolaan limbah industri baja secara terperinci terdiri dari elemen-elemen yang
tersusun sesuai dengan sistem operasi yang saling berkaitan yaitu jumlah penduduk, tingkat kelahiran penduduk, tingkat kematian penduduk, tingkat kedewasaan
penduduk, laju pertumbuhan penduduk, laju kematian penduduk, laju kematian penduduk, pendapatan penduduk, dan sebagainya. Sedangkan angka imigrasi
penduduk dan emigrasi penduduk tingkat tidak mempengaruhi tingakat kepadatan penduduk di wilayah pesisir Kota Cilegon karena warga lebih menyukai tinggal di
pemukiman di wilayah KabupatenKota Serang sehingga untuk penentuan jumlah penduduk di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon dipengaruhi oleh
laju kelahiran penduduk, dan laju kematian penduduk, maka untuk merumuskan hal tersebut dibuatkan persamaan matematis, adalah sebagai berikut:
JP
t
= JP
t-1
+ d
t
LKl
t
– d
t
LKm
t
LKl
t
= LKl
t-1
+ JP
t
AKl
t
LKm
t
= LKm
t-1
+ JP
t
AKm
t
LPP
t
= LPP
t-1
+ LKl
t
– LKm
t
JP
t
100 Keterangan:
JP
t
= Jumlah penduduk sekarang orang JP
t-1
= Jumlah penduduk sebelumnya orang LKl
t
= Laju kelahiran penduduk sekarang orangtahun LKl
t-1
= Laju kelahiran penduduk sebelumnya orangtahun LKm
t
= Laju kematian penduduk sekarang orangtahun LKl
t-1
= Laju kematian penduduk sebelumnya orangtahun AKl
t
= Angka kelahiran penduduk orang AKm
t
= Angka kematian penduduk orang d
t
= Laju kelahiran atau laju kematian penduduk LPP
t
= Laju pertumbuhan penduduk sekarang tahun LPP
t-1
= Laju pertumbuhan penduduk sebelumnya tahun Berdasarkan rumus tersebut di atas, maka dapat diasumsikan penduduk total, laju
kelahiran penduduk, laju kematian penduduk, angka kelahiran penduduk, dan angka kematian penduduk di wilayah pesisir Kota Cilegon dari tahun 2003 sampai dengan
tahun 2015 seperti yang disajikan pada Tabel 45.
Tabel 45. Struktur sub model kependudukan di wilayah pesisir Kota Cilegon
Berdasarkan Tabel 45 di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk, laju kelahiran penduduk dan laju kematian penduduk di wilayah Kota Cilegon dari tahun
2003 – 2015 mengalami trend kenaikan tiap tahunnya. Gambar 26, juga dapat memperlihatkan pendapatan penduduk di wilayah
pesisir Kota Cilegon dipengaruhi oleh perekonomian daerah melalui PDRB produk domestik regional bruto Kota Cilegon. PDRB ini dapat dijadikan sebagai sarana
untuk merencana belanja daerah yang ditetapkan tiap tahun oleh pemerintah daerah. Untuk mengetahui pendapatan penduduk dapat dirumuskan berikut ini.
PP
t
= PP
t-1
+ PDRB
t
JP
t
10 Keterangan:
PP
t
= Pendapatan pendudukan sekarang rupiahorang PP
t-1
= Pendapatan pendudukan sebelumnya rupiahorang PDRB
t
= Produk domestik regional brutto rupiahtahun JP
t
= Jumlah penduduk orang Berdasarkan rumus di atas dapat diasumsikan bahwa PDRB dan pendapatan
penduduk di wilayah pesisir Kota Cilegon dari tahun 2003 – 2015 diperlihatkan pada Tabel 46.
Tahun Laju Kelahiran
Laju Pert. Penddk. Laju Kematian Jumlah Penduduk
Tabel 46. PDRB dan pendapatan penduduk pada struktur sub model kependudukan di wilayah pesisir Kota Cilegon
Berdasarkan Tabel 46 di atas menunjukkan peningkatan PDRB dan pendapatan penduduk di wilayah pesisir Kota Cilegon dari tahun 2003 – 2015
seperti disajikan pada Gambar 27.
Gambar 27. Grafik PDRB Kota Cilegon tahun 2003 - 2015 pada struktur sub model kependudukan di wilayah pesisir Kota Cilegon
Berdasarkan Gambar 27 di atas terlihat bahwa PDRB Kota Cilegon mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kenaikan PDRB tersebut berdampak positif
pada kenaikan pendapatan penduduk di wilayah pesisir Kota Cilegon.
2. Pengelolaan limbah industri baja berdasarkan submodel pesisir laut
Wilayah pesisir di kawasan industri Krakatau Cilegon merupakan kawasan yang memiliki dinamika pertumbuhan yang paling pesat, terutama untuk industri
yang tergolong industri berat. Karena wilayah pesisir tersebut memiliki arti strategis
Tahun Pendapatan Pendd.
Tahun
yang merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya. Namun,
karakteristik laut tersebut belum sepenuhnya dipahami dan diintegrasikan secara terpadu. Wilayah pesisir ini terdapat beberapa pelabuhan bongkar muat barang dan
kebijakan pemerintah daerah yang sektoral dan bias, belum menyentuh pada kebutuhan masyarakat sekitar, sedangkan dari sisi sosial-ekonomi pemanfaatan
kekayaan laut masih terbatas pada kelompok pengusaha besarindustri sehingga mata pencaharian para nelayan semakin terbatas dan termasuk kelompok profesi yang
miskin. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dapat digambarkan diagram
hubungan sebab akibat submodel pesisir laut pada model pengelolaan limbah industri baja yang secara terinci dapat ditunjukkan pada Gambar 28.
Gambar 28. Diagram hubungan sebab akibat submodel pesisir laut pada model pengelolaan limbah industri baja
Berdasarkan Gambar 28 di atas, dapat dideskripsikan bahwa keterkaitan antar elemen yang terlibat dalam submodel pesisir pada model pengelolaan limbah industri
baja dengan angkatan kerja Kota Cilegon sebagai ketersediaan tenaga kerjanelayan yang diharapkan saling memenuhi kebutuhan nelayan di wilayah pesisir, sehingga
pemerintah daerah harus mempersiapkan lahan pesisir bagi kebutuhan petaninelayan mengingat periranpesisir di wilayah pesisir Kota Cilegon cukup luas belum seluruh
dikelola secara optimal. Selanjutnya setelah dibuatkan diagram sebab akibat cause loop diagram
secara terinci, maka perlu dibuat struktur sub model pesisir laut pada model pengelolan limbah industri baja di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau
Cilegon. Diagram sebab akibat cause loop di atas dan hasil keterkaitan antar elemen submodel pesisir laut pada model pengelolaan limbah industri baja, maka struktur
model dengan menggunakan program powersim yang digunakan untuk proses simulasi disajikan pada Gambar 29.
Gambar 29. Struktur sub model pesisir laut pada model pengelolaan limbah industri baja
Berdasarkan Gambar 29 di atas, struktur model pesisir laut pada model pengelolaan limbah industri baja secara terperinci terdiri dari elemen-elemen yang
tersusun sesuai dengan sistem operasi yang saling berkaitan yaitu luas pesisir, lahan yang dipersiapkan, pengurangan pesisir, luas panen, produksi hasil pesisir,
pendapatann nelayan, luas lahan pesisir yang diharapkan dan sebagainya. Pengelolaan wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau Cilegon terutama
oleh pemerintah daerah Kota Cilegon perlu mendapat prioritas penanganannya, termasuk mempersiapkan tenaga kerja dan lahan pesisir tersedia. Untuk merumuskan
hal tersebut, perlu dibuatkan persamaan matematis, adalah sebagai berikut: NT
t
= NT
t-1
+ AK
t
PAK LP
t
= LP
t-1
+ d
t
LPS
t
– d
t
PP
t
KN
t
= KN
t-1
+ LP
t
KNh LPS
t
= LPS
t-1
+ LP
t
– LPH
t
WPP
t
0,01 Keterangan:
NT
t
= Nelayan tersedia sekarang orang NT
t-1
= Nelayan tersedia sebelumnya orang AK
t
= Angkatan kerja Kota Cilegon orangtahun PAK = Prosentase angkatan kerja
LP
t
= Luas pesisir sekarang ha LP
t-1
= Luas pesisir sebelumnya ha LPS
t
= Lahan pesisir yang dipersiapkan sekarang ha LPS
t-1
= Lahan pesisir yang dipersiapkan sebelumnya ha KN
t
= Kebutuhan nelayan sekarang orang KN
t-1
= Kebutuhan nelayan sekarang orang PP
t
= Pengurangan pesisir ha LPH
t
= luas pesisir diharapkan ha WPP
t
= Waktu perluasan pesisir tahun Berdasarkan rumus di atas dapat diasumsikan bahwa angkatan kerja, kebutuhan
nelayan, lahan pesisir yang dipersiapkan dan luas pesisir di wilayah pesisir Kota Cilegon dari tahun 2003 – 2015 disajikan pada Tabel 47.
Tabel 47 Kebutuhan tenaga kerja perairan, dan pesisir pada struktur sub model pesisir laut di wilayah pesisir Kota Cilegon
Berdasarkan Tabel 47 di atas menunjukkan bahwa ketersediaannya tenaga kerja di pesisir, kebutuhan nelayan, lahan pesisir yang persiapkan, dan luas pesisir di
Kawasan Industri Kota Cilegon.
3. Pengelolaan limbah industri baja berdasarkan submodel limbah industri
Jumlah limbah baja yang mengalir di wilayah pesisir akan mengalami peningkatan tingkat pencemaran melalui aliran sungai dari industri yang membawa
limbah menuju wilayah pesisir disekitarnya. Besarnya beban pencemaran limbah ditentukan melalui pengukuran debit air sungai dan konsentrasi limbah yang
mengalir menuju wilayah pesisir. Untuk itu rancangan submodel limbah industri yang merupakan main model dari model pengelolaan limbah industri baja yang secara
terinci disajikan pada Gambar 30.
Tahun Nelayan Sedia
Kebut.Nelayan Lahan Pesisir Siap Luas Pesisir
Gambar 30. Diagram hubungan sebab akibat submodel limbah industri pada model pengelolaan limbah industri baja
Berdasarkan Gambar 30 di atas, dapat dideskripsikan bahwa keterkaitan antar elemen yang terlibat dalam submodel limbah industri pada model pengelolaan limbah
industri baja meliputi penanganan limbah yang ada pada sumber dari lokasi pabrik sampai di area penyimpanan limbah. Pengelolaan limbah baja ini berkaitan dengan
timbulnya limbah dari hasil proses produksi, persediaan limbah yang ada, tingkat kedatangan limbah, konsumsi pemakaian limbah, pengiriman limbah, dan sebagainya.
Selanjutnya diagram sebab akibat cause loop diagram di atas dan hasil keterkaitan antar elemen submodel limbah industri pada model pengelolaan limbah
industri baja, maka dibuatkan rancangan struktur model dengan menggunakan program powersim yang digunakan untuk proses simulasi seperti yang disajikan pada
Gambar 31.
Gambar 31. Struktur sub model limbah industri pada model pengelolaan limbah industri baja
Berdasarkan Gambar 31 di atas, struktur model limbah industri pada model pengelolaan limbah industri baja secara terperinci terdiri dari elemen-elemen yang
tersusun sesuai dengan sistem operasi yang saling berkaitan yaitu persediaan limbah baja, jumlah produksi yang diharapkan, jumlah limbah baja dalam proses, persediaan
limbah baja yang diharapkan, dan sebagainya. Untuk merumuskan hal tersebut, perlu dibuatkan persamaan matematis, adalah sebagai berikut:
JL
t
= JL
t-1
+ dtTKL
t
+ dtTKLL
t
– dtTPL
t
Keterangan: JL
t
= Jumlah limbah baja sekarang ton JL
t-1
= Jumlah limbah baja sebelumnya ton TKLL
t
= Tingkat kedatangan limbah luar baja bongkahtontahun TKL
t
= Tingkat kedatangan limbah tontahun TPL
t
= Tingkat pengiriman limbah keluar tontahun Berdasarkan rumus di atas dapat diasumsikan bahwa jumlah limbah baja sekarang
dipengaruhi oleh jumlah limbah baja sebelumnya, tingkat kedatangan baja bongkah,
tingkat kedatangan limbah baja, dan tingkat pengiriman limbah ke luar. Adapun hasil simulasi jumlah limbah baja untuk tahun 2003 – 2015 disajikan pada Tabel 48.
Tabel 48. Jumlah limbah baja pada struktur sub model limbah industri
Berdasarkan Tabel 48 di atas, terjadi peningkatan jumlah limbah dari tahun 2003 – 2009, sedangkan pada tahun 2009 – 2015 terjadi penurunan jumlah limbah,
sehingga pada akhir tahun 2015 jumlah limbah menjadi 1.863.258 ton. Selanjutnya rancang bangun pemodelan sistem dinamik struktur model keseluruhan pada
pengelolaan limbah industri baja ini disajikan pada Gambar 32. Berdasarkan Gambar 32 diatas, maka struktur model yang dirancang tersebut
dapat mensimulasikan submodel penduduk, submodel pesisir laut, dan submodel limbah industri yang merupakan pola model pengelolan limbah industri baja,
sehingga keterpaduan tiga submodel ini dapat memberikan gambaran komprehenship pada pembentukan model-model yang diinginkan.
E. Pengujian Model
Pembuatan alat ukur tidaklah mudah karena dalam pendefinisian operasional operational definition variabel-variabel persepsi dan sikap attitudes. Peneliti perlu
mengevaluasi kebaikan atau kesesuaian alat ukur untuk menjamin bahwa instrumen tersebut dapat mengukur variabel-variabel yang semestinya diukur dengan sebaik
mungkin. Dua kriteria pokok untuk menguji model adalah verifikasi dan validitas model. Agar hasil penelitian dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, maka
informasi tentang verifikasi dan validitasi model sebagai pengujian harus disampaikan dalam penelitian ini.
Tahun Tk.Kedatangan Limb.Luar Tk.Pengiriman Limbah
Tk.KedatanganLimb Jumlah Limbah
1. Verifikasi model
Verifikasi model terhadap model pengelolaan limbah industri baja dalam upaya mempertahankan kelestarian wilayah pesisir di Kawasan Industri Krakatau
Cilegon. Model ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa program yang dijalankan oleh bantuan program Powersim ini memiliki kesesuaian dan implementasinya dari
model konseptual adalah benar. Menurut Sargent 1998, jenis bahasa komputer yang digunakan akan mempengaruhi hasil pemrosesan program yang benar. Penggunaan
program powersim untuk pemodelan sistem dinamik akan menghasilkan tingkat kesalahan yang relatif lebih kecil dibandingkann dengan bahasa simulasi pada
umumnya. Proses verifikasi model ini yang menggunakan program powersim
menggambarkan persamaan-persamaan dari struktur model yang merupakan bagian yang ditampilkan. Juga menggambarkan suatu persamaan sederhana seperti
penjumlahan, penguraangan, perkalian, dan pembagian untuk membuat struktur model pada model pengelolaan limbah industri baja.
Pada proses verifikasi terhadap model-model yang dirancang dilakukan sebelum dilakukan validasi model, tetapi dapat juga dilakukan setelah proses validasi
model untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dan sesuai dengan tujuan penyusunan model yaitu pengaruh submodel kependudukan, submodel pesisir laut,
dan submodel limbah industri pada model pengelolaan limbah industri baja dalam upaya mempertahankan kelestarian wilayah pesisir di kawasan industri Krakatau
Cilegon. Dalam proses verifikasi tersebut dilakukan secara iteratif untuk memodifikasi struktur model, yaitu:
a. Verifikasi terhadap struktur model pada submodel kependudukan
Verifikasi ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa program komputer powersim dan implementasi dari model konseptualnya terutama untuk mengetahui
jumlah penduduk, tingkat kedewasaan penduduk, laju kelahiran dan kematian penduduk, serta laju pertumbuhan penduduk di Kawasan Industri Cilegon. Adapun
bentuk verifikasi modelnya adalah: init JPendd018 =
66753 flow JPendd018 =
-dtTkKmt018 +dtLjKlhr
-dtTkDws1819 doc
JPendd018 = Jumlah penduduk Cilegon KIKC usia 0-18 tahun orang
init JPendd1960 =
75077
flow JPendd1960 = -dtTkKmt1960
+dtTkDws1819 -dtTkDws6065
doc JPendd1960 = Jumlah penduduk Cilegon KIKC usia 19-60 tahun orang
aux TkDws1819 = JPendd018 1- AKmtKasar18
doc TkDws1819 = Tingkat Kedewasaan usia 18-19 tahun orangtahun
aux TkDws6065 =
JPendd19601-AKmtKasar42 doc
TkDws6065 = Tingkat Kedewasaan usia 60-65 tahun orangtahun aux
TkKmt018 = JPendd018AKmtKasar
doc TkKmt018
= Tingkat Kematian usia 0-18 tahun orangtahun aux TkKmt1960 =
JPendd1960AKmtKasar doc
TkKmt1960 = Tingkat kematian usia 19 – 60 tahun. orangtahun aux
LjKlhr = PenddTotalAKlhrKasar
doc LjKlhr
= Laju kelahiran orangtahun aux LjKmt
= PenddTotalAKmtKasar
doc LjKmt
= Laju kematian orangtahun init PenddTotal
= 166838
flow PenddTotal = -dtLjKmt
+dtLjKlhr doc
PenddTotal = Penduduk Total di 4 Kecamatan Kota Cilegonorang aux
LjPertPendd = LjKlhr-LjKmtPenddTotal100 doc
LjPertPendd = Laju Pertumbuhan Penduduk tahun
b. Verifikasi terhadap struktur model pada submodel pesisir laut
Verifikasi model ini bertujuan untuk mengetahui luas pesisir, lahan pesisir yang dipersiapkan, dan pengurangan lahan pesisir di Kawasan Industri Cilegon.
Adapun bentuk verifikasi modelnya adalah: init LuasPessr =
11520 flow LuasPessr =
+dtLahPessrSiap -dtPengrngPessr
doc LuasPessr
= Luas lahan pesisir KIC hektar aux LahPessrSiap
= LuasPessr-LuasPessrHarapWPerlPessr0.01
doc LahPessrSiap = Lahan Pesisir yang dipersiapkan hektartahun
aux PengrngPessr = LuasKonveWPeralihLahanPPendNelyn
doc PengrngPessr = Pengurangan Pesisir hektartahun
c. Verifikasi terhadap struktur model pada submodel limbah industri
Verifikasi model ini bertujuan untuk mengetahui jumlah limbah dan tingkat permintaan limbah. Adapun bentuk verifikasi modelnya adalah:
init LimbahAw
= 1863817WRataProd flow LimbahAw
= +dtTkPermtLimb -dtTkPenerLimb
-dtTkPenerLimbLuar doc
LimbahAw = Limbah baja awal ton
init JumlahLimb =
1863817WPersedLimbHarap flow JumlahLimb =
-dtTkPengirmLimb +dtTKedatgLimbLuar
+dtTkKedatgLimb doc
JumlahLimb = Jumlah limbah baja ton aux TkPermtLimb
= JProdHarap+NilaiPersedLimb
doc TkPermtLimb = Tingkat permintaan limbah baja tontahun
2. Validasi model
Validasi adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur. Menurut Arikunto 2005,
untuk mengukur validitasi tiap butir instrumen dilakukan pengujian dengan cara menganalisis hubungan antara skor tiap butir dan skor total.Validitasi menentukan
sampai seberapa bagus suatu alat ukur yang dirancang mampu mengukur suatu konsep tertentu yang ingin diukur. Dalam penelitian survei maka kuesioner yang
disusun oleh peneliti harus mengukur apa yang ingin diukurnya. Proses validitasi model ditujukan untuk menguji substansi model yang
dirancang untuk mengetahui sejauh mana model yang dibuat dalam lingkup aplikasinya memiliki kemampuan kisaran akurasi yang memuaskan, konsisten dengan
tujuan yang telah direncanakan dari pembuatan aplikasi model. Menurut Sargent 1998, atribut yang gunakan dalam proses validitasi sangat dipengaruhi oleh kondisi
sistem yang digunakan dalam model tersebut apakah dapat diobservasi atau tidak dapat diobservasi.
Rancangan model pemecahan masalah ini yang memfokuskan pada 3 tiga submodel kependudukan, submodel pesisir laut, dan submodel limbah industri
semaksimal mungkin dapat memperoleh data observasi. Rancangan pembuatan struktur model kependudukan pada model pengelolaan limbah industri baja yang
terdiri dari elemen-elemen yang tersusun sesuai dengan sistem operasi yang saling berkaitan yaitu jumlah penduduk, tingkat kelahiran penduduk, tingkat kematian
penduduk, tingkat kedewasaan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, laju kematian penduduk, laju kematian penduduk, pendapatan penduduk, dan sebagainya dapat
diperoleh. Rancangan pembuatan struktur model pesisir laut pada model pengelolaan limbah industri baja yang terdiri dari elemen-elemen yang tersusun sesuai dengan
sistem operasi yang saling berkaitan yaitu luas pesisir, lahan yang dipersiapkan, pengurangan pesisir, luas panen, produksi hasil pesisir, pendapatann nelayan, luas
lahan pesisir yang diharapkan, produksi ikan, dan sebagainya dapat diperoleh. Begitu juga pada rancangan struktur model limbah industri pada model pengelolaan limbah
industri baja yang terdiri dari elemen-elemen yang tersusun sesuai dengan sistem operasi yang saling berkaitan yaitu jumlah limbah baja, persediaan, tingkat