dengan cara mengolah limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air,
sehingga pencemaran lingkungan dapat dihindari.
Untuk mempertahankan efektivitas pengolahan air limbah baja, secara berkala lumpur diangkat dari dasar kolam di instalasi pengolahan air limbah oleh industri dan
selanjutnya ditimbun di area penampungan limbah. Dalam hal limbah baja, penggunaan lumpur baja sebagai bahan campuran substitusi untuk produksi baja
atau produk jenis lain yang telah banyak dilakukan di berbagai negara maju dengan pertimbangan bahwa limbah baja mengandung bahan perekat dan sejumlah elemen
yang mendukung penggunaan limbah ini. Namun logam berat di dalam lumpur limbah dapat juga mengancam rantai makanan di tanah.
Menurut Damanhuri 1997, konsep dasar atau teknologi terapan pengelolaan limbah baja terutama dikaitkan dengan upaya daur ulang mempunyai nilai tambah
added value yang sangat menjanjikan, misal negara Jepang sudah membuat keramik dengan bahan substitusi campuran dari bahan limbah baja dengan nilai ekonomis
yang sangat besar. Di sisi lain penggunaan lumpur limbah sebagai bahan campuran pada produksi baja maupun jenis produk lain merupakan cara yang praktis untuk
memanfaatkan limbah, dan dianggap menguntungkan. Namun lumpur mengandung logam berat, sehingga penggunaan dalam jumlah berlebih dan jangka panjang dapat
berpengaruh buruk terhadap kualitas tanah dan airpesisir dan mengkontaminasi. Logam berat seperti baja ini yang masuk ke perairan lautpesisir secara
fisiologis tidak diperlukan bagi kehidupan makhluk hidup laut. Oleh karena itu, limbah yang dihasilkan dari proses produksi perlu mendapatkan prioritas penanganan
melalui proses instalasi pengelolaan air limbah IPAL yang distandarisasi, agar limbah baja yang mengalir ke pesisir dipastikan dosisnya memiliki nilai ambang batas
yang memenuhi kualitas air laut yang disyarakatkan. Karena setiap makhluk hidup di perairan seperti ikan memiliki perbedaan sensitivitas terhadap logam berat dan
memperlihatkan kemampuan yang berbeda dalam mengakumulasi logam berat.
5.3 Metode Analisis Pengelolaan Limbah di Wilayah Pesisir
Metode analisis pengelolaan limbah baja ini meliputi: 1.
Uji toksisitas, bertujuan untuk mengevaluasi jumlah komponen limbah yang terlepas kembali dari masing-masing sampel limbah yang telah disolidifikasi
akibat pengaruh air yang bersifat asam. Uji ini berlaku untuk limbah baja berkategori B3 yang akan mengalami landfilling yang berlaku di Indonesia sesuai
dengan Peraturan Pemerintah No.191994 dan Peraturan Pemerintah No. 121995.
Pengujian dilakukan dengan cara toxicity characteristic leaching prosedure TCLP. Setelah dianalisis, bila kandungan logam logam berat dari hasil leachate
lindi tersebut lebih rendah dari baku mutu TCLP yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka limbah padat tersebut dikatakan tidak berbahayaberacun
sehingga dapat di timbun setelah dilakukan proses stabilisasi dan solidifikasi terlebih dahulu. Adapun cara pengujian pelindian leachate limbah beracun ini
adalah: a. Sampel padat imbah B3 tanpa fasa cair, diayak terlebih dahulu dengan partikel yang lolos dari ayakan 0,9 cm, b. Ke dalam masing-masing botol
pengekstrak yang berkapasitas lebih dari 1000 mL, masukkan contoh limbah padat B3 masing-masing sebanyak 50 gram. Selanjutnya tambahkan larutan asam
asetat pH 5 sebanyak 1000 mL. Perbandingan berat limbah padat B3 dengan larutan asam asetat yaitu 1 : 20
2. Pengujian kualitas air ini, bertujuan untuk mengetahui tingkat atau daya racun logam berat berdasarkan sifat fisika, kimia, dan biologi dari limbah baja yang
mengalir ke wilayah pesisir sesuai dengan Surat Keputusan Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup tahun 1991 tentang Golongan Baku Mutu
Air Limbah. Untuk mengetahui jenis polutan yang terdapat dalam air limbah, dapat ditentukan unit proses yang diperlukan.
3. Menganalisis proses instalasi pengolahan air limbah IPAL oleh pabrik baja PT. Krakatau Steel dikenal dengan nama reject treatment plant RTP atau waste
water treat plant WWTP, tujuannya adalah sebagai upaya optimalisasi
konsumsi dan minimalisasi kontaminasi dalam buangan limbah cair pada proses produksi baja melalui proses regenerasi atau recovery. Untuk memisahkan
kontaminasinya dari air, dilakukan melalui proses asam dan proses basa. Oleh karena itu, dalam analisis pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir
difokuskan pada hasil uji toksisitas, kualitas air laut, dan proses instalasi air limbah seperti yang disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Pengelolaan limbah baja di wilayah pesisir
HASIL UJI TOKSISITAS
KUALITAS AIR LAUT
PROSES IPAL
ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH BAJA DI WILAYAH PESISIR
LIMBAH BAJA
5.4 Hasil dan Pembahasan 5.4.1 Penataan Ruang di Wilayah Pesisir