Analisis Keterpaduan Wilayah Pesisir

6.4.2 Analisis Keterpaduan Wilayah Pesisir

Keterpaduan wilayah pesisir integrated coastal management – ICM Kawasan Industri Krakatau Cilegon yang memiliki luas + 11.520 hektar, termasuk zona ekonomi di Perairan Selat Sunda. Perairan ini termasuk zona penyeberangan antar pulau yaitu Pulau Jawa dan Pulau Sumatera yang padat dengan lalu lintas penyebaran maupun pelayaran. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan Laut di wilayah ini bersifat unik dan sangat berbeda dengan pengelolaan sumberdaya terrestrial atau perairan, Oleh sebab itu di wilayah ini diperlukan program pengelolaan khusus yang disebut dengan integrated coastal zona Management ICZM Clark, 1998, karena wilayah tersebut strategis untuk lalu perdagangan antar pulau bahkan antar negara, maka perlu dilakukan keterpaduan wilayah pesisir. ICZM ini berfokus pada pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan, konservasi biodiversitas, perlindungan lingkungan dan penanggulangan bencana alam di wilayah pesisir dan Laut. Data produksi komoditas hasil pertanian Kota Cilegon tahun 2007 menyebutkan khususnya hasil tangkapan ikan sebesar 1.103 tontahun, jika dikaitkan dengan kuantitasnya maka besaran tersebut masing tergolong rendah dibandingkan dengan luas wilayah pesisir dan kerusakan ratusan hektar magrove di Kawasan Industri Krakatau Cilegon. Untuk itu, perlu pengelolaan lingkungan di wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan. ICZM dalam pengelolaan lingkungan di wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan perlu mempertimbangkan berbagai aspek penting seperti keterlibatan stakeholders, keluasan partisipasi publik, koordinasi antara pemerintah dengan swasta serta pengembangan keilmuan tentang konservasi wilayah pesisr dan laut. Dalam pengelolaan lingkungan faktor pendukung, maksud dan tujuan serta alternatif lain yang dapat diterapkan dalam membuat kebijakan pengelolaan lingkungan terutama yang berkaitan dengan model pengelolaan limbah di kawasan pesisir. Oleh karena itu, pemanfaatan limbah industri baja sangat penting dilakukan guna memperoleh nilai tambah added value bagi perusahaan dan berdampak bagi peningkatan kesejahteraan karyawan dan masyarakat disekitarnya. Sedangkan permasalahan yang timbul dari ketidakpaduan itu akan berimbas pada kelestarian alam dari wilayah pesisir itu sendiri, seperti potensi dan pemanfaatan hasil laut di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon mengalami tekanan lingkungan yang cukup berat, akibat dari sedimentasi, limbah aneka industri yang dibuang di laut, penangkapan ikan yang berlebihan, dan penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Permasalahan pesisir dan pantai yang terjadi juga kerusakan hutan mangrove, abrasi pantai, perubahan tata guna lahan di wilayah pesisir, dan pencemaran air laut. Pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon yang meliputi empat Kecamatan yaitu Ciwandan, Citangkil, Grogol dan Pulomerak nampaknya pada tahun belakangan ini menjadi semakin banyaknya industri-industri berat. Hal ini menjadi kebijaksanaan pemerintah daerah untuk menjadikan bagian barat daerah banten sebagai area pabrik industri berat atas beberapa pertimbangan, tetapi hal itu dapat ditanggulangi jika potensi dan daerah pesisir dapat dimanfaatkan secara maksimal tanpa harus merusak keindahan hayati pesisir bagi masyarakat terutama di wilayah pesisir Kawasan Industri Krakatau Cilegon. Semua hal tersebut terjadi akibat pemanfaatan pesisir yang kurang terpadu berdampak pada kepentingan social-ekonomi tanpa memperhatikan dampak lingkungan fisik dari wilayah pesisir dan pelestarian lingkungan. Pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan limbah ke laut yang semakin marak telah menurunkan potensi ekonomi kelautan, karena pembuangan limbah industri walaupun tidak berada di atas ambang batas yang sudah ditentukan namur karena banyak yang bersifat akumulatif seperti logam berat Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn maka dapat membahayakan kehidupan yang ada dudalamnya sangat rentan terhadap pemcemaran pesisir laut. Apabila pantai yang dikelilingi oleh kegiatan industri semisal pabrik, dan lain-lain, tentu dampaknya akan negatif bagi kuantitas mupun kualitas wilayah pesisir tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan hasil wawancara para stakeholders memperlihatkan bahwa permasalahan di bidang kelautan yang dihadapi dalam pembangunan Kawasan Industri Krakatau Cilegon antara lain: 1 belum optimalnya pengelolaan wilayah pesisir, laut, pulau-pulau kecil secara terpadu; 2 rusaknya ekosistem pesisir dan laut, seperti mangrove dan terumbu karang, yang disebabkan oleh manusia seperti penangkapan ikan yang bersifat merusak, sedimentasi dan pencemaran; 3 belum optimalnya pengelolaan konservasi laut dan perairan umum; 4 belum optimalnya upaya pengendalian dan pengawasan sumber daya kelautan dari kegiatan pencurian ikan di kawasan yang dapat menyebabkan turunnya kemampuan regenerasi ikan; 5 konflik pemanfaatan tata ruang di wilayah pesisir dan laut; 6 belum optimalnya pemanfaatan potensi sumber daya kelautan non konvensional seperti jasa kelautan dan keanekaragaman hayati laut; 7 belum berkembangnya sistem mitigasi bencana lingkungan laut, mengingat wilayah kelautan Indonesia terletak di wilayah rawan bencana seperti gempa bumi, tsunami, dan kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global; 8 masih lemahnya penegakan hukum; dan 9 masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang arti penting dan nilai strategis sumber daya kelautan dan perikanan bagi pembangunan ekonomi daerahnya.

6.4.3 Analisis Nilai Manfaat Investasi Wilayah Pesisir